Wamendagri: Pemimpin Seperti Konduktor, Butuh Kompetensi, Seni, dan Intuisi
Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya Sugiarto menganalogikan pemimpin sebagai konduktor yang memerlukan kompetensi, seni, dan intuisi untuk memimpin dengan efektif dan harmonis.

Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri), Bima Arya Sugiarto, baru-baru ini memberikan analogi menarik tentang kepemimpinan. Dalam acara Leader Forum Jakarta di Balai Kota DKI Jakarta, Selasa, 18 Februari 2024, ia membandingkan seorang pemimpin dengan seorang konduktor orkestra.
Kepemimpinan: Kompetensi, Seni, dan Intuisi
Menurut Wamendagri, seorang pemimpin ideal harus menguasai tiga hal utama: kompetensi, seni, dan intuisi. Ketiga elemen ini, baginya, saling berkaitan dan krusial untuk keberhasilan memimpin. "Pemimpin harus bertopang pada tiga hal: kompetensi, seni, dan intuisi," ujar Bima Arya.
Kompetensi, menurut Bima Arya, berarti pemimpin harus mampu memahami risiko dari setiap kebijakan yang diambil. Ia menekankan pentingnya ketegasan dan visi yang jelas. "Pemimpin yang kompeten akan tegas menyatakan arah kebijakan, cara pelaksanaannya, dan akan memimpin langsung," jelasnya. Ini menunjukkan pentingnya perencanaan matang dan kemampuan eksekusi yang terukur.
Seni kepemimpinan, bagi Wamendagri, terletak pada kemampuan memadukan ketegasan dengan kasih sayang. "Kasih sayang tanpa ketegasan akan lemah, tetapi ketegasan tanpa kasih sayang adalah kezaliman," tambahnya. Ini menyoroti pentingnya keseimbangan antara otoritas dan empati dalam memimpin.
Bima Arya mencontohkan sosok Ali Sadikin, mantan Gubernur DKI Jakarta, sebagai pemimpin yang berhasil memadukan kedua hal tersebut. Ketegasan dan keberanian Ali Sadikin, menurutnya, patut diteladani. "Tidak ada habisnya cerita tentang ketegasan beliau," ungkapnya.
Intuisi dalam Kepemimpinan
Selain kompetensi dan seni, intuisi juga menjadi faktor penting. Intuisi, menurut Wamendagri, membantu pemimpin menciptakan harmoni dan sinergi dalam pemerintahan. "Tanpa seni, tidak akan ada harmoni. Tanpa intuisi, tidak akan ada sinergi," jelas Bima Arya. Ini menunjukkan bahwa naluri dan kemampuan membaca situasi juga berperan penting dalam pengambilan keputusan.
Dalam kesempatan tersebut, Bima Arya juga mengapresiasi kinerja Penjabat (Pj.) Gubernur DKI Jakarta, Teguh Setyabudi. Ia memuji dedikasi Teguh Setyabudi selama menjabat. "Terima kasih atas segala kerja keras Bapak. Walaupun sebentar menjabat, mudah-mudahan bisa nanti dilanjutkan oleh Pak Gubernur baru," pungkas Bima Arya.
Kesimpulan
Pidato Wamendagri Bima Arya memberikan perspektif segar tentang kepemimpinan. Analogi konduktor orkestra menggambarkan kompleksitas peran seorang pemimpin yang membutuhkan lebih dari sekadar kemampuan teknis. Kepemimpinan yang efektif, menurutnya, adalah perpaduan harmonis antara kompetensi, seni, dan intuisi, yang mampu menciptakan pemerintahan yang efektif dan harmonis.