Perang Kota: Lebih dari Sekadar Baku Tembak, Film Mouly Surya Reinterpretasi Jalan Tak Ada Ujung
Film "Perang Kota" garapan Mouly Surya bukan hanya menyajikan adegan pertempuran, tetapi juga eksplorasi ideologi, bahasa, dan perjuangan melawan kolonialisme pasca-kemerdekaan Indonesia.
Film terbaru Mouly Surya, "Perang Kota," yang diadaptasi dari novel "Jalan Tak Ada Ujung" karya Mochtar Lubis, telah dirilis dan menyita perhatian publik. Film bergenre drama perang ini tidak hanya menampilkan adegan pertempuran bersenjata di tengah kota Jakarta pasca-kemerdekaan, tetapi juga mengangkat isu-isu krusial seperti pertarungan ideologi, penggunaan bahasa, dan perjuangan melawan segregasi gender dalam relasi kuasa. Film ini diklasifikasikan sebagai film dewasa (17 tahun ke atas) oleh Lembaga Sensor Film.
Sutradara Mouly Surya berhasil merepresentasikan pergulatan para tokoh dalam film ini dengan gamblang. Salah satu adegan yang menarik perhatian adalah dialog Baba Tan, seorang Tionghoa nasionalis yang diperankan oleh Chew Kin Wah, yang mengatakan, "Belanda, pakai baju Inggris, Nederlands spreken." Kalimat ini menggambarkan bagaimana bahasa Belanda menjadi simbol kolonialisme yang perlu dilawan oleh masyarakat Indonesia pasca-Perang Dunia II.
Film ini juga menyoroti upaya para pejuang kemerdekaan dalam melawan warisan kolonialisme melalui penggunaan Bahasa Indonesia. Meskipun penggunaan bahasa daerah dan kata-kata serapan Belanda masih muncul di beberapa dialog, semangat perjuangan melalui bahasa Indonesia tetap tergambar kuat dalam film ini, ditandai dengan seruan "merdeka!" yang disampaikan para tokoh.
Pertarungan Ideologi dan Bahasa di Layar Lebar
Penggunaan berbagai bahasa dalam film "Perang Kota" memang menjadi pilihan berani Mouly Surya. Meskipun berpotensi membuat sebagian penonton kesulitan mengikuti alur cerita, penggunaan tata suara yang lantang dan penambahan teks bawah layar (takarir) berhasil meminimalisir kendala tersebut. Keputusan ini, menurut sutradara, bertujuan untuk merepresentasikan realitas multibahasa pada masa itu.
Selain itu, penggunaan rasio aspek layar 4:3 memberikan kesan klasik dan intim, sekaligus memperkuat elemen estetika dan naratif film. Penggunaan teknologi audio Dolby Atmos pun menghadirkan pengalaman menonton yang lebih imersif, terutama pada adegan tembak-menembak yang menggelegar.
Film ini juga menggunakan senjata api klasik seperti Luger, yang menambah kesan otentik pada latar waktu pasca-kemerdekaan. Senjata-senjata ini digunakan oleh para pejuang kemerdekaan, termasuk guru Isa, yang diperankan oleh Chicco Jerikho, yang juga merupakan agen rahasia penyelundup senjata.
Adaptasi Novel yang Kompleks
Pengalaman menonton "Perang Kota" mungkin akan berbeda bagi mereka yang telah membaca novel "Jalan Tak Ada Ujung". Mouly Surya membuat beberapa perubahan signifikan dalam adaptasi film ini. Sebagai contoh, adegan pengeboman granat tangan di bioskop Rex yang terdapat dalam novel dipindahkan ke lokasi lain dalam film. Perubahan ini dilakukan untuk menyesuaikan logika cerita dan memanfaatkan keahlian musik guru Isa sebagai elemen kunci dalam rencana pemberontakan.
Perubahan lain terlihat pada karakter guru Isa. Dalam film, guru Isa digambarkan sebagai sosok yang lebih tegar dan tegas dibandingkan dengan karakternya dalam novel. Ia bahkan mendesak istrinya, Fatimah (diperankan oleh Ariel Tatum), untuk menyesali pengkhianatannya. Perbedaan ini mungkin akan memicu beragam reaksi dari pembaca novel.
Meskipun terdapat perbedaan, Mouly Surya berhasil memberikan karakter guru Isa multidimensi. Ia digambarkan sebagai sosok yang flamboyan dan gigih, tetapi juga memiliki konflik internal dalam rumah tangganya. Ia juga memiliki pandangan yang tegas terhadap keterlibatan perempuan dalam medan pertempuran, meskipun istrinya, Fatimah, memiliki kemampuan dan keberanian yang luar biasa.
Kesimpulan
"Perang Kota" merupakan adaptasi yang kompleks dan berani dari novel "Jalan Tak Ada Ujung". Film ini tidak hanya menyajikan adegan aksi yang menegangkan, tetapi juga eksplorasi yang mendalam tentang ideologi, bahasa, dan perjuangan melawan kolonialisme. Dengan akting apik dari Chicco Jerikho, Ariel Tatum, dan Jerome Kurnia, film ini berhasil membawa kisah perjuangan kemerdekaan Indonesia ke hadapan generasi muda dengan cara yang segar dan dinamis.