Jamaah Al Muhdlor Tulungagung Gelar Shalat Idul Fitri Lebih Awal, Ini Alasannya!
Puluhan jamaah Pesantren Al Khoiriyah di Tulungagung, Jawa Timur, melaksanakan shalat Idul Fitri lebih awal dari ketetapan pemerintah berdasarkan perhitungan ilmu falak, sebuah tradisi yang telah berlangsung turun-temurun.

Pada Sabtu, 29 April 2023, puluhan jamaah Pesantren Al Khoiriyah, lebih dikenal sebagai jamaah Al Muhdlor di Desa Wates, Kecamatan Sumbergempol, Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur, melaksanakan shalat Idul Fitri 1444 Hijriah lebih awal dari penetapan pemerintah. Shalat Id dilaksanakan di Masjid Nur Muhammad, kompleks Pesantren Al Khoiriyah. Kejadian ini menimbulkan pertanyaan: mengapa mereka melaksanakan shalat Id lebih awal, bagaimana prosesnya, dan apa dampaknya?
Kapolsek Sumbergempol, Iptu Mohammad Anshori, memantau langsung jalannya shalat Id dan memastikan kegiatan berlangsung khusyuk tanpa gangguan. Pengamanan melibatkan unsur kepolisian dan TNI untuk menjamin keamanan dan ketertiban selama pelaksanaan ibadah. Sekitar 60 orang, terdiri dari keluarga pesantren dan santri khusus, mengikuti shalat Id tersebut.
Uniknya, untuk menghormati mereka yang masih berpuasa, shalat Id dilakukan tanpa pengeras suara. Jamaah melakukan takbir dengan suara rendah di dalam masjid, menandai dimulainya shalat Id. Setelah shalat, jamaah Al Muhdlor tidak langsung mengadakan “open house” dan menunggu penetapan resmi pemerintah untuk kegiatan tersebut.
Tradisi Turun-Temurun Berbasis Ilmu Falak
Pelaksanaan shalat Id lebih awal di Pesantren Al Khoiriyah merupakan tradisi turun-temurun. Keputusan ini berdasarkan perhitungan ilmu falak yang mereka ikuti, sesuai petunjuk ahli falak. Tradisi ini bermula sejak masa almarhum Habib Sayyid Ahmad bin Salim Al Muhdlor dan diteruskan oleh pengasuh pondok pesantren saat ini, Habib Hamid Bin Ahmad Al Muhdlor.
Meskipun berbeda dengan penetapan waktu ibadah mayoritas umat Islam di Indonesia, tradisi ini selaras dengan tradisi Nahdliyin (NU), mengingat latar belakang jamaah yang berasal dari keluarga Nahdliyin. Perbedaan ini dianggap sebagai khilafiah, perbedaan pendapat yang diperbolehkan dalam Islam.
Jamaah Al Muhdlor memulai puasa Ramadhan dua hari lebih awal dan menjalankan ibadah puasa selama 30 hari penuh. Hal ini menyebabkan hari raya Idul Fitri mereka jatuh lebih awal dibandingkan dengan penetapan pemerintah.
Sikap Toleransi dan Kebhinekaan
Perbedaan dalam penetapan waktu shalat Id ini menunjukkan keragaman dalam beribadah di Indonesia. Sikap toleransi dan saling menghormati antarumat beragama sangat penting dalam menjaga keharmonisan dan persatuan bangsa. Kehadiran aparat keamanan dalam mengamankan jalannya shalat Id juga menunjukkan komitmen pemerintah dalam menjaga kerukunan umat beragama.
Perbedaan ini juga menjadi bukti nyata tentang kekayaan budaya dan tradisi keagamaan di Indonesia. Meskipun terdapat perbedaan dalam menentukan waktu pelaksanaan ibadah, hal ini tidak mengurangi kekhusyukan dan keimanan para jamaah dalam menjalankan ibadah Idul Fitri.
Keberagaman dalam beribadah merupakan bagian dari kekayaan budaya Indonesia yang perlu dijaga dan dihormati. Sikap toleransi dan saling menghormati antarumat beragama menjadi kunci utama dalam menjaga persatuan dan kesatuan bangsa.
Dengan tetap berpegang teguh pada nilai-nilai kebhinekaan, perbedaan dalam pelaksanaan ibadah justru memperkaya khazanah budaya dan tradisi keagamaan di Indonesia.
Sikap saling menghargai dan menghormati perbedaan pendapat dalam hal keagamaan menjadi kunci utama dalam menjaga kerukunan dan kedamaian di tengah masyarakat yang majemuk.
Kesimpulan
Shalat Idul Fitri lebih awal yang dilakukan jamaah Al Muhdlor di Tulungagung merupakan tradisi yang berakar pada perhitungan ilmu falak dan telah berlangsung turun-temurun. Meskipun berbeda dengan penetapan pemerintah, hal ini menunjukkan keberagaman dalam beribadah di Indonesia dan pentingnya sikap toleransi dan saling menghormati antar umat beragama.