Tahukah Anda? Ribuan Guru PAUD Nonformal di Tulungagung Adukan Nasib, Desak Peningkatan Kesejahteraan
Ribuan guru PAUD nonformal di Tulungagung menyuarakan keresahan terkait minimnya kesejahteraan dan akses pendidikan. Bagaimana nasib Kesejahteraan Guru PAUD Nonformal di daerah?

Sejumlah guru pendidikan anak usia dini (PAUD) nonformal di Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur, baru-baru ini mendatangi gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) setempat. Kedatangan mereka pada Kamis, 31 Juli, bertujuan untuk mengadukan nasib serta meminta dukungan terkait peningkatan kesejahteraan. Mereka juga mendorong adanya perubahan regulasi dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas).
Aspirasi ini mencuat dari kondisi riil para pendidik yang berstatus nonformal. Ketua Himpunan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Anak Usia Dini Indonesia (Himpaudi) Tulungagung, Sunarmiati, mengungkapkan fakta mengejutkan. Dari total 1.244 guru PAUD di wilayah tersebut, tidak satu pun yang berhasil mengakses program pendidikan profesi guru (PPG), sebuah program krusial untuk sertifikasi dan peningkatan kompetensi.
Kondisi ini disebabkan oleh status nonformal yang melekat pada sebagian besar guru. Mereka selama ini hanya mengandalkan honorarium dari lembaga tempat mereka mengajar, yang seringkali sangat minim. Situasi ini menyoroti urgensi perhatian pemerintah daerah dan pusat terhadap kesejahteraan Guru PAUD Nonformal.
Kondisi Kesejahteraan Guru PAUD Nonformal di Tulungagung
Kesenjangan kesejahteraan menjadi isu utama yang disuarakan oleh para guru PAUD nonformal. Sunarmiati menjelaskan bahwa dari 1.244 guru, hanya 224 orang yang menerima insentif dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) II. Jumlah insentif yang diterima pun terbilang kecil, yakni Rp150 ribu per bulan.
Ironisnya, mayoritas guru PAUD nonformal, yaitu lebih dari seribu orang, tidak mendapatkan dukungan finansial apapun dari pemerintah daerah. Mereka sepenuhnya bergantung pada honorarium yang diberikan oleh yayasan atau lembaga tempat mereka mengajar. Besaran honorarium ini bervariasi, berkisar antara Rp50 ribu hingga Rp150 ribu per bulan, bahkan untuk yayasan dengan jumlah siswa yang banyak, mungkin bisa mencapai Rp200-300 ribu.
Selain masalah insentif, minimnya kesempatan peningkatan kompetensi juga menjadi sorotan. Kegiatan pelatihan bagi guru PAUD disebut hanya dilakukan setahun sekali dan seringkali terbatas untuk satu peserta saja. Kondisi ini tentu menghambat pengembangan profesionalisme dan kualitas pengajaran para pendidik anak usia dini.
Aspirasi dan Tuntutan Perubahan Regulasi
Menyikapi kondisi tersebut, Himpaudi Tulungagung berharap agar alokasi dana APBD II dapat diperluas. Dana tersebut diharapkan tidak hanya untuk insentif, tetapi juga untuk membiayai pelatihan dan peningkatan kapasitas guru PAUD secara lebih merata. Peningkatan kompetensi ini dianggap vital untuk memastikan kualitas pendidikan anak usia dini.
Lebih lanjut, Sunarmiati menekankan pentingnya perubahan Undang-Undang Sisdiknas. Perubahan regulasi ini diharapkan dapat membuka akses bagi guru PAUD nonformal untuk mengikuti program Pendidikan Profesi Guru (PPG). Dengan demikian, mereka bisa memperoleh sertifikasi guru, yang merupakan pengakuan profesional dan seringkali menjadi syarat untuk peningkatan kesejahteraan serta status kepegawaian.
Aspirasi ini menunjukkan keinginan kuat dari para guru untuk mendapatkan pengakuan dan dukungan yang setara dengan rekan-rekan mereka yang berstatus formal. Perubahan regulasi nasional menjadi kunci utama untuk mengatasi hambatan struktural yang menghalangi peningkatan kesejahteraan Guru PAUD Nonformal dan profesionalisme mereka.
Respon DPRD Tulungagung Terhadap Aspirasi Guru
Menanggapi aduan tersebut, Anggota Komisi A DPRD Tulungagung, Mashud, menyatakan dukungan penuh atas aspirasi para guru PAUD. Ia memahami betul bahwa akses terhadap program PPG memang masih terbentur oleh regulasi di tingkat nasional. Hal ini menunjukkan adanya kesadaran dari pihak legislatif mengenai akar permasalahan yang dihadapi para pendidik.
Mashud menegaskan komitmennya untuk mengawal aspirasi ini. “Kami akan sampaikan hasil hearing ini ke Bupati dan Ketua DPRD,” ujarnya. Ia juga menambahkan bahwa aspirasi guru PAUD, termasuk tuntutan terkait insentif dari APBD II, akan menjadi perhatian serius dalam pembahasan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) mendatang. Ini memberikan harapan bagi peningkatan kesejahteraan Guru PAUD Nonformal di masa depan.
Dukungan dari DPRD ini menjadi angin segar bagi para guru PAUD nonformal. Langkah ini diharapkan dapat menjadi jembatan antara aspirasi di tingkat bawah dengan kebijakan di tingkat daerah maupun nasional. Dengan adanya komitmen dari pihak legislatif, diharapkan ada perubahan signifikan yang dapat meningkatkan kualitas hidup dan profesionalisme para pendidik anak usia dini ini.