Upacara Melasti di Lumajang: Sucikan Diri dan Alam Menuju Nyepi 1947
Ribuan umat Hindu Tengger di Lumajang melaksanakan upacara Melasti di Pantai Watu Pecak sebagai rangkaian Nyepi 1947, menyucikan diri dan alam semesta serta mempererat tali persaudaraan.

Upacara Melasti, rangkaian penting Hari Raya Nyepi Tahun Saka 1947, telah dilaksanakan di Pantai Watu Pecak, Lumajang, Jawa Timur pada Minggu, 23 Maret 2024. Sekitar 2.500 umat Hindu, termasuk warga Tengger dari lereng Gunung Semeru dan Bromo, berkumpul untuk menyucikan diri dan alam semesta. Ketua PHDI Lumajang, Teguh Widodo, menjelaskan bahwa upacara ini bertujuan untuk membersihkan buana agung (alam semesta) dan buana alit (diri manusia) sebelum memasuki Catur Brata Penyepian.
Prosesi Melasti di Pantai Watu Pecak melibatkan berbagai elemen budaya dan spiritual. Umat Hindu Tengger terlihat khidmat membawa sesaji berupa bunga, buah, dan hasil bumi lainnya untuk dilarung ke laut. Sesaji ini melambangkan pelepasan segala kotoran lahir dan batin. Uniknya, sejumlah hewan ternak kecil seperti ayam juga ikut dilarung sebagai bentuk penghormatan kepada alam. Tarian Rejang Renteng dan Rejang Dewa yang dibawakan oleh para perempuan dengan busana kebaya dan kamen warna-warni menambah keindahan dan kesakralan upacara ini.
Upacara Melasti di Lumajang tidak hanya memiliki makna spiritual, tetapi juga sosial. Bagi masyarakat Tengger, acara ini menjadi momentum untuk mempererat hubungan antarsesama. Seperti yang diungkapkan oleh Wayan Sudarma, salah satu peserta upacara, "Kami percaya bahwa air laut memiliki kekuatan untuk menyucikan segala bentuk kekotoran. Melalui Melasti, kami memohon berkah agar diberikan kesucian lahir batin serta keseimbangan hidup." Hal senada juga disampaikan Ni Ketut Sri, peserta dari Desa Argosari, yang menyebut acara ini sebagai ajang silaturahmi dan menjaga persaudaraan.
Makna Melasti: Sucikan Buana Agung dan Buana Alit
Upacara Melasti merupakan ritual penyucian yang penting bagi umat Hindu. Melalui prosesi ini, umat Hindu memohon kesucian lahir batin dan keseimbangan hidup. Air laut dipercaya memiliki kekuatan untuk membersihkan segala kekotoran, baik lahir maupun batin. Sesaji yang dilarung ke laut menjadi simbol pelepasan segala hal negatif yang melekat pada diri manusia dan alam.
Tidak hanya itu, tarian sakral seperti Rejang Renteng dan Rejang Dewa juga menjadi bagian penting dari upacara ini. Tarian-tarian tersebut melambangkan kesucian, keharmonisan, dan persembahan umat kepada Sang Hyang Widhi Wasa. Gerakan-gerakan tari yang anggun dan penuh makna menambah khidmat suasana upacara Melasti.
Upacara ini juga menjadi momen penting bagi umat Hindu untuk mempererat tali persaudaraan. Dengan berkumpul bersama keluarga dan warga desa, mereka dapat memperkuat ikatan sosial dan menjaga keharmonisan di tengah masyarakat. Hal ini sejalan dengan ajaran Tri Hita Karana yang menekankan pentingnya hubungan harmonis dengan Tuhan, sesama manusia, dan alam.
Tri Hita Karana: Keseimbangan Kehidupan
Ajaran Tri Hita Karana, yang menekankan pentingnya harmoni antara manusia dengan Tuhan, sesama manusia, dan alam, menjadi landasan utama pelaksanaan upacara Melasti. Upacara ini menjadi wujud nyata dari komitmen umat Hindu untuk menjaga keseimbangan kehidupan. Dengan menyucikan diri dan alam, mereka berharap dapat memperoleh berkah dan menjalani kehidupan yang penuh harmoni.
Siraman air suci yang diberikan oleh pemangku adat di akhir upacara dipercaya membawa berkah dan membersihkan diri dari energi negatif. Hal ini semakin memperkuat makna spiritual dari upacara Melasti sebagai ritual penyucian diri dan alam.
Melalui upacara Melasti, umat Hindu Tengger di Lumajang tidak hanya menjalankan ritual keagamaan, tetapi juga memperkuat nilai-nilai sosial dan kearifan lokal. Acara ini menjadi bukti nyata bagaimana tradisi dan kepercayaan dapat dijaga dan diwariskan dari generasi ke generasi.
Semoga dengan terselenggaranya upacara Melasti ini, umat Hindu dapat menjaga keharmonisan hubungan dengan Tuhan, sesama manusia, dan alam, sehingga kehidupan tetap berjalan seimbang dan penuh berkah, seperti yang diharapkan oleh Ketua PHDI Lumajang.