Sidang Perdana 4 Terdakwa Pembuat Uang Palsu di Gowa, Sulsel
Empat dari 18 tersangka kasus uang palsu menjalani sidang perdana di PN Gowa, Sulawesi Selatan, dengan ancaman hukuman 10 tahun penjara dan denda Rp10 miliar.

Pengadilan Negeri (PN) Kelas IIB Sungguminasa, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, menjadi saksi bisu persidangan perdana empat terdakwa kasus peredaran dan pembuatan uang palsu pada Selasa, 29 April. Keempat terdakwa, Andi Ibrahim (54), John Biliater Panjaitan (68), Muhammad Syahruna (52), dan Ambo Ala, dihadapkan pada dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) terkait dugaan pelanggaran Pasal 36 dan 37 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang. Sidang ini merupakan babak awal dari proses hukum terhadap 18 tersangka yang terlibat dalam kasus yang cukup signifikan ini.
Kepala Seksi Tindak Pidana Umum (Kasi Pidum) Kejaksaan Negeri Gowa, Sitti Nurdaliah, menjelaskan bahwa keempat terdakwa terancam hukuman maksimal 10 tahun penjara dan denda hingga Rp10 miliar. Dakwaan yang dilayangkan hampir serupa untuk keempat terdakwa, berfokus pada pembuatan dan peredaran uang palsu. Menariknya, para penasehat hukum terdakwa tidak mengajukan eksepsi, sehingga persidangan langsung berlanjut ke tahap pembuktian pada Rabu, 7 Mei mendatang.
Peran masing-masing terdakwa pun terungkap dalam persidangan. Andi Ibrahim, selain menyediakan alat dan bahan, juga berperan dalam mengedarkan uang palsu. Sementara itu, Muhammad Syahruna berperan sebagai pembuat uang palsu yang kemudian menjualnya kepada Andi Ibrahim. Ambo Ala dan John Biliater Panjaitan turut membantu proses pembuatan dan peredaran uang palsu tersebut. Kasus ini terungkap berkat pengembangan penangkapan pelaku pengedar uang palsu sebelumnya.
Peran Otak di Balik Pembuatan Uang Palsu
Sitti Nurdaliah mengungkapkan, ide awal pembuatan uang palsu berasal dari Annar Salahuddin Sampetoding, yang disebut sebagai "otak" di balik operasi ini. Annar memerintahkan Syahruna untuk membuat uang palsu di rumahnya di Jalan Sunu, Kota Makassar. Meskipun produksi awal tidak sempurna dan tidak dapat digunakan di ATM, Annar tetap memerintahkan penghentian produksi. Namun, Syahruna tetap melanjutkan kegiatan tersebut.
Annar kemudian memperkenalkan Syahruna kepada Andi Ibrahim, mantan kepala perpustakaan UIN Alauddin. Keduanya kemudian melanjutkan pembuatan uang palsu di ruangan perpustakaan Kampus UIN Alauddin Makassar di Samata, Kabupaten Gowa. Meskipun Annar telah memerintahkan penghentian produksi, pembuatan uang palsu tetap berlanjut. Alat dan bahan yang digunakan pun dipindahkan dari rumah Annar ke perpustakaan atas inisiatif Andi Ibrahim.
Proses pembuatan uang palsu yang dilakukan di perpustakaan kampus ini menjadi sorotan. Lokasi yang seharusnya menjadi tempat studi dan pengembangan ilmu pengetahuan justru disalahgunakan untuk kegiatan ilegal yang merugikan negara. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya pengawasan dan keamanan di lingkungan kampus.
Kesaksian dan Persiapan Sidang Selanjutnya
Alwi Wijaya, perwakilan penasehat hukum terdakwa Andi Ibrahim, menyatakan tidak keberatan dengan surat dakwaan yang dibacakan JPU. Pihaknya telah mempersiapkan 11 orang saksi untuk persidangan selanjutnya, dengan permintaan agar pemeriksaan dilakukan satu per satu untuk membedakan saksi yang memberatkan dan meringankan terdakwa.
Selain saksi, pihak penasehat hukum juga berencana menghadirkan saksi ahli dari luar Sulawesi Selatan. Saksi ahli ini akan memberikan keterangan terkait keaslian uang palsu yang dibuat, khususnya kemampuan uang palsu tersebut untuk digunakan dalam transaksi, termasuk melalui mesin ATM.
Persiapan matang dari tim penasehat hukum ini menunjukkan keseriusan mereka dalam membela kliennya. Mereka berupaya untuk memastikan proses persidangan berjalan adil dan sesuai dengan hukum yang berlaku. Hal ini juga menunjukkan pentingnya peran penasehat hukum dalam sistem peradilan Indonesia.
Sebelumnya, pada 17 Desember 2024, polisi menggerebek pabrik uang palsu di perpustakaan Kampus UIN Alauddin Makassar. Penggerebekan ini merupakan hasil pengembangan penangkapan pelaku pengedar uang palsu. Sebanyak 18 orang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini, dengan empat di antaranya menjalani sidang perdana pada Selasa, 29 April 2025.
Kasus ini menjadi pengingat penting tentang bahaya peredaran uang palsu dan perlunya upaya pencegahan dan penindakan yang tegas. Proses persidangan yang sedang berlangsung diharapkan dapat memberikan keadilan bagi semua pihak dan memberikan efek jera bagi para pelaku kejahatan ekonomi ini.