Sultan HB X Tekankan Pencegahan TPPO sebagai Tanggung Jawab Bersama
Sri Sultan Hamengku Buwono X menekankan pentingnya tanggung jawab bersama seluruh pemangku kepentingan dalam pencegahan dan penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di Yogyakarta.

Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Sri Sultan Hamengku Buwono X, menegaskan bahwa pencegahan dan penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) merupakan tanggung jawab bersama seluruh pemangku kepentingan (stakeholder). Pernyataan ini disampaikan Sultan dalam Rapat Paripurna DPRD DIY pada Selasa, 25 Februari 2024, yang membahas Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Pencegahan dan Penanganan Korban TPPO di Yogyakarta. Hal ini penting karena TPPO merupakan kejahatan luar biasa yang membutuhkan penanganan komprehensif dan sinergis dari berbagai pihak.
Sri Sultan menekankan bahwa upaya pencegahan dan penanganan korban TPPO merupakan wujud tanggung jawab berdasarkan pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yaitu melindungi segenap tumpah darah Indonesia. Beliau juga menyampaikan bahwa Raperda ini diajukan sebagai hasil evaluasi terhadap Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2014 tentang Perlindungan Terhadap Korban TPPO, yang dianggap perlu penyempurnaan untuk optimalisasi pelaksanaan.
Lebih lanjut, Sultan menyoroti pentingnya sinergi antara pemerintah, aparat penegak hukum, lembaga sosial, dan masyarakat agar upaya pencegahan dan penanganan korban TPPO berjalan efektif. Beliau juga mengingatkan perlunya kejelasan kewenangan pemerintah provinsi dalam menangani korban TPPO, mengingat pembentukan Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) merupakan kewenangan pemerintah kabupaten/kota, agar tidak terjadi tumpang tindih kebijakan dalam Raperda tersebut.
Kewenangan dan Sinergitas Antar Stakeholder
Sultan HB X memberikan catatan penting terkait peran perangkat daerah di sektor pariwisata yang diberi kewenangan memberi sanksi terhadap pelaku industri pariwisata yang terlibat dalam TPPO. Beliau mempertanyakan kajian komprehensif dalam naskah akademik mengenai kewenangan provinsi dalam sektor pariwisata dan sanksi yang dapat diberikan oleh perangkat daerah provinsi. Hal ini penting untuk memastikan tidak ada tumpang tindih dan kesesuaian dengan regulasi nasional.
Raja Keraton Yogyakarta ini juga meminta DPRD DIY memastikan agar kebijakan dalam raperda tidak bertentangan dengan kewenangan yang telah ditetapkan dalam regulasi nasional. Beberapa pasal dalam raperda yang mengatur kewenangan Pemerintah Pusat, terutama terkait pengendalian pemanfaatan sistem elektronik dalam upaya pencegahan TPPO, perlu dipertimbangkan kembali. Sri Sultan berpendapat bahwa hal tersebut sudah menjadi kewenangan Kementerian Komunikasi dan Informatika serta Badan Siber dan Sandi Negara.
Sri Sultan menekankan pentingnya koordinasi yang efektif dan kerja sama antar pemangku kepentingan sebagai kunci untuk mencegah dan menangani korban TPPO di daerah. "Kebijakan yang diatur dalam raperda ini diharapkan dapat mengefektifkan fungsi koordinasi dan kerja sama, terutama dalam tugas gugus tugas, serta bagaimana upaya sinergitas stakeholder dalam pencegahan dan penanganan TPPO," kata Sultan HB X.
Perlu Kajian Mendalam Terhadap Raperda
Sri Sultan juga menyoroti perlunya kajian mendalam terhadap kewenangan pemerintah provinsi dalam penanganan TPPO, khususnya terkait dengan pembentukan PPT yang menjadi kewenangan pemerintah kabupaten/kota. Beliau meminta agar Raperda tersebut dirumuskan secara jelas dan tidak menimbulkan tumpang tindih kebijakan. Hal ini penting untuk memastikan efektivitas dan efisiensi dalam penanganan TPPO di DIY.
Selain itu, Sultan juga menyoroti pasal-pasal dalam Raperda yang berkaitan dengan kewenangan pemerintah pusat, terutama dalam hal pemanfaatan sistem elektronik untuk pencegahan TPPO. Beliau mengingatkan agar pasal-pasal tersebut tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Koordinasi dan kolaborasi yang baik antara pemerintah daerah dan pemerintah pusat sangat penting untuk keberhasilan pencegahan dan penanganan TPPO.
Dengan demikian, Raperda Pencegahan dan Penanganan Korban TPPO di Yogyakarta diharapkan dapat menjadi landasan hukum yang kuat dan efektif dalam upaya pencegahan dan penanganan TPPO di DIY. Hal ini membutuhkan komitmen dan kerja sama yang kuat dari seluruh stakeholder terkait.
Kesimpulannya, pencegahan dan penanganan TPPO membutuhkan komitmen dan kerja sama yang kuat dari seluruh pemangku kepentingan. Raperda yang disusun perlu mempertimbangkan kewenangan masing-masing pihak dan memastikan tidak adanya tumpang tindih kebijakan agar upaya pencegahan dan penanganan TPPO dapat berjalan efektif dan efisien.