Rasio Klaim Asuransi Kredit Melonjak, OJK Minta Perusahaan Asuransi Perkuat _Underwriting_
OJK mencatat rasio klaim asuransi kredit meningkat signifikan menjadi 83,4 persen pada Februari 2025, mendorong OJK untuk meminta perusahaan asuransi memperkuat _underwriting_ dan mengantisipasi potensi risiko.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melaporkan peningkatan signifikan pada rasio klaim asuransi kredit yang mencapai 83,4 persen pada Februari 2025. Peningkatan ini terjadi dibandingkan dengan angka 77,4 persen pada Desember 2024. Hal ini diungkapkan oleh Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun (PPDP) OJK, Ogi Prastomiyono, di Jakarta pada Jumat lalu. Kenaikan ini menimbulkan kekhawatiran dan mendorong OJK untuk mengambil langkah-langkah antisipatif.
Menurut Ogi Prastomiyono, "Rasio klaim asuransi kredit per Februari 2025 tercatat sebesar 83,4 persen, meskipun rasio masih di bawah 100 persen namun terjadi peningkatan dibanding periode Desember 2024 yang berada di angka 77,4 persen." Ia juga memperingatkan potensi peningkatan risiko klaim di masa mendatang akibat kebijakan tarif impor Amerika Serikat (AS), yang berdampak pada arus kas perusahaan yang bergantung pada impor dan ekspor dengan AS.
Situasi ini mendorong OJK untuk meminta perusahaan asuransi melakukan evaluasi menyeluruh terhadap profil risiko dan memperkuat strategi _underwriting_ mereka. Tujuannya adalah untuk meminimalisir potensi kerugian yang mungkin terjadi. Langkah ini menjadi penting mengingat peran signifikan asuransi kredit dalam industri asuransi Indonesia.
Antisipasi OJK dan Regulasi Terbaru
Sebagai bentuk antisipasi, OJK telah menerbitkan POJK (Peraturan Otoritas Jasa Keuangan) Nomor 20 tahun 2023 tentang Produk Asuransi yang Dikaitkan dengan Kredit atau Pembiayaan Syariah dan Produk Suretyship atau Suretyship Syariah. Regulasi ini mewajibkan perusahaan asuransi yang memasarkan produk asuransi kredit untuk memiliki ekuitas minimal Rp250 miliar untuk asuransi umum konvensional dan Rp100 miliar untuk asuransi umum syariah. Besaran ini setara dengan 150 persen dari ketentuan ekuitas yang berlaku sebelumnya.
Selain ketentuan ekuitas, regulasi tersebut juga menetapkan rasio likuiditas minimal 150 persen. Hal ini bertujuan untuk memberikan _buffer_ (penyangga) terhadap arus kas perusahaan asuransi, sehingga mereka lebih siap menghadapi potensi peningkatan klaim. Langkah ini diharapkan dapat menjaga stabilitas industri asuransi dan melindungi kepentingan para pemegang polis.
Ogi menambahkan bahwa peningkatan persyaratan modal dan likuiditas ini merupakan langkah strategis untuk memperkuat ketahanan industri asuransi dalam menghadapi tantangan yang semakin kompleks. Dengan modal yang lebih kuat, perusahaan asuransi diharapkan mampu menghadapi fluktuasi klaim dan tetap beroperasi secara sehat dan berkelanjutan.
Kontribusi Asuransi Kredit terhadap Industri Asuransi
Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) mengungkapkan bahwa asuransi kredit merupakan salah satu penyumbang utama premi di sektor asuransi umum pada tahun 2024. Ketua AAUI, Budi Herawan, menyatakan bahwa asuransi kredit berkontribusi sebesar Rp21,6 triliun atau 19 persen dari total premi sektor asuransi umum. Meskipun mengalami kontraksi sebesar -3,4 persen _year on year_ (yoy), asuransi kredit tetap menjadi sektor penting dalam industri asuransi Indonesia.
Data ini menunjukkan betapa pentingnya sektor asuransi kredit bagi perekonomian Indonesia. Peningkatan rasio klaim menjadi perhatian serius karena dapat berdampak pada kinerja keuangan perusahaan asuransi dan stabilitas industri secara keseluruhan. Oleh karena itu, langkah-langkah antisipatif dari OJK sangat penting untuk menjaga kesehatan dan keberlanjutan industri asuransi kredit di Indonesia.
Meskipun rasio klaim masih di bawah 100 persen, peningkatan yang signifikan ini menjadi sinyal peringatan dini. Perusahaan asuransi perlu meningkatkan kewaspadaan dan memperkuat strategi manajemen risiko untuk menghadapi potensi tantangan ke depan. Hal ini penting untuk memastikan keberlangsungan usaha dan perlindungan bagi nasabah.
Dengan meningkatnya risiko global dan tantangan ekonomi, peran OJK dalam mengawasi dan mengatur industri asuransi menjadi semakin krusial. Regulasi yang tepat dan pengawasan yang ketat akan membantu menjaga stabilitas dan kepercayaan publik terhadap industri asuransi Indonesia.