Setelah Divonis Korupsi, Tom Lembong Akhirnya Bebas Berkat Abolisi Presiden Prabowo
Mantan Menteri Perdagangan Tom Lembong kini bebas dari Rutan Cipinang setelah menerima abolisi dari Presiden Prabowo. Apa itu abolisi dan mengapa hak ini diberikan?

Thomas Trikasih Lembong, yang dikenal sebagai Tom Lembong, mantan Menteri Perdagangan periode 2015–2016, secara resmi menghirup udara bebas dari Rumah Tahanan (Rutan) Cipinang, Jakarta. Pembebasan ini terjadi pada Jumat, 1 Agustus, pukul 22.05 WIB, setelah ia menerima abolisi dari Presiden Prabowo Subianto. Keputusan ini menandai berakhirnya masa penahanan Tom Lembong.
Saat keluar dari Rutan Cipinang, Tom Lembong terlihat mengenakan kemeja berwarna biru tua dan didampingi oleh sang istri, Francisca Wihardja, serta tim penasihat hukumnya. Kehadiran Anies Baswedan, Gubernur DKI Jakarta periode 2017–2022, juga turut menyertai momen penting tersebut. Suasana haru dan lega menyelimuti proses pembebasan ini.
Tom Lembong menyatakan rasa syukurnya dapat kembali berkumpul dengan keluarga tercinta dan menjalani kehidupan normal setelah pembebasan. Ia menyampaikan terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa, keluarganya, Presiden Prabowo, serta para pimpinan dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Proses abolisi ini menjadi sorotan publik dan media.
Apa Itu Abolisi dan Peran Presiden?
Abolisi adalah hak istimewa yang dimiliki oleh kepala negara, dalam hal ini Presiden, untuk menghapuskan tuntutan pidana. Hak ini juga berfungsi untuk menghentikan proses hukum yang sedang berjalan terhadap seseorang. Pemberian abolisi merupakan wewenang konstitusional Presiden yang diatur dalam undang-undang.
Dalam praktik pelaksanaannya, hak abolisi ini tidak dapat diberikan secara sepihak oleh Presiden. Presiden harus mempertimbangkan masukan dan pertimbangan dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebelum mengeluarkan keputusan. Hal ini memastikan adanya mekanisme checks and balances dalam sistem hukum di Indonesia.
Keputusan Presiden (Keppres) terkait abolisi Tom Lembong telah diteken pada sore hari sebelum pembebasannya. Selanjutnya, Keppres tersebut diserahkan oleh pihak Kejaksaan kepada Rumah Tahanan Cipinang pada malam harinya. Prosedur ini memastikan legalitas dan keabsahan pembebasan Tom Lembong.
Kasus Korupsi yang Menjerat Tom Lembong
Tom Lembong sebelumnya terlibat dalam kasus korupsi importasi gula di Kementerian Perdagangan pada periode 2015-2016. Ia divonis pidana penjara selama 4 tahun 6 bulan setelah pengadilan menyatakan dirinya terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi. Kasus ini menjadi perhatian publik karena melibatkan pejabat negara.
Kerugian keuangan negara akibat perbuatan Tom Lembong mencapai angka Rp194,72 miliar. Tindak pidana yang dilakukan meliputi penerbitan surat pengajuan atau persetujuan impor gula kristal mentah. Surat ini diberikan kepada 10 perusahaan tanpa didasarkan pada rapat koordinasi antar kementerian yang seharusnya.
Selain itu, persetujuan impor tersebut juga tidak disertai rekomendasi resmi dari Kementerian Perindustrian, yang merupakan prosedur wajib. Atas perbuatannya, Tom Lembong juga dijatuhi pidana denda sebesar Rp750 juta. Apabila denda tidak dibayar, maka akan diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan.
Kronologi Pembebasan dan Implikasi Hukum
Vonis yang dijatuhkan Majelis Hakim terhadap Tom Lembong lebih rendah dari tuntutan jaksa penuntut umum. Jaksa sebelumnya menuntut pidana penjara selama 7 tahun untuk kasus korupsi tersebut. Namun, pidana denda yang dijatuhkan tetap sama dengan tuntutan awal, yaitu Rp750 juta subsider 6 bulan kurungan.
Perbuatan Tom Lembong melanggar Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Undang-undang ini telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Pasal-pasal ini secara spesifik mengatur tentang penyalahgunaan wewenang yang merugikan keuangan negara.
Pembebasan Tom Lembong melalui abolisi Presiden Prabowo menunjukkan penggunaan hak prerogatif kepala negara dalam sistem hukum. Keputusan ini memiliki implikasi signifikan terhadap sistem peradilan pidana di Indonesia. Ini juga menyoroti peran Presiden dalam memberikan pengampunan atau penghapusan tuntutan pidana dalam kasus-kasus tertentu.