Terungkap! KPK Geledah Sepekan Terkait Kasus Kuota Haji, Mantan Menag Terseret
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) intensif melakukan penggeledahan selama sepekan dalam penyidikan Kasus Kuota Haji, mengungkap potensi kerugian negara triliunan rupiah.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah gencar melakukan serangkaian penggeledahan intensif selama sepekan terakhir. Tindakan ini merupakan bagian dari penyidikan kasus dugaan korupsi dalam penentuan kuota serta penyelenggaraan ibadah haji pada Kementerian Agama untuk periode 2023-2024. Proses penyidikan ini telah berlangsung sejak tanggal 9 hingga 15 Agustus 2025, menunjukkan keseriusan lembaga antirasuah dalam menuntaskan perkara tersebut.
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, mengonfirmasi bahwa penggeledahan difokuskan pada beberapa lokasi krusial. Lokasi-lokasi tersebut meliputi Kantor Kementerian Agama, kediaman pihak-pihak terkait, serta kantor pihak swasta atau biro perjalanan haji. Upaya ini dilakukan untuk mengumpulkan bukti-bukti yang kuat guna mengungkap terang dugaan praktik korupsi yang merugikan negara.
Penyidikan ini menjadi sorotan publik mengingat dampaknya yang signifikan terhadap antrean jemaah haji di Indonesia. KPK telah menyampaikan apresiasi atas dukungan masyarakat dalam penanganan kasus ini. Kasus Kuota Haji ini berpotensi merugikan keuangan negara dalam jumlah yang sangat besar, memengaruhi hak banyak calon jemaah haji.
Fokus Penggeledahan dan Penyitaan Barang Bukti
Dalam rangkaian penggeledahan yang dilakukan, KPK berhasil menyita sejumlah barang bukti penting. Barang bukti yang diamankan meliputi satu unit kendaraan roda empat, beberapa aset properti, dokumen-dokumen relevan, serta barang bukti elektronik. Seluruh barang bukti tersebut diharapkan dapat menjadi petunjuk kuat untuk menguraikan dugaan tindak pidana korupsi yang terjadi.
Budi Prasetyo menambahkan bahwa pada Jumat, 15 Agustus 2025, tim penyidik KPK juga menggeledah rumah mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas. Penggeledahan ini berlokasi di Jakarta Timur, menunjukkan jangkauan penyidikan yang luas. Selain itu, rumah seorang aparatur sipil negara (ASN) Kementerian Agama di Depok, Jawa Barat, turut menjadi sasaran penggeledahan.
Dari dua lokasi terakhir tersebut, KPK kembali menyita berbagai dokumen penting dan barang bukti elektronik. Satu unit kendaraan roda empat juga turut diamankan dari hasil penggeledahan tersebut. Penyitaan ini semakin memperkuat indikasi adanya keterlibatan pihak-pihak tertentu dalam Kasus Kuota Haji yang sedang diselidiki.
Perkembangan Penyidikan dan Potensi Kerugian Negara
KPK secara resmi memulai penyidikan perkara dugaan korupsi ini pada 9 Agustus 2025. Langkah awal penyidikan dilakukan setelah KPK meminta keterangan dari mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas pada 7 Agustus 2025. Proses ini menandai dimulainya babak baru dalam upaya pemberantasan korupsi di sektor penyelenggaraan ibadah haji.
Lembaga antirasuah juga sedang berkoordinasi erat dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI. Koordinasi ini bertujuan untuk menghitung secara pasti kerugian keuangan negara yang timbul akibat kasus tersebut. Penghitungan awal yang diumumkan KPK pada 11 Agustus 2025, menunjukkan angka yang mencengangkan, yakni lebih dari Rp1 triliun.
Sebagai bagian dari tindakan preventif, KPK telah mencegah tiga orang untuk bepergian ke luar negeri. Salah satu dari ketiga orang yang dicegah tersebut adalah mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas. Pencegahan ini dilakukan untuk memastikan para pihak terkait tetap berada di Indonesia selama proses penyidikan Kasus Kuota Haji berlangsung.
Sorotan Pansus DPR terhadap Kejanggalan Kuota Haji
Selain penanganan oleh KPK, Pansus Angket Haji DPR RI sebelumnya telah mengklaim menemukan sejumlah kejanggalan dalam penyelenggaraan ibadah haji tahun 2024. Temuan ini menambah daftar panjang permasalahan yang melingkupi pengelolaan haji di Indonesia. Pansus menyoroti beberapa aspek yang dianggap tidak sesuai dengan regulasi yang ada.
Titik poin utama yang menjadi sorotan Pansus adalah perihal pembagian kuota tambahan. Pemerintah Arab Saudi memberikan alokasi 20.000 kuota tambahan, namun Kementerian Agama membaginya secara 50:50. Artinya, 10.000 kuota dialokasikan untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus.
Pembagian ini dinilai tidak sesuai dengan amanat Pasal 64 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah. Undang-undang tersebut secara jelas mengatur bahwa kuota haji khusus seharusnya sebesar 8 persen, sedangkan 92 persen sisanya diperuntukkan bagi kuota haji reguler. Ketidaksesuaian ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan Kasus Kuota Haji.