Pasar RI Tahan Badai Tarif Impor AS: Fondasi Ekonomi Kuat Jadi Benteng
Kepala Ekonom Permata Bank dan Menko Airlangga optimistis pasar Indonesia tetap tangguh di tengah kenaikan tarif impor AS berkat fundamental ekonomi yang solid dan rendahnya eksposur terhadap AS.

Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengumumkan kenaikan tarif impor hingga 32 persen untuk sejumlah negara, termasuk Indonesia, pada 2 April 2025. Namun, berbeda dengan kekhawatiran banyak pihak, pasar Indonesia menunjukkan ketahanan yang signifikan. Kenaikan ini merupakan bagian dari kebijakan tarif Liberation Day yang diumumkan oleh pemerintah AS. Pertanyaannya, mengapa Indonesia relatif lebih tahan terhadap guncangan ini dibandingkan negara lain?
Jawabannya terletak pada fondasi ekonomi Indonesia yang kuat. Kepala Ekonom Permata Bank, Josua Pardede, mencatat bahwa Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Indonesia hanya melemah 7,9 persen sejak pengumuman kebijakan tersebut hingga 8 April 2025. Angka ini jauh lebih baik dibandingkan negara lain seperti Italia, Argentina, Vietnam, Prancis, Singapura, dan bahkan Amerika Serikat sendiri yang mengalami penurunan lebih signifikan (10,7 persen).
Pertumbuhan kredit yang masih double digit (10,42 persen), peningkatan belanja domestik selama Ramadhan, dan surplus neraca perdagangan menjadi beberapa faktor pendukung. Josua menekankan bahwa pasar internasional masih melihat Indonesia memiliki daya tahan fundamental yang baik. Hal ini menunjukkan kepercayaan investor terhadap ekonomi Indonesia di tengah ketidakpastian global.
Fundamental Ekonomi Indonesia yang Kuat
Salah satu kunci ketahanan ekonomi Indonesia adalah rendahnya eksposur langsung terhadap pasar AS. Ekspor Indonesia ke AS hanya berkontribusi sekitar 2,2 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), jauh lebih rendah dibandingkan negara seperti Vietnam (33 persen). Rendahnya ketergantungan ini memberikan fleksibilitas lebih besar bagi Indonesia dalam menghadapi kebijakan proteksionis AS.
Meskipun demikian, Josua mengakui adanya tekanan dan ketidakpastian global yang memengaruhi IHSG, seperti potensi perlambatan ekonomi dunia, disrupsi rantai pasok, dan depresiasi rupiah akibat capital outflow. Namun, dampaknya relatif lebih terkendali dibandingkan negara lain.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, senada dengan Josua. Ia menegaskan bahwa fundamental ekonomi Indonesia tetap solid. Pertumbuhan ekonomi yang stabil di kisaran 5 persen, inflasi Maret 2025 yang terkendali (1,03 persen yoy), dan rasio kecukupan modal (CAR) perbankan yang mencapai 27 persen menjadi bukti nyata kekuatan ekonomi domestik.
Airlangga juga menambahkan bahwa Dana Pihak Ketiga (DPK) di atas 5 persen, penyaluran kredit di atas 10,42 persen, likuiditas perbankan yang terjaga, dan loan to deficit ratio yang baik (88,92 persen) menunjukkan soliditas perbankan Indonesia.
Ketahanan Pasar Indonesia di Tengah Tekanan Global
Secara keseluruhan, kinerja pasar Indonesia di tengah kebijakan tarif impor AS menunjukkan ketahanan yang mengesankan. Hal ini berkat fundamental ekonomi yang kuat, rendahnya eksposur terhadap AS, dan pengelolaan ekonomi makro yang baik. Meskipun tantangan global masih ada, Indonesia menunjukkan kemampuannya untuk menghadapi guncangan eksternal dengan relatif baik.
Meskipun IHSG mengalami pelemahan, angka tersebut masih relatif kecil dibandingkan negara lain. Ini menunjukkan kepercayaan investor terhadap prospek ekonomi Indonesia jangka panjang. Pemerintah terus berupaya menjaga stabilitas ekonomi dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Ke depan, pemerintah perlu terus memantau perkembangan ekonomi global dan mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk menjaga stabilitas ekonomi domestik. Diversifikasi pasar ekspor juga penting untuk mengurangi ketergantungan pada pasar tertentu dan meningkatkan ketahanan ekonomi Indonesia terhadap guncangan eksternal.