Ribuan Warga Buleleng Rayakan Tradisi Unik Ngusaba Bukakak: Simbol Kesuburan dan Syukur
Tradisi Ngusaba Bukakak di Desa Giri Emas, Buleleng, Bali, yang unik dan penuh simbolisme, dirayakan ribuan warga sebagai ungkapan syukur atas kesuburan tanah dan hasil pertanian.

Ribuan masyarakat Desa Giri Emas, Kecamatan Sawan, Kabupaten Buleleng, Bali, tumpah ruah pada Minggu, 13 April 2024, merayakan tradisi Ngusaba Bukakak. Tradisi unik ini bukan sekadar ritual keagamaan, melainkan juga perwujudan budaya yang sarat makna, khususnya sebagai simbolisasi kesuburan tanah dan hasil pertanian yang melimpah.
Acara yang telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) Kabupaten Buleleng ini menyatukan ribuan warga dalam suasana penuh khidmat dan kegembiraan. Ketua Panitia Tradisi Ngusaba Bukakak Desa Giri Emas, Wayan Sunarsa, menjelaskan bahwa tradisi ini merupakan wujud rasa syukur kepada Ida Sang Hyang Widi Wasa, yang dimaknai sebagai Dewi Kesuburan.
Tradisi Ngusaba Bukakak sendiri dipusatkan pada sebuah replika burung Garuda yang unik. Burung Garuda raksasa ini dibuat dari ambu (daun enau muda) dan dihias dengan bunga sepatu (pucuk bang). Bentuknya yang menawan menjadi pusat perhatian dan simbol utama perayaan ini.
Makna Filosofis Burung Garuda Bukakak dan Ritual Uniknya
Wayan Sunarsa memaparkan bahwa Bukakak melambangkan kesuburan Desa Giri Emas. Lebih dari itu, ia juga merupakan simbol perpaduan tiga sekta utama dalam agama Hindu, yaitu Siwa, Wisnu, dan Sambhu. Uniknya, sebagai sarana ritual, di dalam replika burung Garuda tersebut diletakkan seekor babi yang dimasak dengan cara yang khusus.
"Babi itu hanya matang di bagian punggungnya saja, sedangkan bagian bawahnya dibiarkan mentah. Sehingga babi tersebut memiliki 3 warna yakni merah, putih dan hitam," jelas Sunarsa. Warna-warna tersebut memiliki makna filosofis tersendiri dalam konteks ritual Ngusaba Bukakak.
Tidak hanya prosesi memasak babi yang unik, tradisi ini juga mengatur siapa yang diperbolehkan untuk mengusung Bukakak. Hanya warga dewasa atau yang sudah menikah yang diperkenankan mengusung Bukakak utama, sementara warga muda atau yang belum menikah mengusung sarad alit. Bahkan pakaian yang dikenakan pun berbeda; putih merah untuk warga dewasa, dan putih kuning untuk warga muda.
Penggunaan warna-warna tersebut juga memiliki makna simbolis yang terkait dengan kesuburan dan kesejahteraan.
Kehadiran Pimpinan Daerah sebagai Dukungan Pelestarian Budaya
Perayaan Ngusaba Bukakak tahun ini semakin istimewa dengan kehadiran Bupati Buleleng, I Nyoman Sutjidradan, dan Wakil Bupati I Gede Supriatna, beserta sejumlah tokoh penting di Kabupaten Buleleng. Kehadiran mereka menunjukkan dukungan nyata pemerintah daerah terhadap pelestarian tradisi dan budaya lokal.
Hal ini sejalan dengan visi misi pasangan kepala daerah, yaitu "Nangun Sad Kertih Loka Bali" di Kabupaten Buleleng. Salah satu poin penting visi misi tersebut adalah pembangunan di bidang agama, adat, dan budaya, yang terlihat nyata dalam dukungan terhadap perayaan Ngusaba Bukakak.
Partisipasi aktif pemerintah daerah dalam menjaga dan melestarikan tradisi seperti Ngusaba Bukakak diharapkan dapat menginspirasi daerah lain untuk turut aktif dalam upaya pelestarian budaya lokal.
Tradisi Ngusaba Bukakak tidak hanya menjadi perayaan tahunan, tetapi juga menjadi perekat persatuan masyarakat Desa Giri Emas dan sekaligus menjadi bukti nyata kekayaan budaya Bali yang patut dijaga dan dilestarikan untuk generasi mendatang. Keunikan tradisi ini, baik dari segi simbolisme maupun ritualnya, menjadi daya tarik tersendiri dan memperkaya khazanah budaya Indonesia.