Usulan Serangga untuk Menu MBG: Perlu Kajian Mendalam, Kata DPR
Anggota DPR RI Alifudin meminta kajian mendalam terkait usulan serangga sebagai lauk dalam Program Makan Bergizi Gratis (MBG) karena perbedaan kebiasaan makan dan potensi risiko kesehatan.
Jakarta, 30 Januari 2024 - Usulan penggunaan serangga sebagai lauk pauk dalam Program Makan Bergizi Gratis (MBG) mendapat sorotan dari anggota Komisi IX DPR RI, Alifudin. Ia menekankan perlunya kajian mendalam sebelum usulan tersebut diterapkan.
Alifudin mengungkapkan, usulan yang cukup kontroversial ini perlu dipertimbangkan secara matang untuk mencegah dampak negatif, terutama bagi anak-anak sebagai sasaran utama program MBG. Keberagaman kebiasaan makan di Indonesia menjadi faktor penting yang harus dipertimbangkan. Kebiasaan mengonsumsi serangga memang ada di beberapa daerah, tetapi di banyak wilayah lain, hal ini bisa jadi hal yang asing dan ditolak.
Ia menambahkan, "Kebiasaan makan setiap anak berbeda-beda. Ada anak yang sudah terbiasa dengan makan serangga di beberapa daerah tertentu, namun banyak juga yang merasa jijik dan tidak mau memakannya. Perasaan tidak nyaman ini harus dipertimbangkan dalam pengambilan kebijakan agar tujuan program untuk menciptakan pola makan bergizi tetap tercapai tanpa menimbulkan penolakan."
Faktor Budaya dan Keamanan Pangan
Alifudin menyoroti pentingnya mempertimbangkan keberagaman budaya dan kebiasaan makan di Indonesia. "Tidak semua daerah di Indonesia memiliki kebiasaan atau tradisi memakan serangga. Setiap daerah memiliki ciri khas kuliner yang telah berkembang sesuai dengan nilai budaya dan kebiasaan makan masyarakat setempat," jelasnya. Selain itu, bukan semua jenis serangga aman dikonsumsi. Beberapa jenis serangga mengandung racun atau patogen yang membahayakan kesehatan jika tidak diolah dengan benar. Oleh karena itu, pemilihan jenis serangga yang tepat memerlukan penelitian yang komprehensif untuk mencegah munculnya masalah kesehatan baru.
Pentingnya Edukasi, Bukan Solusi Instan
Lebih lanjut, Alifudin menekankan pentingnya memperhatikan aspek psikologis dan preferensi anak-anak. Pengenalan serangga sebagai lauk harus dilakukan secara edukatif, bukan sekadar solusi instan. "Pendidikan tentang pentingnya asupan gizi yang beragam dan seimbang jauh lebih penting daripada sekadar mengganti lauk dengan serangga," tegasnya. Ia mengimbau dilakukan dialog lebih lanjut dengan ahli gizi, masyarakat, dan pemangku kepentingan sebelum mengambil keputusan.
Respon Kepala BGN
Sebelumnya, Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Dadan Hindayana, menyatakan bahwa serangga bisa menjadi bagian menu MBG, disesuaikan dengan potensi sumber daya masing-masing daerah. Ia menjelaskan bahwa BGN menetapkan standar komposisi gizi, bukan standar menu nasional. Serangga, bagi beberapa daerah, merupakan sumber protein alternatif.
Kesimpulan
Kesimpulannya, usulan penggunaan serangga dalam MBG memerlukan kajian yang komprehensif dan menyeluruh, mempertimbangkan aspek budaya, keamanan pangan, serta aspek psikologis anak-anak. Edukasi gizi seimbang menjadi kunci utama, bukan sekadar mengganti lauk dengan serangga.