DPR Minta Edukasi Pariwisata Ditingkatkan: Masyarakat Lokal Jadi Penonton di Destinasi Wisata Sendiri?
Komisi VII DPR RI mendesak peningkatan edukasi pariwisata berkelanjutan untuk masyarakat agar potensi destinasi daerah terangkat, karena minimnya kesadaran masyarakat lokal akan pentingnya menjaga destinasi wisata.
Anggota Komisi VII DPR RI, Putra Nababan, menyoroti rendahnya kesadaran masyarakat sekitar destinasi wisata, terutama di daerah-daerah prioritas dan super prioritas, dalam menjaga kelestarian dan pengelolaan destinasi wisata. Hal ini disampaikan dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) bersama Menteri Pariwisata yang berlangsung secara daring di Jakarta, Selasa (11/3).
Menurut Putra, masyarakat lokal seringkali hanya menjadi penonton, tanpa memiliki kesadaran akan pentingnya menjaga keberlanjutan destinasi wisata. Minimnya kesadaran ini terlihat dari masih diabaikannya aspek kebersihan di beberapa destinasi wisata. Ia menekankan perlunya peningkatan edukasi pariwisata yang berkelanjutan agar potensi destinasi di tiap daerah dapat lebih terangkat.
"Sebagian dari mereka minim sekali sadar pariwisatanya, kesadaran berwisata dan kesadaran menjaga keberlanjutan destinasi pariwisata. Inilah yang membuat Panja DPR waktu itu, agar masalah pendidikan betul-betul masuk ke dalam undang-undang pariwisata," ungkap Putra Nababan.
Masyarakat Lokal Kurang Sadar Pariwisata Berkelanjutan
Putra Nababan mencontohkan, di daerah Manggarai, Nusa Tenggara Timur (NTT), industri pariwisata sedang berkembang pesat. Namun, masyarakat lokal justru lebih memilih bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS), di sektor kesehatan, atau pendidikan. Hal ini menunjukkan kurangnya pemahaman masyarakat akan peluang ekonomi yang ada di sektor pariwisata.
Ia juga menyoroti ketidakjelasan posisi pariwisata dalam undang-undang pendidikan. Pariwisata, menurutnya, tidak secara gamblang disebutkan dalam beberapa aturan seperti Peraturan Menteri Pendidikan Nomor 12 Tahun 2024 tentang penerapan Kurikulum Merdeka dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas).
Kondisi ini, kata Putra, menyebabkan terputusnya hubungan antara pendidikan dan kesadaran akan pariwisata berkelanjutan. "Yang kita inginkan adalah kebersihan kan terhadap pariwisata dalam konteks itu jadi kita bicara tentang sadar wisata, kesadaran berwisata dan keberlanjutan destinasi wisata dilakukan dalam pendidikan formal dan informal ini tidak nyambung karena pemerintah hanya mengatakan terkait pendidikan secara nasional," jelasnya.
Usulan Integrasi Pariwisata dalam Kurikulum Pendidikan
Sebagai solusi, Putra Nababan meminta pemerintah untuk memasukkan materi pariwisata ke dalam kurikulum pendidikan formal dan informal. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya pariwisata berkelanjutan dan pengelolaan destinasi wisata yang baik.
Selain itu, ia juga mendorong pemerintah untuk lebih aktif dalam diplomasi budaya. "Ibu Menteri lakukan di pameran dagang pariwisata di dunia, di Berlin Ibu Menteri Widiyanti membawa Danau Toba, Batak, budaya kita, itulah yang Ibu lakukan di sana diplomasi budaya kita. Sebagai pembuat undang-undang, kita ingin agar budaya Indonesia betul-betul menjadi soft diplomacy kita dengan dunia internasional, inilah yang ingin kita berikan penguatannya," ujar Putra.
Putra menekankan pentingnya kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan pelaku industri pariwisata untuk menciptakan destinasi wisata yang berkelanjutan dan berdaya saing. Ia berharap pemerintah dapat lebih responsif terhadap usulan ini dan segera mengambil langkah-langkah konkret untuk meningkatkan edukasi pariwisata di Indonesia.
Dengan demikian, diharapkan masyarakat lokal tidak hanya menjadi penonton, tetapi juga menjadi bagian aktif dalam pengembangan dan pelestarian destinasi wisata di daerahnya masing-masing. Peningkatan kesadaran ini akan berdampak positif pada keberlanjutan sektor pariwisata Indonesia.