Perlu Perluasan Fasilitas Deteksi Gangguan Pendengaran di Indonesia
PERHATI-KL menyoroti terbatasnya fasilitas deteksi gangguan pendengaran di Indonesia dan menyerukan perluasan layanan skrining serta penanganan gangguan pendengaran di seluruh daerah.

Jakarta, 3 Maret 2024 (ANTARA) - Perhimpunan Ahli THT Bedah Kepala Leher Indonesia (PERHATI-KL) menyoroti permasalahan terbatasnya layanan skrining dan penanganan gangguan pendengaran di Indonesia. Kurangnya akses terhadap fasilitas kesehatan yang memadai berdampak pada banyaknya masyarakat yang membutuhkan layanan tersebut namun belum terpenuhi. Ketua Umum Pengurus Pusat PERHATI-KL, Yussy Afriani Dewi, mengungkapkan keprihatinannya dalam temu media bersama Kementerian Kesehatan di Jakarta.
Berdasarkan data yang dipaparkan, hanya sekitar 45 persen rumah sakit pemerintah yang memiliki fasilitas Otoacoustic Emission (OAE) untuk skrining gangguan pendengaran pada bayi baru lahir. Angka ini jauh lebih rendah untuk fasilitas Brainstem evoked response audiometry (BERA) yang digunakan untuk pemeriksaan lebih lanjut dan diagnosis gangguan pendengaran, yaitu hanya sekitar 30 persen rumah sakit yang memilikinya. Keterbatasan ini menjadi kendala utama dalam mendeteksi dini gangguan pendengaran, khususnya pada bayi dan anak-anak.
Selain kurangnya fasilitas skrining, akses terhadap layanan implan koklea juga masih terbatas. Saat ini, hanya terdapat 20 rumah sakit di Indonesia yang menyediakan layanan ini, dengan 60 persen penerima layanan merupakan anak-anak di atas usia 3 tahun. Kondisi ini menunjukkan perlunya peningkatan signifikan dalam penyediaan fasilitas kesehatan yang memadai untuk mengatasi masalah gangguan pendengaran di Indonesia.
Layanan Implan Koklea dan Deteksi Dini
Kurangnya akses terhadap layanan implan koklea dan fasilitas skrining menjadi perhatian utama PERHATI-KL. Yussy Afriani Dewi menekankan pentingnya upaya pencegahan melalui deteksi dini. "Fakta penting yang harus kita ketahui mengenai gangguan pendengaran adalah suatu masalah kesehatan global dengan lebih dari 5 persen penduduk dunia atau sekitar 430 juta orang yang mengalami kondisi ini," ujarnya. Angka ini diproyeksikan meningkat menjadi 700 juta pada tahun 2050 jika tidak ada intervensi yang signifikan. Dampaknya tidak hanya pada kesehatan individu, tetapi juga berdampak secara ekonomi, dengan kerugian diperkirakan mencapai 980 miliar dolar AS per tahun.
Beberapa penyebab gangguan pendengaran meliputi faktor kongenital atau bawaan sejak lahir, penumpukan serumen (kotoran telinga), infeksi telinga tengah, penggunaan obat-obatan ototoksik, dan paparan kebisingan yang berlebihan. Oleh karena itu, pencegahan dini sangat penting untuk mengurangi angka kejadian gangguan pendengaran.
Langkah-langkah pencegahan yang disarankan meliputi pola hidup sehat, deteksi dini, menjaga nutrisi seimbang pada ibu hamil, menjaga kebersihan telinga, dan menghindari paparan kebisingan yang berlebihan. Dengan menerapkan langkah-langkah ini, diharapkan dapat mengurangi risiko terjadinya gangguan pendengaran.
Data Prevalensi Gangguan Pendengaran di Indonesia
Plt. Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes, Yudhi Pramono, menambahkan data dari Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023. SKI 2023 menunjukkan prevalensi disabilitas pendengaran pada usia di atas satu tahun sebesar 0,4 persen. Sementara itu, proporsi penggunaan alat bantu dengar pada penduduk di atas satu tahun mencapai 4,1 persen, yang berarti sekitar 4 dari 100 orang di Indonesia menggunakan alat bantu dengar. Data ini menunjukkan pentingnya upaya peningkatan akses terhadap layanan kesehatan untuk gangguan pendengaran.
Kesimpulannya, perlu adanya peningkatan signifikan dalam cakupan layanan skrining dan penanganan gangguan pendengaran di Indonesia. Peningkatan akses terhadap fasilitas seperti OAE, BERA, dan layanan implan koklea sangat krusial untuk mengurangi dampak gangguan pendengaran dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat Indonesia. Upaya pencegahan melalui deteksi dini dan promosi kesehatan juga perlu digalakkan untuk mencegah peningkatan angka kejadian gangguan pendengaran di masa mendatang.