Penutupan PLTU Dini di Indonesia: Menunggu Dana Donor
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menyatakan Indonesia akan menghentikan PLTU lebih cepat jika ada pendanaan dari lembaga donor internasional, karena pemerintah tak ingin membebani APBN atau PLN.

Jakarta, 30 Januari 2024 - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, menegaskan bahwa rencana pemerintah untuk menutup lebih cepat Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Indonesia masih bergantung pada ketersediaan dana dari lembaga donor internasional. Pernyataan ini disampaikan dalam acara "Mengakselerasi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia: Tantangan dan Peluang di Era Baru" di Jakarta.
Bahlil menekankan pentingnya pendanaan eksternal ini. Ia menyatakan, "Di janjimu (JETP) ada lembaga donor yang membiayai, mana ada? Sampai sekarang belum ada. Nol. Kami mau (pensiun dini PLTU), tapi ada uangnya dulu." Dengan tegas, pemerintah tidak akan memaksakan penutupan PLTU jika belum ada kepastian pendanaan dari luar negeri.
Keputusan ini diambil untuk menghindari beban tambahan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) serta Perusahaan Listrik Negara (PLN). Bahlil menambahkan, "Masa kita harus memaksa dana APBN atau PLN membuat bon baru lagi untuk membiayai itu? Kalau tidak ada duitnya, sorry, bos, kami harus memproteksi kebutuhan dalam negeri dulu."
Kajian dan Pendampingan Hukum
Di sisi lain, Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Eniya Listiani Dewi, menjelaskan bahwa rencana penutupan PLTU dini masih dalam tahap kajian oleh tiga kementerian, yaitu Kementerian ESDM, Kementerian BUMN, dan Kementerian Keuangan. Saat ini, proses pendampingan hukum dari Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun) tengah berlangsung untuk merumuskan peta jalan yang jelas.
Eniya menambahkan bahwa dibutuhkan dana yang cukup besar untuk merealisasikan rencana ini. "Pendanaannya ini kan harus kita pastikan full package. Kalau full package itu sampai 4,8 miliar dolar AS. Nah, 4,8 miliar dolar AS ini harus tertulis, harus di depan," jelasnya. Jumlah ini menjadi kunci utama keberhasilan program tersebut.
Manfaat dan Biaya Penutupan PLTU
Sebelumnya, Manajer Program Sistem Transformasi Energi IESR, Deon Arinaldo, memaparkan analisis mengenai dampak positif penutupan PLTU batu bara. Ia menyebutkan bahwa menghentikan semua PLTU pada tahun 2040 dapat mencegah 182.000 kematian dini akibat polusi udara dan mengurangi beban biaya kesehatan hingga 130 miliar dolar AS.
Meskipun begitu, Deon juga mengakui bahwa terdapat biaya yang cukup signifikan untuk proses ini, diperkirakan mencapai 4,6 miliar dolar AS hingga 2030, dan meningkat hingga 27,5 miliar dolar AS pada periode 2040-2050. Oleh karena itu, dukungan pendanaan internasional sangat krusial untuk memastikan transisi energi yang adil dan berkelanjutan.
Kesimpulan
Rencana percepatan penutupan PLTU di Indonesia bergantung sepenuhnya pada ketersediaan dana dari lembaga donor internasional. Pemerintah Indonesia menekankan pentingnya pendanaan eksternal untuk menghindari beban APBN dan PLN. Kajian mendalam dan dukungan pendanaan internasional menjadi faktor kunci keberhasilan transisi energi ini.