Bareskrim Polri Ungkap Motif Pemalsuan SHGB-SHM Desa Kohod: Ekonomi
Bareskrim Polri menetapkan empat tersangka pemalsuan SHGB dan SHM Desa Kohod, Kabupaten Tangerang, dengan motif ekonomi terkait polemik pagar laut, berdasarkan keterangan yang saling bertolak belakang dari para tersangka.
Jakarta, 18 Februari 2024 - Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri mengungkap motif di balik kasus pemalsuan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM) tanah Desa Kohod, Kabupaten Tangerang, Banten. Empat tersangka telah ditetapkan, dan motifnya mengejutkan: ekonomi.
Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri, Brigjen Pol Djuhandhani Rahardjo Puro, menjelaskan bahwa motif ekonomi ini terungkap setelah penyidik melakukan konfrontasi antara Kepala Desa (Kades) Kohod, Arsin, Sekretaris Desa (Sekdes) Kohod, UK, dan dua penerima kuasa, SP dan CE. Keempatnya diduga terlibat dalam pemalsuan dokumen penting yang berkaitan dengan sengketa lahan di desa tersebut.
Konfrontasi dan Pernyataan yang Bertolak Belakang
Brigjen Pol Djuhandhani mengungkapkan adanya ketidaksesuaian keterangan dari para tersangka. "Terjadi saling lempar jawaban ketika penyidik menanyakan uang yang diterima," ujarnya. Para tersangka saling tuding mengenai asal-usul uang yang diperoleh dari pemalsuan sertifikat tersebut. Hal ini membuat penyidik menyimpulkan bahwa motif utama di balik kasus ini adalah ekonomi.
Meskipun penyidik telah menetapkan keempat individu sebagai tersangka, jumlah pasti uang yang diterima masing-masing masih belum dapat dipastikan. "Masing-masing masih memberikan keterangan yang berbeda-beda, saling melempar. Pemeriksaan lebih lanjut akan mengungkapnya," tambah Brigjen Pol Djuhandhani.
Dokumen Palsu dan Barang Bukti
Keempat tersangka diduga bersama-sama membuat dan menggunakan surat palsu. Dokumen-dokumen palsu tersebut meliputi girik, surat pernyataan penguasaan fisik bidang tanah, surat pernyataan tidak sengketa, surat keterangan tanah, surat keterangan pernyataan kesaksian, hingga surat kuasa pengurusan permohonan sertifikat dari warga Desa Kohod. Semua dokumen ini dibuat sejak Desember 2023 hingga November 2024.
Lebih lanjut, Brigjen Pol Djuhandhani menjelaskan, "Dokumen-dokumen palsu ini digunakan seolah-olah oleh pemohon untuk mengajukan permohonan pengukuran melalui Kantor Jasa Survei dan Pemetaan (KJSB) Raden Muhammad Lukman dan permohonan hak ke Kantor Pertanahan Kabupaten Tangerang. Akibatnya, terbitlah 260 SHM atas nama warga Kohod."
Penyitaan Barang Bukti dan Proses Hukum
Bareskrim Polri telah menyita 263 warkat yang dikirim ke laboratorium forensik (labfor) untuk diperiksa keabsahannya. Selain itu, penggeledahan di beberapa lokasi pada Senin (10/2) menghasilkan barang bukti berupa satu unit printer, satu unit layar monitor, keyboard, stempel sekretariat Desa Kohod, dan peralatan lain yang diduga digunakan untuk memalsukan girik dan dokumen lainnya. Kasus ini masih dalam tahap penyidikan, dan penyidik akan terus mengembangkan penyelidikan untuk mengungkap seluruh fakta dan memastikan keadilan bagi semua pihak yang terlibat.
Kasus ini bermula dari dugaan tindak pidana pemalsuan surat dan/atau pemalsuan akta otentik atau menempatkan keterangan palsu ke dalam akta otentik terkait penerbitan 263 SHGB dan 17 SHM Desa Kohod. Polri berkomitmen untuk mengusut tuntas kasus ini dan membawa para pelaku ke pengadilan.
Kesimpulan
Kasus pemalsuan SHGB-SHM di Desa Kohod ini menyoroti pentingnya integritas dan transparansi dalam pengelolaan administrasi pertanahan. Motif ekonomi yang menjadi dasar tindakan para tersangka menunjukkan betapa pentingnya pengawasan yang ketat untuk mencegah praktik-praktik koruptif serupa di masa mendatang. Proses hukum yang sedang berjalan diharapkan dapat memberikan keadilan dan mencegah kejadian serupa terulang kembali.