Prabowo Bertekad Lepaskan Indonesia dari Jebakan Negara Berpenghasilan Menengah dalam 10 Tahun
Presiden Prabowo Subianto menargetkan Indonesia untuk keluar dari jebakan negara berpenghasilan menengah dalam 10 tahun mendatang dengan meningkatkan berbagai sektor ekonomi, khususnya sektor ritel.

Jakarta, 17 Maret (ANTARA) - Presiden Prabowo Subianto berambisi untuk membantu Indonesia keluar dari jebakan negara berpenghasilan menengah dalam 10 tahun mendatang. Hal ini disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto.
Target ambisius ini bertujuan untuk mendorong Indonesia menjadi negara maju dengan meningkatkan berbagai sektor ekonomi. Airlangga Hartarto menekankan pentingnya kerja sama untuk mencapai tujuan tersebut. "Mari kita bekerja sama untuk menjadikan Indonesia negara maju. Dalam 10 tahun ke depan, kita harus keluar dari jebakan negara berpenghasilan menengah," ujar menteri tersebut dalam sebuah acara pada hari Senin.
Sebagai contoh, Airlangga Hartarto menunjuk pendapatan per kapita Jakarta yang mencapai US$20.000 sebagai bukti potensi kemajuan beberapa kota besar di Indonesia. Ia berharap kesuksesan ini dapat direplikasi di kota-kota besar lain seperti Balikpapan dan Palembang, dan selanjutnya meluas ke seluruh wilayah Indonesia.
Pertumbuhan Ekonomi dan Sektor Ritel
Pertumbuhan pesat di kota-kota besar ini diproyeksikan akan mendorong semua sektor ekonomi di Indonesia. Hal ini diharapkan akan membantu Indonesia keluar dari jebakan negara berpenghasilan menengah, sesuai dengan visi Presiden Prabowo. Dengan hampir empat juta toko ritel di Indonesia, Airlangga Hartarto meyakini bahwa pengembangan sektor ini dapat memberikan kontribusi signifikan terhadap transisi Indonesia menuju negara dengan pendapatan menengah ke atas.
Target pertumbuhan ekonomi delapan persen, sebagaimana dijanjikan Presiden Prabowo, diharapkan dapat tercapai antara tahun 2028 dan 2029 melalui kerja sama yang erat antar berbagai pihak. Airlangga Hartarto berharap para ekonom akan berkolaborasi dengan sektor ritel, termasuk Sampoerna Retail Community (SRC) dengan 250.000 unit bisnisnya, untuk mendukung pencapaian tujuan ekonomi ini.
Ia bahkan menyarankan agar para ekonom terlibat langsung dengan para pelaku ritel untuk memahami kondisi lapangan yang sebenarnya. Hal ini penting karena seringkali para akademisi memiliki pandangan yang terlalu pesimistis tentang prospek ekonomi Indonesia. "Para ekonom ini harus berbicara dengan para pelaku ritel mengenai optimisme mereka dibandingkan dengan para akademisi yang pesimis tentang ekonomi kita," tegasnya.
Tantangan dan Kolaborasi
Mencapai target tersebut tentu bukan tanpa tantangan. Indonesia perlu mengatasi berbagai hambatan struktural dan meningkatkan daya saing di berbagai sektor. Kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan akademisi menjadi kunci keberhasilan dalam mewujudkan visi ini. Peran sektor ritel, sebagai salah satu penggerak ekonomi, sangat krusial dalam upaya ini.
Pemerintah perlu menciptakan kebijakan yang mendukung pertumbuhan sektor ritel, seperti kemudahan akses pembiayaan, pelatihan bagi para pelaku usaha, dan infrastruktur yang memadai. Sementara itu, sektor swasta perlu meningkatkan inovasi dan efisiensi untuk meningkatkan daya saing. Peran akademisi dalam memberikan analisis dan rekomendasi kebijakan yang tepat juga sangat penting.
Dengan kerja sama yang kuat dan strategi yang tepat, Indonesia memiliki potensi besar untuk keluar dari jebakan negara berpenghasilan menengah dan mencapai status negara maju. Target 10 tahun yang dicanangkan Presiden Prabowo merupakan tantangan besar, namun bukan hal yang mustahil jika semua pihak berkomitmen dan bekerja sama secara efektif.
Keberhasilan ini akan berdampak positif bagi seluruh lapisan masyarakat Indonesia, meningkatkan kesejahteraan, dan menciptakan lapangan kerja yang lebih banyak. Oleh karena itu, penting bagi semua pihak untuk mendukung upaya pemerintah dalam mencapai tujuan ini.
Melibatkan para pelaku usaha ritel secara langsung dalam perencanaan dan pelaksanaan kebijakan ekonomi merupakan langkah strategis yang perlu diapresiasi. Dengan memahami kondisi riil di lapangan, pemerintah dapat merumuskan kebijakan yang lebih tepat sasaran dan efektif.