Aturan Devisa Baru: Perkuat Rupiah dan Antisipasi Krisis Moneter
Regulasi baru pemerintah Indonesia terkait kewajiban penyetoran devisa hasil ekspor sumber daya alam diharapkan mampu menstabilkan nilai tukar rupiah dan memperkuat ekonomi nasional, sekaligus menjadi langkah antisipatif terhadap krisis moneter.
Pemerintah Indonesia memberlakukan aturan baru yang mewajibkan perusahaan untuk menyetorkan seluruh devisa hasil ekspor sumber daya alam. Kebijakan ini, tertuang dalam Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 2025, diyakini akan mampu menstabilkan nilai tukar rupiah dan memperkuat ekonomi Indonesia. Hal ini disampaikan oleh Arsjad Rasjid, Ketua Dewan Pengawas Indonesian Business Council (IBC).
Menjaga Stabilitas Rupiah
Menurut Arsjad Rasjid, kebijakan ini merupakan langkah protektif untuk mencegah dampak buruk krisis moneter seperti yang terjadi pada tahun 1998. Ia menekankan pentingnya melihat manfaat kebijakan ini bagi perekonomian nasional, bukan hanya fokus pada sisi negatifnya. "Kebijakan ini dapat membantu kita memperkuat ekonomi dengan menjaga stabilitas nilai tukar rupiah," ujarnya seusai menghadiri Indonesia Economic Summit 2025 di Jakarta, Selasa.
Arsjad juga mencontohkan keberhasilan negara lain seperti Malaysia dan Thailand yang telah menerapkan kebijakan serupa. Ia menegaskan bahwa kebijakan ini bersifat antisipatif, sebagai instrumen untuk memperkuat fondasi perekonomian nasional. Meskipun eksportir diwajibkan menggunakan bank domestik, pemerintah memastikan fleksibilitas penggunaan devisa yang disetor.
"Dana tersebut dapat digunakan untuk membayar dividen, menjalankan bisnis, dan keperluan lainnya, selama tetap bersirkulasi di dalam negeri," jelasnya. Hal senada disampaikan oleh Menko Airlangga Hartarto yang memproyeksikan peningkatan cadangan devisa Indonesia sebesar US$80 miliar berkat kebijakan ini.
Penjelasan Lebih Lanjut dari Presiden
Presiden Prabowo Subianto sebelumnya menjelaskan bahwa aturan ini mewajibkan eksportir untuk menyetorkan 100 persen devisa hasil ekspor sumber daya alam ke bank domestik dalam waktu satu tahun sejak peluncuran kebijakan pada 1 Maret 2025. Namun, eksportir tetap diizinkan membayar dividen, bea non-pajak, serta membeli bahan baku, bahan penunjang, dan barang modal menggunakan valuta asing.
Devisa yang disetor juga dapat digunakan untuk melunasi pinjaman yang digunakan untuk pengadaan barang modal. Presiden Prabowo menegaskan akan menjatuhkan sanksi berupa penghentian ekspor bagi perusahaan yang melanggar aturan ini. Kebijakan ini diharapkan dapat meningkatkan cadangan devisa negara dan menjaga stabilitas nilai tukar rupiah di tengah gejolak ekonomi global.
Dampak Positif bagi Perekonomian
Dengan meningkatnya cadangan devisa, Indonesia diharapkan mampu menghadapi potensi guncangan ekonomi global dengan lebih baik. Stabilitas nilai tukar rupiah yang terjaga akan memberikan kepastian bagi pelaku usaha dan investor, mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih berkelanjutan. Langkah pemerintah ini merupakan bagian dari upaya untuk memperkuat fondasi ekonomi Indonesia dan menciptakan ketahanan ekonomi jangka panjang.
Pemerintah optimistis kebijakan ini akan memberikan dampak positif bagi perekonomian Indonesia. Selain menstabilkan nilai tukar rupiah, kebijakan ini juga diharapkan dapat meningkatkan investasi dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih inklusif. Dengan demikian, Indonesia dapat lebih siap menghadapi tantangan ekonomi global di masa depan.
Kesimpulan
Penerapan aturan baru mengenai penyetoran devisa hasil ekspor sumber daya alam merupakan langkah strategis pemerintah untuk memperkuat rupiah dan melindungi perekonomian Indonesia dari potensi krisis moneter. Meskipun ada pembatasan, pemerintah menjamin fleksibilitas penggunaan devisa bagi eksportir. Dengan pengawasan yang ketat dan komitmen dari semua pihak, kebijakan ini diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi perekonomian Indonesia di masa mendatang.