Perang Tarif AS-China: Ancaman Terselubung bagi Ekonomi Indonesia?
Ekonom ingatkan Indonesia antisipasi dampak tak langsung perang tarif AS-China terhadap pertumbuhan ekonomi, terutama penurunan ekspor dan harga komoditas.

Apa, Siapa, Di mana, Kapan, Mengapa, dan Bagaimana? Perang tarif antara Amerika Serikat (AS) dan China menimbulkan ancaman tak langsung terhadap perekonomian Indonesia. Chief Economist Permata Bank, Josua Pardede, mengingatkan potensi pelemahan ekonomi China yang berdampak pada ekspor Indonesia. Peringatan ini disampaikan dalam webinar OJK Institute di Jakarta pada Kamis, 15 Mei. Ancaman ini muncul karena sekitar 20-25 persen ekspor Indonesia ditujukan ke China. Perlambatan ekonomi China akibat perang tarif dapat menekan pertumbuhan ekonomi Indonesia dan sektor keuangannya.
Peringatan Josua didasari pada penurunan proyeksi pertumbuhan ekonomi China oleh Dana Moneter Internasional (IMF) menjadi 4 persen untuk tahun ini dan tahun depan. Simulasi Permata Bank menunjukkan bahwa setiap penurunan 1 persen pertumbuhan ekonomi China akan mengurangi pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 0,1 persen. Dampak dari perlambatan ekonomi AS terhadap Indonesia relatif lebih kecil, sekitar 0,07 persen.
Selain dampak dari pelemahan ekonomi China, penurunan harga komoditas ekspor utama Indonesia, seperti CPO dan batubara, juga menjadi perhatian. Penurunan harga ini merupakan dampak tidak langsung dari perang tarif AS. Simulasi menunjukkan bahwa penurunan harga CPO dan batubara sebesar 10 persen akan masing-masing mengurangi PDB Indonesia sebesar 0,09 persen dan 0,08 persen. Situasi ini menuntut Indonesia untuk waspada dan mengambil langkah antisipatif.
Dampak Sektoral Perang Tarif AS-China
Ancaman perang tarif terhadap ekonomi Indonesia bervariasi antar sektor. Sektor manufaktur, khususnya ekspor ke AS, menjadi yang paling rentan. Pada 2024, ekspor manufaktur ke AS mencapai US$25,1 miliar, atau 12,9 persen dari total ekspor manufaktur Indonesia. Sebanyak 14 industri memiliki eksposur signifikan dan rentan terhadap perubahan tarif AS. Industri seperti tekstil, alas kaki, elektronik, furnitur, dan produk karet diperkirakan menghadapi risiko terbesar.
Sebaliknya, sektor pertambangan dan pertanian memiliki ketergantungan langsung yang terbatas terhadap AS. Namun, kedua sektor tetap rentan terhadap dampak tidak langsung berupa penurunan harga komoditas global akibat ketegangan perdagangan. Josua mencatat penurunan harga minyak, tembaga, nikel, dan produk pertanian setelah eskalasi perang dagang AS-China.
Josua menambahkan, "Jika eskalasi perdagangan ini berlanjut, maka pertumbuhan ekonomi global pun juga bisa melemah lebih jauh sehingga ini akan bisa menurunkan permintaan eksternal termasuk ekspor Indonesia." Hal ini menunjukkan pentingnya antisipasi terhadap dampak berkelanjutan dari perang tarif.
Meskipun dampak langsung perang tarif terhadap ekonomi Indonesia relatif marginal, Josua menekankan pentingnya penguatan ekonomi domestik. "Oleh sebab itu, reformasi struktural tetap harus dijalankan dan dipercepat dalam rangka memperkuat ekonomi domestik kita ke depannya," ujarnya.
Pentingnya Reformasi Struktural
Meskipun dampak langsung perang tarif AS-China terhadap Indonesia relatif kecil karena didominasi konsumsi domestik, Josua menekankan perlunya reformasi struktural untuk memperkuat ekonomi domestik. Hal ini penting untuk meminimalisir dampak negatif dari ketidakpastian ekonomi global.
Perang dagang antara AS dan China, yang dimulai sejak kepemimpinan Presiden Donald Trump, telah menimbulkan ketidakpastian ekonomi global. Meskipun AS dan China berupaya berunding untuk meredakan ketegangan, risiko masih tetap ada. Josua mengingatkan bahwa keberlanjutan gencatan senjata dagang bergantung pada dinamika negosiasi antara kedua negara.
"Kalau kita melihat ke depannya, tentunya risiko ataupun probability apakah gencatan perang dagang ini akan berlanjut atau tidak, tentunya probability ini pun akan dipengaruhi lagi oleh bagaimana dinamika dalam negosiasi dagang antara kedua belah pihak ke depannya," jelas Josua. Pernyataan ini menyoroti pentingnya pemantauan dan antisipasi terhadap perkembangan situasi global.
Kesimpulannya, Indonesia perlu waspada dan proaktif dalam menghadapi dampak tak langsung perang tarif AS-China. Penguatan ekonomi domestik melalui reformasi struktural menjadi kunci untuk meminimalkan risiko dan menjaga stabilitas ekonomi nasional. Pemantauan terhadap perkembangan negosiasi AS-China juga sangat penting untuk mengantisipasi perubahan situasi.