Tekanan di IHSG Diyakini Tak Akan Merambat Jauh, Rupiah Tetap Stabil
Analis Bank of New York menilai pelemahan IHSG pada Selasa lalu tidak akan berdampak signifikan pada pasar valas dan obligasi, karena pasokan dolar AS yang cukup dan kepemilikan asing atas surat utang pemerintah yang rendah.

Jakarta, 19 Maret 2024 - Pelemahan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang cukup signifikan pada Selasa, 18 Maret 2024, menarik perhatian para analis pasar. Aninda Mitra, Kepala Strategi Makro Asia Pasifik Bank of New York (BNY), memberikan pandangannya mengenai dampak pelemahan tersebut terhadap pasar valuta asing (valas) dan obligasi Indonesia. Menurutnya, dampak negatif tersebut tidak akan meluas.
Aninda menjelaskan bahwa meskipun terjadi tekanan moderat di pasar saham, penyebarannya ke pasar valas dan obligasi diprediksi terbatas. Hal ini didasarkan pada beberapa faktor kunci yang menopang stabilitas ekonomi Indonesia. Pasokan dolar AS yang melimpah dan kepemilikan asing atas surat utang pemerintah yang relatif rendah menjadi faktor utama yang mengurangi risiko penyebaran tekanan tersebut.
Lebih lanjut, Aninda menekankan bahwa kerentanan Indonesia terhadap pembalikan modal asing relatif lebih rendah dibandingkan sebelumnya. Pertumbuhan ekonomi, meskipun melambat, diimbangi dengan peraturan yang lebih ketat terkait devisa hasil ekspor. Hal ini memastikan ketersediaan likuiditas dolar AS yang cukup di dalam negeri, sehingga memberikan dukungan terhadap stabilitas nilai tukar Rupiah.
Analisis Pasar Saham dan Obligasi
Aninda memaparkan bahwa kepemilikan asing atas obligasi Rupiah masih berada di angka rendah, sekitar 15 persen dari total keseluruhan. Angka ini jauh di bawah puncak kepemilikan asing sebelum pandemi yang mencapai hampir 40 persen. “Sebagian besar kepemilikan ini mungkin juga dilindungi nilai valuta asing,” terang Aninda. Kondisi ini menunjukkan bahwa potensi dampak negatif dari pelemahan IHSG terhadap pasar obligasi relatif kecil.
Pada penutupan perdagangan sesi I Selasa lalu, IHSG tercatat melemah 395,87 poin atau 6,12 persen ke posisi 6.076,08. Indeks LQ45 juga mengalami penurunan yang signifikan, yaitu 38,27 poin atau 5,25 persen ke posisi 691,08. Penurunan tajam ini menyebabkan PT Bursa Efek Indonesia (BEI) melakukan pembekuan sementara perdagangan (trading halt) pada pukul 11:19:31 WIB melalui sistem perdagangan Jakarta Automated Trading System (JATS).
Pembekuan perdagangan ini dipicu oleh penurunan IHSG yang mencapai lebih dari 5 persen, sesuai dengan mekanisme yang telah ditetapkan oleh BEI untuk mencegah potensi kerugian yang lebih besar bagi investor. Langkah ini merupakan tindakan preventif yang umum dilakukan di pasar saham global untuk menjaga stabilitas pasar.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Stabilitas Rupiah
Beberapa faktor berkontribusi pada pandangan optimis Aninda mengenai stabilitas Rupiah. Peraturan yang lebih ketat tentang devisa hasil ekspor memastikan likuiditas dolar yang cukup di dalam negeri. Hal ini mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap aliran modal asing yang fluktuatif dan meningkatkan ketahanan terhadap tekanan eksternal.
Selain itu, kepemilikan asing atas obligasi pemerintah yang rendah juga menjadi faktor penyangga. Rendahnya kepemilikan asing ini mengurangi potensi dampak negatif dari perubahan sentimen investor asing terhadap pasar obligasi Indonesia. Dengan demikian, stabilitas nilai tukar Rupiah dapat tetap terjaga.
Secara keseluruhan, meskipun terjadi pelemahan IHSG, Aninda Mitra dari BNY tetap optimis bahwa dampaknya tidak akan meluas ke pasar valas dan obligasi. Pasokan dolar yang cukup, peraturan devisa yang ketat, dan kepemilikan asing atas obligasi yang rendah menjadi faktor kunci yang menopang stabilitas ekonomi Indonesia.
Meskipun demikian, perlu tetap diwaspadai potensi tekanan moderat di pasar. Pemantauan kondisi pasar dan antisipasi terhadap perkembangan ekonomi global tetap penting untuk menjaga stabilitas ekonomi Indonesia ke depannya. Pemerintah dan otoritas terkait perlu terus melakukan langkah-langkah untuk menjaga kepercayaan investor dan memastikan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.