Fakta Unik Islam: Kapan Kebohongan Diperbolehkan? Ini Dalil dan Contohnya
Islam memandang kebohongan tercela, namun ada situasi khusus di mana kebohongan yang diperbolehkan dalam Islam. Simak dalil dan contohnya di sini!

Kebohongan seringkali dianggap sebagai perbuatan tercela dan dilarang keras dalam ajaran Islam. Namun, tahukah Anda bahwa terdapat situasi khusus di mana Islam justru memberikan kelonggaran untuk berkata tidak sesuai fakta? Kondisi ini bukan berarti menghalalkan dusta secara mutlak, melainkan sebagai langkah bijak.
Kelonggaran ini diberikan saat mengungkapkan kebenaran justru dapat menimbulkan mudarat atau kerusakan yang lebih besar. Dalam konteks tertentu, kebohongan ini tidak dianggap dosa, melainkan upaya untuk menjaga kemaslahatan umat. Hal ini penting untuk dipahami agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam praktik syariat.
Untuk itu, memahami jenis-jenis kebohongan yang diperbolehkan dalam Islam menjadi krusial bagi setiap Muslim. Artikel ini akan mengulas dalil hadis serta berbagai contoh konkret dari situasi tersebut. Tujuannya adalah memberikan pemahaman yang komprehensif mengenai batasan dan tujuan dari kebolehan ini.
Dalil Hadis yang Memperbolehkan Berbohong
Dalam ajaran Islam, terdapat metode komunikasi yang menyerupai kebohongan namun sejatinya bukan dusta, dikenal sebagai ma’aridh atau tauriyah. Teknik ini melibatkan penggunaan kalimat yang memiliki makna ganda atau ambigu. Tujuannya adalah agar lawan bicara menafsirkan ucapan tersebut secara berbeda dari maksud sebenarnya.
Salah satu contoh klasik penerapan tauriyah terdapat dalam kisah Nabi Ibrahim AS bersama istrinya, Sarah, yang diriwayatkan oleh Bukhari. Saat melewati wilayah penguasa zalim, Nabi Ibrahim menyebut Sarah sebagai "saudari-ku" ketika ditanya. Maksud Nabi Ibrahim adalah saudara seiman, namun sang penguasa memahaminya sebagai saudara kandung, sehingga Sarah selamat dari niat jahat penguasa tersebut.
Penggunaan kalimat samar ini diperbolehkan untuk melindungi diri atau menghindari bahaya yang lebih besar, selama tujuan akhirnya adalah mewujudkan kemaslahatan. Penting untuk dicatat bahwa tauriyah tidak boleh menimbulkan kerugian bagi orang lain. Ini adalah bentuk kebijaksanaan dalam berkomunikasi untuk mencapai tujuan mulia.
Dalil lain yang mendukung kebolehan ini berasal dari hadis Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim. Hadis tersebut menyatakan, "Bukanlah termasuk pendusta orang yang berusaha memperbaiki hubungan antar manusia, lalu menyampaikan kebaikan atau berkata yang mengandung kebaikan." Hadis ini secara tegas menunjukkan bahwa kebohongan yang bertujuan mendamaikan pihak yang berseteru tidak termasuk perbuatan tercela.
Contoh Kebohongan yang Diperbolehkan dalam Islam
Kebohongan yang diizinkan dalam Islam memiliki batasan dan tujuan yang jelas, bukan untuk mencari keuntungan pribadi atau merugikan orang lain. Apabila suatu tujuan kebaikan dapat dicapai tanpa berbohong, maka berbohong tetap haram. Namun, jika kebaikan tersebut mustahil terwujud kecuali dengan kebohongan, maka hal itu dibolehkan.
Dari sisi hukum, kebohongan ini bisa berstatus mubah (boleh) atau wajib. Jika tujuan yang ingin dicapai hukumnya mubah, maka kebohongan itu juga mubah. Sebaliknya, apabila tujuannya bersifat wajib, seperti menyelamatkan nyawa atau harta, maka berbohong untuk mencapainya pun menjadi wajib hukumnya.
Beberapa contoh konkret kebohongan yang diperbolehkan antara lain demi keselamatan jiwa dan harta. Misalnya, seorang Muslim yang dicegat oleh perampok diperbolehkan menyembunyikan fakta tentang hartanya. Demikian pula saat membawa titipan orang lain dan dihadang pihak yang ingin merampasnya, menyembunyikan kebenaran menjadi langkah yang dibenarkan syariat demi menjaga amanah.
Dalam konteks rumah tangga, berkata tidak sesuai fakta untuk menyenangkan hati pasangan juga termasuk yang diperbolehkan. Contohnya, seorang suami memuji masakan istri yang kurang sedap demi menjaga perasaan dan keharmonisan. Hal ini bertujuan menciptakan suasana rumah tangga yang positif dan menghindari perselisihan yang tidak perlu.
Selain itu, menyampaikan informasi palsu dalam peperangan untuk menyelamatkan nyawa pasukan juga diizinkan. Dalam perang yang bertujuan membela agama, menggunakan strategi untuk mengecoh musuh, termasuk menyampaikan informasi menyesatkan, diperbolehkan. Ini dimaksudkan untuk melindungi pasukan dan menjaga keberlangsungan perjuangan.
Terakhir, mengatakan hal yang tidak sebenarnya demi menciptakan perdamaian juga termasuk kebohongan yang diperbolehkan. Ketika dua pihak berselisih dan menyimpan dendam, seorang perantara boleh menyampaikan sesuatu yang dapat melunakkan hati keduanya, meskipun tidak sepenuhnya benar, demi menghapus permusuhan dan mengembalikan hubungan baik antar sesama.