Pengendalian Inflasi RI: Upaya Perlu Diperkuat, Ekonom Nilai Masih Ada Tantangan
Ekonom Indef menilai upaya pemerintah dalam mengendalikan inflasi dan stabilitas harga pangan masih perlu diperkuat meskipun inflasi terkendali dan harga beberapa bahan pokok turun, namun tantangan masih ada terutama dalam konteks keberlanjutan kebijakan.
Ekonom Indef, M. Rizal Taufikurahman, menilai upaya pemerintah dalam pengendalian inflasi dan stabilisasi harga pangan masih membutuhkan penguatan. Hal ini disampaikannya sebagai refleksi atas kinerja 100 hari pertama pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka. Pernyataan tersebut disampaikan Rizal saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Kamis (23/1).
Rizal menekankan perlunya peningkatan dan klarifikasi kebijakan yang telah diterapkan. Tidak hanya itu, ia juga menyoroti pentingnya pengawasan ketat dalam implementasi kebijakan. Pengawasan ini bertujuan untuk memastikan dampak ekonomi yang merata dan berkelanjutan dari upaya pengendalian inflasi dan stabilisasi pangan.
Ia mengakui bahwa pengendalian inflasi dan stabilitas harga pangan menjadi fokus utama 100 hari pertama pemerintahan. Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi tahunan Desember 2024 sebesar 1,57 persen, sedikit meningkat dari bulan sebelumnya (1,55 persen), tetapi masih dalam target yang ditetapkan.
Meskipun ada penurunan harga beberapa komoditas, seperti cabai merah, yang mengindikasikan keberhasilan awal kebijakan stabilisasi, Rizal mengingatkan pentingnya pemantauan berkelanjutan. Fluktuasi harga pangan tetap menjadi tantangan signifikan yang perlu diatasi.
Salah satu kebijakan utama dalam 100 hari pertama adalah program pemberian makanan gratis kepada 80 juta anak sekolah dan ibu hamil. Rizal menjelaskan bahwa program ini bertujuan strategis untuk mengatasi masalah malnutrisi dan mendorong pertumbuhan industri susu lokal.
Namun, Rizal juga menyoroti potensi ketergantungan pada impor susu dan rencana pengadaan sapi perah. Hal ini menimbulkan pertanyaan tentang kesiapan logistik dan keberlanjutan ekonomi lokal. Ia menambahkan, ketidakseimbangan antara kebutuhan mendesak dan kapasitas domestik harus dikelola lebih cermat agar tidak membebani anggaran negara.
Bank Indonesia (BI) juga mendukung pemerintah dengan menurunkan suku bunga acuan (BI-Rate) menjadi 5,75 persen pada Januari 2025 untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Meskipun langkah ini didasarkan pada inflasi yang terkendali, Rizal menilai dampaknya terhadap ekspor, konsumsi, dan investasi belum signifikan.
Kesimpulannya, meskipun terdapat kemajuan dalam pengendalian inflasi, diperlukan upaya lebih kuat dan pengawasan ketat untuk memastikan keberhasilan jangka panjang dan dampak yang merata bagi seluruh lapisan masyarakat. Tantangan masih ada dan perlu diantisipasi dengan strategi yang lebih komprehensif dan berkelanjutan.