Warga Jember-Bondowoso Rayakan Lebaran Lebih Awal
Ratusan warga di perbatasan Jember-Bondowoso merayakan Idul Fitri lebih awal pada Minggu, 30 Maret 2025, mengikuti metode hisab dan rukyat yang diterapkan pondok pesantren setempat selama ratusan tahun.

Perayaan Idul Fitri lebih awal terjadi di perbatasan Kabupaten Jember dan Bondowoso, Jawa Timur. Ratusan warga sekitar Pondok Pesantren Mahfilud Dluror dan Ponpes Salafiyah Syafi'iyah di Desa Suger Kidul, Kabupaten Jember, merayakan Lebaran pada Minggu, 30 Maret 2025, berbeda dengan penetapan pemerintah. Mereka melaksanakan shalat Id di masjid dalam pesantren, di bawah pengamanan aparat kepolisian setempat mengingat lokasi yang berada di perbatasan dengan lalu lintas padat.
Perbedaan penetapan 1 Syawal 1446 Hijriah ini didasarkan pada kitab salaf Nushatul Majaalis wa Muntahobul Nafaais, yang telah diterapkan sejak tahun 1826 dengan sistem khumasi. Menurut Irwanto, Pengurus Ponpes Salafiyah Syafi'iyah, puasa mereka dimulai lebih awal, yakni pada 28 Februari 2025, sehingga genap 30 hari. Penetapan ini menggunakan metode hisab dan rukyat, berbeda dengan metode pemerintah dan Muhammadiyah, namun telah dilakukan turun-temurun selama ratusan tahun.
Meskipun penetapan awal puasa dan Idul Fitri berbeda setiap tahunnya, keharmonisan tetap terjaga. Warga sekitar pondok pesantren bebas memilih untuk merayakan Lebaran sesuai keyakinan masing-masing. Tidak ada paksaan dari pihak pondok pesantren, dan perayaan Lebaran dilakukan secara sederhana, menghormati warga yang masih menjalankan puasa.
Perbedaan Metode dan Tradisi Turun-Temurun
Penggunaan kitab salaf Nushatul Majaalis wa Muntahobul Nafaais dan sistem khumasi menjadi dasar perbedaan penetapan 1 Syawal di Desa Suger Kidul. Metode hisab dan rukyat yang diterapkan pondok pesantren berbeda dengan metode yang digunakan oleh pemerintah dan Muhammadiyah. Hal ini telah menjadi tradisi turun-temurun selama ratusan tahun, sehingga menjadi bagian integral dari kehidupan masyarakat setempat.
Irwanto menjelaskan bahwa meskipun berbeda, pihak pondok pesantren tetap menghormati perbedaan dan tidak memaksakan warga untuk mengikuti penetapan mereka. Toleransi dan saling menghormati antar warga tetap terjaga, mencerminkan kerukunan beragama di tengah perbedaan metode penentuan hari raya.
Kepolisian Sektor (Polsek) Jelbuk turut mengamankan jalannya shalat Id. AKP Brisan Imanulla, Kapolsek Jelbuk, menyatakan bahwa pengamanan dilakukan bersama tiga pilar, dibantu petugas keamanan pondok pesantren. Pelaksanaan shalat Id berjalan lancar dan kondusif, dengan pengaturan arus lalu lintas untuk mengatasi kepadatan kendaraan di perbatasan dua kabupaten.
Kerukunan di Tengah Perbedaan
Masyarakat Desa Suger Kidul telah terbiasa dengan perbedaan dalam penentuan awal puasa Ramadhan dan Idul Fitri. Perbedaan ini justru dilihat sebagai anugerah dan tidak menjadi penghalang bagi terwujudnya kerukunan dan persatuan di tengah masyarakat. Hal ini menunjukkan toleransi dan kebersamaan yang tinggi di tengah keberagaman metode penentuan hari besar keagamaan.
Sikap toleransi dan saling menghormati ini patut diapresiasi. Keberagaman metode penentuan hari raya tidak menjadi penyebab konflik, justru menjadi bukti kuatnya kerukunan antar warga di Desa Suger Kidul. Mereka mampu hidup berdampingan dengan damai, saling menghargai perbedaan keyakinan dan tradisi.
Perbedaan dalam penentuan hari raya ini juga menjadi pembelajaran penting tentang pentingnya toleransi dan saling menghormati dalam keberagaman. Desa Suger Kidul menjadi contoh nyata bagaimana perbedaan dapat dimaknai sebagai kekuatan untuk mempererat persatuan dan kesatuan.
Perayaan Idul Fitri di Desa Suger Kidul menjadi bukti nyata bahwa perbedaan bukan penghalang untuk membangun kerukunan. Sikap saling menghormati dan toleransi yang tinggi menjadi kunci utama terciptanya suasana yang damai dan harmonis di tengah masyarakat.