Warga Makassar Gugat Telkomsel: Kartu Perdana Rp10 Juta Aktif di Tangan Orang Lain!
Sucianto, warga Makassar, menggugat Telkomsel karena kartu perdana seharga Rp10,6 juta yang dibelinya aktif digunakan orang lain, meskipun ia telah berupaya melapor berulang kali.

Seorang warga Makassar, Sucianto, tengah berjuang mendapatkan keadilan setelah merasa diperlakukan tidak adil oleh PT Telkomsel. Ia menggugat perusahaan telekomunikasi tersebut ke Pengadilan Negeri Makassar karena kartu perdana barunya senilai Rp10,6 juta justru aktif digunakan oleh orang lain. Kasus ini bermula pada Mei 2024, ketika Sucianto membeli kartu perdana prabayar dari vendor resmi Telkomsel, PT Finnet Indonesia. Kejadian ini menimbulkan pertanyaan besar: bagaimana kartu perdana yang baru dibeli bisa langsung aktif di tangan orang lain, dan mengapa upaya Sucianto untuk mendapatkan solusi dari Telkomsel justru menemui jalan buntu?
Setelah membeli kartu perdana tersebut, Sucianto mendapati kartu tersebut tidak dapat diaktifkan. Yang lebih aneh lagi, proses aktivasi tidak meminta Nomor Induk Keluarga (NIK) dan Kartu Keluarga (KK) seperti biasanya. Upaya Sucianto untuk mendapatkan penjelasan di GraPARI pun sia-sia, bahkan ia dinyatakan kalah meskipun tidak memiliki kartu fisik tersebut. Ia kemudian mencoba melapor ke call center 118, namun setelah empat kali tiket dikeluarkan dan menunggu selama satu bulan, masalahnya tetap belum terselesaikan. Parahnya lagi, nomor tersebut ternyata aktif digunakan oleh orang lain yang identitasnya tidak diketahui.
Setelah berbagai upaya penyelesaian masalah yang dilakukan Sucianto menemui jalan buntu, ia akhirnya memutuskan untuk menempuh jalur hukum. Didampingi oleh penasihat hukumnya, St Fatiha, Sucianto resmi menggugat PT Telkomsel ke Pengadilan Negeri Makassar. Langkah ini diambil setelah berbagai upaya penyelesaian masalah secara internal, termasuk pertemuan dan mediasi, gagal membuahkan hasil. Sucianto merasa haknya sebagai konsumen diabaikan, dan waktu berbulan-bulan telah terbuang sia-sia hanya untuk mengurus masalah ini, bahkan sampai merugikan acara ulang tahun anaknya.
Kronologi Kasus dan Tuntutan Hukum
Sucianto membeli kartu perdana prabayar seharga Rp10,6 juta pada Mei 2024. Kartu tersebut tidak dapat diaktifkan dan tidak meminta NIK/KK saat aktivasi. Setelah berbagai upaya pelaporan ke GraPARI dan call center 118 tanpa hasil, diketahui nomor tersebut aktif digunakan orang lain. Telkomsel berdalih adanya anomali sistem, menawarkan penggantian kartu, tetapi menolak permintaan Sucianto untuk mendapatkan nomor tersebut karena memiliki nilai sentimental (angka kelahiran anak-anaknya).
Pihak Telkomsel, dalam surat tanggapan pada 10 Januari 2025 yang ditandatangani GM Costumer Care and Retention Area Pamasuka Arief Sefian, menyatakan adanya anomali sistem sebagai penyebab nomor tersebut aktif. Mereka menawarkan penggantian dengan kartu perdana kategori golden, namun menolak permintaan Sucianto untuk mendapatkan nomor tersebut kembali. Sucianto bersikukuh menginginkan nomor tersebut karena nilai sentimentalnya. Kegagalan mediasi dan upaya penyelesaian internal membuat Sucianto akhirnya menempuh jalur hukum.
Gugatan perdata perbuatan melawan hukum diajukan oleh Sucianto, dengan dugaan pelanggaran pasal 153 ayat 7 dan pasal 154 Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika nomor 5 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi. Telkomsel juga dianggap melanggar prinsip Know Your Customer (KYC) karena tidak mengetahui siapa yang mengaktifkan nomor tersebut. Sidang telah berjalan tiga kali, dan sidang berikutnya pada 10 April 2025 akan berfokus pada pembuktian.
Tanggapan Telkomsel
Menanggapi gugatan tersebut, GM Regional Costumer Business Telkomsel Sulawesi, Kuntum Wahyudi, menyatakan bahwa pihaknya akan menghormati proses hukum yang sedang berjalan. Telkomsel menegaskan komitmennya untuk mengikuti proses hukum, mengedepankan kepentingan pelanggan, dan bekerja sama dengan pihak terkait. Mereka juga menyatakan berpegang pada prinsip pelayanan yang transparan dan profesional dalam memberikan solusi terbaik kepada pelanggan.
Namun, pernyataan tersebut tidak menjawab inti permasalahan yang dihadapi Sucianto, yaitu bagaimana kartu perdana yang baru dibelinya dapat aktif di tangan orang lain dan mengapa upaya penyelesaian masalahnya justru dipersulit. Kasus ini menjadi sorotan karena menyangkut hak konsumen dan transparansi layanan operator seluler di Indonesia. Proses hukum yang sedang berlangsung akan menentukan apakah Telkomsel bertanggung jawab atas kerugian yang dialami Sucianto dan apakah ada pelanggaran hukum yang terjadi.
Kasus ini juga menimbulkan pertanyaan tentang pengawasan terhadap penjualan dan aktivasi kartu perdana. Mekanisme yang memungkinkan kartu perdana aktif tanpa verifikasi identitas yang ketat perlu dikaji ulang untuk mencegah kejadian serupa terulang kembali. Keputusan pengadilan nantinya akan menjadi preseden penting bagi perlindungan konsumen dalam industri telekomunikasi di Indonesia.