Rektor Universitas Pancasila Dicopot, Diduga Terkait Kasus Kekerasan Seksual Mantan Rektor
Rektor Universitas Pancasila, Marsudi Wahyu Kisworo, diberhentikan dari jabatannya, diduga terkait penanganannya terhadap kasus kekerasan seksual mantan rektor.

Rektor Universitas Pancasila (UP), Marsudi Wahyu Kisworo, secara resmi diberhentikan dari jabatannya pada Rabu, 30 April 2025. Pemberhentian ini berdasarkan Surat Keputusan Ketua Pembina Yayasan Pendidikan dan Pembina Universitas Pancasila (YPP-UP) Nomor: 04/KEP/KA.PEMB/YPP-UP/IV/2025. Keputusan tersebut ditandatangani oleh Ir. Suswono Yudo Husodo pada 24 April 2025. Kejadian ini mengejutkan banyak pihak dan menimbulkan pertanyaan mengenai alasan di balik pemecatan tersebut.
Marsudi sendiri menduga pemberhentiannya berkaitan dengan kasus kekerasan seksual yang dilakukan oleh mantan Rektor UP, ETH. Ia menyatakan, "Saya menduga ini ada kaitannya dengan kasus kekerasan seksual yang dilakukan mantan Rektor UP sebelumnya ETH." Dugaan ini diperkuat dengan adanya dua laporan baru terkait kasus tersebut yang masuk ke pihak kepolisian pekan lalu, lengkap dengan bukti rekaman CCTV yang telah diserahkan ke Mabes Polri.
Lebih lanjut, Marsudi menjelaskan bahwa penolakannya terhadap pengaktifan kembali ETH sebagai dosen UP juga menjadi salah satu faktor yang memicu kemarahan pengurus Yayasan. Ia merasa pemberhentiannya dilakukan secara tiba-tiba dan tanpa adanya klarifikasi terlebih dahulu mengenai kinerja atau kesalahan yang telah dilakukannya. "Tiba-tiba saja saya dipanggil Yayasan dan diberikan SK pemberhentian Senin kemarin pukul 11.00 siang, tanpa saya bisa membela diri atau apapun juga," ujarnya.
Pemberhentian Tanpa Proses yang Transparan
Proses pemberhentian Marsudi dinilai tidak transparan dan melanggar statuta UP. Menurut Marsudi, seharusnya evaluasi kinerja rektor dilakukan oleh Senat UP, namun dalam kasus ini, Senat UP sama sekali tidak dilibatkan. Hal ini menimbulkan pertanyaan mengenai kepatuhan YPP-UP terhadap aturan internal universitas. Ketidakhadiran proses yang adil dan transparan dalam pemecatan ini menuai kritik dari berbagai pihak.
Marsudi juga mengungkapkan bahwa ia merasa menjadi korban situasi. Ia menduga pemberhentiannya disebabkan oleh upayanya dalam mengungkap kasus kekerasan seksual yang dilakukan oleh mantan rektor. "Mungkin saya dianggap yang mencari saksi kasus ETH, padahal saya tidak kenal dengan korban maupun pengacaranya," jelasnya. Pernyataan ini menimbulkan spekulasi mengenai adanya tekanan politik atau kepentingan lain di balik pemecatan tersebut.
Kejadian ini menimbulkan kekhawatiran akan kemungkinan adanya upaya untuk menghambat proses hukum kasus kekerasan seksual yang tengah berjalan. Pemberhentian Rektor UP secara tiba-tiba tanpa melalui prosedur yang semestinya menimbulkan pertanyaan besar tentang transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan universitas.
Dampak Pemberhentian Rektor terhadap Kasus Kekerasan Seksual
Pemberhentian Marsudi menimbulkan kekhawatiran akan berdampak negatif terhadap proses hukum kasus kekerasan seksual yang tengah ditangani. Kehilangan sosok Rektor yang dinilai peduli terhadap pengungkapan kasus ini dikhawatirkan akan menghambat upaya penegakan hukum dan keadilan bagi korban. Pihak-pihak terkait perlu memastikan agar proses hukum tetap berjalan tanpa hambatan.
Kejadian ini juga menjadi sorotan publik mengenai pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan perguruan tinggi. Universitas sebagai lembaga pendidikan seharusnya menjadi contoh dalam menegakkan aturan dan keadilan. Pemberhentian Rektor UP tanpa proses yang jelas dan transparan menimbulkan pertanyaan mengenai kepemimpinan dan tata kelola yang baik di lingkungan kampus.
Peristiwa ini juga menjadi pembelajaran penting bagi semua pihak terkait pentingnya mekanisme pengawasan dan perlindungan bagi individu yang berani bersuara dalam kasus-kasus pelanggaran hukum, khususnya di lingkungan kampus. Perlindungan dan dukungan terhadap korban kekerasan seksual juga menjadi hal yang krusial agar kasus serupa tidak terulang di masa mendatang.
Ke depan, diharapkan agar kasus ini dapat diselesaikan secara transparan dan adil. Proses hukum kasus kekerasan seksual harus tetap berjalan, dan pihak-pihak terkait perlu memastikan agar tidak ada upaya untuk menghambat proses tersebut. Transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan universitas juga perlu ditingkatkan untuk mencegah kejadian serupa terulang di masa mendatang.
Universitas Pancasila sebagai lembaga pendidikan tinggi diharapkan dapat memberikan contoh yang baik dalam hal penegakan hukum dan keadilan. Kejadian ini menjadi momentum untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap sistem tata kelola dan mekanisme pengawasan di dalam universitas.