Banyuwangi Dorong Desa Manfaatkan Dana Desa untuk Ketahanan Pangan
Pemkab Banyuwangi mendorong desa memanfaatkan dana desa untuk pengembangan peternakan ayam petelur guna memperkuat ketahanan pangan dan mengurangi kemiskinan, seperti yang diterapkan Desa Watukebo.
Pemerintah Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, gencar mendorong desa-desa setempat untuk mengalokasikan dana desa guna mengembangkan program peternakan ayam petelur. Langkah ini bertujuan untuk memperkuat ketahanan pangan dan sekaligus memberantas kemiskinan di wilayah tersebut. Inisiatif ini diprakarsai oleh Bupati Banyuwangi, Ipuk Fiestiandani, sebagai upaya inovatif dalam pemanfaatan dana desa.
Desa Watukebo, Kecamatan Wongsorejo, menjadi contoh nyata keberhasilan program ini. Desa tersebut telah berhasil mengembangkan peternakan ayam petelur yang tak hanya menghasilkan telur untuk dipasarkan, tetapi juga menyediakan pasokan telur bergizi bagi ratusan warga miskin, lansia, ibu hamil, balita, dan anak-anak yang mengalami stunting. Program ini terbukti efektif dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mewujudkan ketahanan pangan di tingkat desa.
Bupati Ipuk Fiestiandani menekankan pentingnya program ini sebagai contoh efektivitas penggunaan dana desa. "Ini merupakan salah contoh efektivitas penggunaan dana desa, selain penguatan ketahanan pangan, juga bisa menjadi salah satu cara pengentasan kemiskinan," ujarnya di Banyuwangi, Rabu. Program ini juga sejalan dengan visi ketahanan pangan nasional yang dicanangkan pemerintah pusat, selaras dengan arahan Presiden Prabowo untuk memastikan akses pangan yang cukup dan bergizi bagi seluruh keluarga Indonesia.
Pengembangan Peternakan Ayam Petelur di Desa Watukebo
Program peternakan ayam petelur di Desa Watukebo dimulai pada pertengahan tahun 2024 dengan memanfaatkan 20 persen dana desa, atau sekitar Rp263 juta. Dana tersebut digunakan untuk membangun kandang, membeli bibit ayam, dan menyediakan pakan hingga panen. Program ini tidak hanya menghasilkan telur untuk dikonsumsi dan dijual, tetapi juga menciptakan lapangan kerja bagi warga desa.
Kepala Desa Watukebo, Maimun Hariyono, menjelaskan bahwa inisiatif ini berawal dari keinginan untuk menciptakan program ekonomi produktif yang berdampak langsung pada masyarakat. Telur yang dihasilkan sebagian besar dialokasikan untuk program ketahanan pangan desa, sementara sisanya dipasarkan. "Rata-rata per bulan, desa ini mampu membagi 4.000-5.000 butir telur kepada ratusan warga yang termasuk dalam kategori kelompok rentan," ungkap Maimun.
Program ini memberikan dampak signifikan bagi warga rentan, termasuk warga miskin, lansia, ibu hamil, dan balita yang mengalami stunting. Pembagian telur secara berkala membantu memenuhi kebutuhan gizi mereka dan meningkatkan kualitas hidup.
Program Ketahanan Pangan Terintegrasi di Banyuwangi
Selain program peternakan ayam petelur, Banyuwangi juga telah menerapkan program ketahanan pangan terintegrasi lainnya, yaitu Sister Say (Sistem Terintegrasi Ternak, Ikan, dan Sayur). Program ini memadukan kegiatan peternakan, pertanian, dan perikanan dalam satu kawasan, melibatkan ibu-ibu rumah tangga dalam mengelola pekarangan rumah mereka.
Sister Say tidak hanya bertujuan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi harian keluarga, tetapi juga memberikan tambahan penghasilan bagi para ibu rumah tangga. Program ini menunjukkan komitmen Pemkab Banyuwangi dalam menciptakan ketahanan pangan yang berkelanjutan dan memberdayakan masyarakat.
Dengan keberhasilan program di Desa Watukebo, diharapkan desa-desa lain di Banyuwangi dapat terinspirasi dan menerapkan program serupa. Pemanfaatan dana desa secara efektif untuk pengembangan program ketahanan pangan dapat menjadi solusi untuk mengatasi masalah kemiskinan dan kekurangan gizi.
Program ini juga selaras dengan upaya pemerintah pusat dalam mewujudkan ketahanan pangan nasional. Dengan memastikan akses pangan bergizi bagi seluruh keluarga, Indonesia dapat membangun masyarakat yang lebih sehat dan sejahtera.