Totok Hariyono: Bawaslu, Garda Terdepan Demokrasi, Bukan Sekadar Pekerja Pemilu
Anggota Bawaslu RI, Totok Hariyono, menekankan peran Bawaslu sebagai pengawal demokrasi, bukan hanya pekerja tahapan pemilu, dan mengajak jajarannya untuk terus menguatkan demokrasi meski tanpa tahapan pemilu.

Jakarta, 12 Maret 2024 - Anggota Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI, Totok Hariyono, memberikan penegasan penting terkait peran Bawaslu dalam konteks demokrasi Indonesia. Dalam pesannya kepada jajaran Bawaslu, Totok menekankan bahwa lembaga tersebut bukanlah sekadar pekerja yang hanya aktif selama tahapan pemilu, melainkan garda terdepan dalam memperkuat demokrasi di Indonesia. Pernyataan ini disampaikan di Jakarta pada Rabu lalu, menanggapi anggapan bahwa dengan berakhirnya tahapan pemilu, peran Bawaslu menjadi kurang signifikan.
Totok menegaskan bahwa keberadaan Bawaslu sebagai lembaga tetap, bukan bersifat ad hoc, menuntut komitmen yang berkelanjutan. "Tidak ada tahapan pemilu bukan berarti Bawaslu nganggur. Kita ini bukan ad hoc, kita itu badan tetap. Kita itu bukan pekerja tahapan pemilu, kita itu pekerja demokrasi," tegas Totok. Pernyataan ini sekaligus membantah anggapan bahwa kinerja Bawaslu hanya diukur dari aktivitasnya selama periode pemilu.
Lebih lanjut, Totok menekankan pentingnya penguatan demokrasi secara berkelanjutan, meskipun saat ini tidak ada tahapan pemilu, termasuk Pemilihan Suara Ulang (PSU). Menurutnya, Bawaslu memiliki tanggung jawab moral dan konstitusional untuk terus meningkatkan kualitas demokrasi di Indonesia. Hal ini sejalan dengan masa kerja Bawaslu yang berjangka lima tahun, bukan hanya terikat pada siklus pemilu. "Kita itu dibayar lima tahun, bukan dibayar per tahapan. Jika ada tahapan pemilu kita kerja, kalau tidak ada tahapan kita tidak kerja, tidak begitu," jelasnya.
Menguatkan Demokrasi Secara Partisipatif
Totok mendorong jajaran Bawaslu untuk aktif menguatkan demokrasi melalui mekanisme partisipatif yang melibatkan masyarakat luas. Ia menekankan bahwa pemilu hanyalah salah satu bagian kecil dari sistem demokrasi yang lebih besar. "Pengawasan kita gotong royong, partisipatif yang melibatkan masyarakat. Pemilu itu lingkup terkecil dari sebuah demokrasi," ujarnya. Partisipasi masyarakat dianggap krusial dalam menjaga dan meningkatkan kualitas demokrasi Indonesia.
Salah satu strategi yang diusulkan Totok adalah memanfaatkan media digital, seperti siniar (podcast), untuk mensosialisasikan pentingnya pengawasan partisipatif dan meningkatkan pemahaman publik terkait demokrasi. Hal ini dinilai sebagai cara yang efektif dan efisien untuk menjangkau masyarakat luas.
Totok juga mengingatkan agar jajaran Bawaslu tidak terpaku pada efisiensi semata, melainkan lebih fokus pada efektivitas kerja dalam memperkuat demokrasi. "Efisiensi jangan jadi sindrom. Harusnya kita bangga dapat melakukan kerja-kerja demokrasi lebih efektif," pesannya. Ia mendorong inovasi dan kreativitas dalam menjalankan tugas pengawasan, sehingga dampaknya dapat dirasakan secara nyata oleh masyarakat.
Bawaslu: Pengawas Demokrasi yang Berkelanjutan
Pernyataan Totok Hariyono memberikan penekanan penting pada peran Bawaslu sebagai lembaga yang bertanggung jawab atas pengawasan demokrasi secara berkelanjutan. Bukan hanya sebatas mengawasi tahapan pemilu, Bawaslu memiliki peran yang lebih luas dalam menjaga dan meningkatkan kualitas demokrasi di Indonesia. Dengan melibatkan masyarakat secara aktif dan memanfaatkan teknologi, Bawaslu diharapkan dapat menjalankan perannya secara efektif dan efisien.
Dengan demikian, Bawaslu tidak hanya menjadi lembaga yang bekerja saat ada tahapan pemilu, tetapi menjadi lembaga yang selalu hadir untuk memperkuat demokrasi Indonesia, sejalan dengan komitmen dan tanggung jawabnya sebagai lembaga negara yang bertugas mengawasi jalannya demokrasi.
Melalui berbagai program dan inisiatif, Bawaslu diharapkan dapat terus berkontribusi dalam menciptakan iklim demokrasi yang sehat, transparan, dan akuntabel di Indonesia. Partisipasi masyarakat menjadi kunci keberhasilan dalam upaya tersebut.