Walhi Sulteng Kecam Intimidasi Petani Sawit di Morowali Utara
Walhi Sulteng mengecam keras intimidasi dan penangkapan paksa petani sawit, Adhar Ompo, oleh PT SPN di Morowali Utara, serta mendesak penyelesaian konflik lahan secara perdata.

Petani sawit bernama Adhar Ompo alias Olong di Desa Peleru, Kabupaten Morowali Utara, Sulawesi Tengah, ditangkap paksa oleh pihak keamanan PT Sinergi Perkebunan Nusantara (SPN) bersama aparat kepolisian pada Kamis, 20 Maret 2023 sekitar pukul 15.30 WITA. Penangkapan tersebut terjadi saat Olong memanen tandan buah segar (TBS) di lahan yang ia klaim sebagai miliknya sejak tahun 1990, berdasarkan bukti Surat Keterangan Usaha (SKUK). Kejadian ini mendapat kecaman keras dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sulawesi Tengah.
Menurut Manajer Kampanye Walhi Sulteng, Wandi, penangkapan Olong merupakan bentuk kriminalisasi petani yang tidak sah. Pihak kepolisian yang terlibat, menurut Walhi, tidak menunjukkan surat perintah penangkapan. Lebih lanjut, Olong diduga mengalami kekerasan fisik berupa pemukulan saat mencoba merekam kejadian tersebut. Ponselnya juga diduga dirampas oleh Hengky, Humas PT SPN. Setelah ditahan di Polsek Mori selama satu jam, Olong kemudian dipindahkan ke Polres Morowali Utara tanpa sepengetahuan keluarganya.
Konflik ini berpusat pada klaim kepemilikan lahan. PT SPN, anak usaha Astra Agro Lestari (AALI), mengklaim lahan tersebut berdasarkan Hak Guna Usaha (HGU). Walhi Sulteng menyoroti penggunaan HGU yang diduga bermasalah, karena HGU tersebut sebelumnya dimiliki oleh PT Perkebunan Nusantara (PN) XIV, dan kedua perusahaan memiliki status hukum yang berbeda. Walhi menilai ketidakseriusan pemerintah dalam menangani konflik lahan menjadi pemicu utama permasalahan yang terus berulang.
Intimidasi dan Dugaan Pelanggaran Hukum
Walhi Sulteng mengecam keras tindakan represif dan intimidasi yang dilakukan oleh PT SPN dan aparat kepolisian terhadap Olong. Mereka menilai tindakan tersebut melanggar hukum dan hak asasi manusia. Perselisihan terkait lahan seharusnya diselesaikan melalui jalur perdata, bukan dengan cara-cara represif dan kriminalisasi petani. Proses penangkapan yang dilakukan tanpa surat perintah dan dugaan kekerasan fisik semakin memperkuat kecaman Walhi.
Olong sendiri mengaku mengalami pemukulan di bagian kepala oleh oknum anggota Brimob. Kejadian ini menunjukkan adanya dugaan pelanggaran prosedur hukum dan tindakan kekerasan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. Perampasan ponsel Olong oleh Hengky juga merupakan tindakan yang patut dipertanyakan dan perlu diselidiki lebih lanjut.
Walhi Sulteng menekankan pentingnya penegakan hukum yang adil dan transparan dalam menangani konflik agraria. Mereka mendesak agar pemerintah dan aparat penegak hukum bertindak tegas dan memberikan perlindungan kepada petani yang menjadi korban intimidasi dan kriminalisasi.
Tuntutan Walhi Sulteng dan Akar Masalah Konflik Lahan
Menanggapi kasus ini, Walhi Sulteng menyampaikan beberapa tuntutan penting. Pertama, mereka menuntut penghentian segera segala bentuk tindakan represif, intimidasi, dan penangkapan paksa terhadap Olong. Kedua, Walhi mendesak pengembalian lahan warga dan petani yang diduga dirampas oleh PT SPN. Ketiga, pembebasan Olong dari segala tuntutan hukum dan penyelesaian konflik melalui jalur perdata, bukan pidana.
Selain itu, Walhi juga mendesak PT SPN untuk menyelesaikan masalah status HGU yang masih bermasalah. Mereka juga meminta pemerintah dan pemerintah daerah untuk segera melakukan evaluasi terhadap seluruh izin perkebunan sawit di Sulawesi Tengah. Walhi menilai akar permasalahan konflik lahan ini terletak pada ketidakseriusan pemerintah dalam menyelesaikan sengketa lahan dan pengawasan izin perkebunan.
Ketidakjelasan status lahan dan lemahnya penegakan hukum menjadi celah bagi perusahaan perkebunan untuk melakukan tindakan sewenang-wenang terhadap petani. Hal ini menunjukkan perlunya reformasi agraria yang komprehensif dan berpihak pada rakyat.
Kesimpulan
Kasus intimidasi dan penangkapan paksa petani sawit di Morowali Utara ini menjadi sorotan penting terkait konflik agraria yang masih terjadi di Indonesia. Walhi Sulteng menyerukan agar pemerintah dan pihak terkait segera menyelesaikan masalah ini dengan adil dan transparan, serta memberikan perlindungan kepada petani. Penyelesaian konflik agraria yang berkelanjutan membutuhkan komitmen kuat dari semua pihak untuk menegakkan hukum, melindungi hak-hak petani, dan memastikan pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan.