Polri Selidiki Korupsi Pembiayaan LPEI ke PT DST dan PT MIF: Potensi Kerugian Negara Miliaran Rupiah
Polri resmi selidiki dugaan korupsi dan pencucian uang dalam pemberian pembiayaan oleh LPEI kepada PT DST dan PT MIF periode 2012-2016, dengan potensi kerugian negara yang signifikan.

Kepolisian Republik Indonesia (Polri) melalui Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Kortastipidkor) telah memulai penyelidikan atas dugaan korupsi dan pencucian uang dalam pemberian dana oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) kepada PT Duta Sarana Technology (PT DST) dan PT Maxima Inti Finance (PT MIF) antara tahun 2012 hingga 2016. Kasus ini berpotensi menimbulkan kerugian negara yang sangat besar. Proses penyidikan sedang berjalan untuk mengungkap para tersangka dan mengembalikan kerugian negara.
Irjen Pol. Cahyono Wibowo, Kepala Kortastipidkor Polri, menegaskan komitmen Polri untuk menyelesaikan kasus ini secara profesional. Menurutnya, penyelidikan bermula dari temuan penyimpangan dalam prosedur pemberian pembiayaan oleh LPEI. Akibatnya, dana yang diberikan digunakan untuk tujuan di luar peruntukannya, menyebabkan kerugian negara yang signifikan. Polri akan memastikan proses hukum berjalan sesuai prosedur dan transparan.
Penyidik menemukan bahwa LPEI memberikan pembiayaan kepada PT DST yang melanggar prosedur, mengakibatkan kredit macet mencapai Rp45 miliar dan US$4,125 juta dari tahun 2012 hingga 2014. Selanjutnya, melalui skema novasi, PT MIF mengambil alih kewajiban PT DST. Namun, dana yang diterima PT MIF juga disalahgunakan, sebagian besar digunakan untuk membayar utang PT DST dan kepentingan lain di luar tujuan awal pemberian kredit.
LPEI kemudian menyalurkan pembiayaan kepada PT MIF sebesar US$47,5 juta dari tahun 2014 sampai 2016. Prosesnya sarat dengan penyimpangan dan pelanggaran aturan, termasuk analisis kredit yang tidak tepat dan minimnya pengawasan penggunaan dana. Alhasil, PT MIF mengalami kebangkrutan dan gagal membayar utang kepada LPEI senilai US$43,6 juta pada tahun 2022. Situasi ini semakin menguatkan dugaan adanya tindak pidana korupsi dan pencucian uang.
Polri telah memeriksa 27 saksi dan mengumpulkan berbagai dokumen pendukung, termasuk perjanjian kredit dan hasil audit yang menunjukkan adanya penyimpangan. Untuk menelusuri lebih lanjut dugaan pencucian uang, penyidik berkoordinasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Kerjasama antar lembaga ini diharapkan dapat memperkuat proses pengungkapan kasus dan pemulihan aset negara.
Proses penyidikan akan terus berlanjut untuk mengidentifikasi seluruh pihak yang terlibat. Polri berharap kasus ini dapat memberikan efek jera bagi pelaku korupsi dan menjaga integritas lembaga keuangan negara. Komitmen untuk mengungkap seluruh pihak yang bertanggung jawab dan memulihkan keuangan negara ditekankan oleh pihak berwenang.
Dengan penyelidikan yang menyeluruh dan kolaborasi antar lembaga, diharapkan kasus dugaan korupsi ini dapat terungkap tuntas. Pemulihan aset negara menjadi fokus utama dalam proses penyidikan ini, sekaligus sebagai langkah untuk mencegah terulangnya kasus serupa di masa mendatang.