Banjir Hulu Ciliwung: KLH Soroti Perubahan Signifikan Kawasan Lindung
Banjir di hulu Ciliwung akibat konversi 8.000 hektare kawasan lindung menjadi area pertanian dan pemukiman, ungkap KLH; penegakan hukum terhadap perusahaan yang melanggar telah dilakukan.
Banjir yang melanda daerah hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung baru-baru ini menjadi sorotan Kementerian Lingkungan Hidup (KLH). Banjir tersebut tidak hanya terjadi di dataran rendah, tetapi juga di hulu sungai, mengindikasikan adanya permasalahan mendasar terkait kerusakan lingkungan. Peristiwa ini terjadi di empat desa di Kawasan Puncak, Kabupaten Bogor: Citeko, Tugu Selatan, Tugu Utara, dan Kuta, yang berdekatan dengan area yang dulunya merupakan kawasan lindung.
Deputi Bidang Tata Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam Berkelanjutan KLH, Sigit Reliantoro, menjelaskan bahwa perubahan signifikan penggunaan lahan menjadi penyebab utama banjir. Konversi lahan seluas 8.000 hektare kawasan lindung menjadi area pertanian dan pemukiman telah mengurangi daya serap air tanah dan meningkatkan risiko banjir. "Apa yang sebetulnya melatarbelakangi itu adalah adanya perubahan signifikan. Dulu ada 8.000 hektare kawasan lindung yang hijau tadi, yang sekarang dikonversi menjadi kawasan pertanian dan pemukiman," jelas Sigit dalam konferensi pers di Jakarta.
Data KLH menunjukkan penurunan drastis tutupan vegetasi hutan di hulu DAS Ciliwung. Luasan hutan yang semula mencapai 6.136,38 hektare pada tahun 2013, berkurang menjadi 5.417,70 hektare pada tahun 2023. Sebaliknya, luas lahan terbangun/terbuka meningkat signifikan dari 1.623,20 hektare menjadi 3.603,47 hektare dalam periode yang sama. Kondisi ini menunjukkan penurunan tutupan vegetasi hanya mencapai 14,04 persen dari total luas DAS Ciliwung, jauh di bawah kriteria minimum 30 persen.
Konversi Lahan dan Dampaknya terhadap Banjir
Konversi lahan di hulu DAS Ciliwung telah menyebabkan penurunan daya serap air tanah dan peningkatan aliran permukaan. Akibatnya, curah hujan yang tinggi langsung mengalir ke sungai, menyebabkan banjir di hulu dan hilir, termasuk di wilayah Jakarta dan sekitarnya. Kehilangan tutupan lahan di area lindung yang seharusnya dilindungi ini memiliki dampak yang signifikan terhadap lingkungan dan masyarakat.
Data KLH juga menunjukkan bahwa luas kawasan hutan hanya mencapai 10,60 persen dari total wilayah DAS Ciliwung. Persentase ini jauh di bawah standar ideal, yang berdampak pada kemampuan DAS dalam mengelola air dan mencegah banjir. Kondisi ini memperparah masalah banjir yang terjadi di wilayah tersebut.
Pemerintah melalui KLH telah berupaya mengatasi masalah ini dengan berbagai program pelestarian lingkungan. Namun, upaya tersebut perlu ditingkatkan dan diimbangi dengan penegakan hukum yang tegas terhadap pihak-pihak yang melakukan pelanggaran.
Penegakan Hukum Terhadap Pelanggar
Deputi Bidang Penegakan Hukum (Gakkum) KLH, Rizal Irawan, menyatakan bahwa KLH telah mengambil sejumlah langkah penegakan hukum terhadap perusahaan yang beraktivitas di hulu DAS Ciliwung. Sejumlah perusahaan telah dikenakan Sanksi Administratif Paksaan Pemerintah berupa pembongkaran mandiri dan pemulihan lingkungan. Beberapa perusahaan yang terkena sanksi antara lain PT Jaswita Lestari Jaya, PT Eigerindo Multi Produk Industri, PT Bobobox Aset Manajemen, PT Karunia Puncak Wisata, PT Farm Nature and Rainbow, PT Pinus Foresta Indonesia, CV Mega Karya Anugrah, dan PT Jelajah Handal Lintasan, serta PT Perkebunan Nusantara I dan PT Sumber Sari Bumi Pakuan.
"Jika terbukti ada pelanggaran serius, kami akan merekomendasikan pembongkaran fasilitas dan pemulihan lahan terdampak," tegas Rizal Irawan. Langkah-langkah penegakan hukum ini diharapkan dapat memberikan efek jera dan mencegah terjadinya pelanggaran serupa di masa mendatang. KLH berkomitmen untuk terus mengawasi dan menindak tegas setiap pelanggaran yang mengancam kelestarian lingkungan.
Perlu adanya kerjasama antara pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta untuk menjaga kelestarian lingkungan di DAS Ciliwung. Pentingnya kesadaran akan pentingnya menjaga kawasan lindung dan mencegah konversi lahan secara ilegal harus terus digaungkan. Upaya restorasi lahan dan peningkatan tutupan vegetasi juga perlu dilakukan secara berkelanjutan untuk mencegah banjir di masa mendatang. Perlindungan lingkungan bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi juga tanggung jawab bersama.