BI Prediksi The Fed Tahan Suku Bunga AS di Mei 2024: Inflasi Jadi Pertimbangan Utama
Bank Indonesia memproyeksikan The Fed akan mempertahankan suku bunga acuan AS di bulan Mei 2024, meskipun ada tekanan untuk pemangkasan, karena kekhawatiran inflasi yang masih tinggi.
Bank Indonesia (BI) memproyeksikan bahwa The Fed, bank sentral Amerika Serikat, tidak akan memangkas suku bunga acuannya pada rapat Federal Open Market Committee (FOMC) Mei 2024. Keputusan ini didasarkan pada kekhawatiran The Fed terhadap inflasi yang turun lebih lambat dari perkiraan.
Kepala Departemen Pengelolaan Moneter dan Aset Sekuritas BI, Erwin Gunawan Hutapea, menjelaskan bahwa The Fed tampaknya lebih memprioritaskan pengendalian inflasi daripada merespon tekanan untuk menurunkan suku bunga, meskipun Presiden AS Donald Trump mendorong pemangkasan. Suku bunga acuan (Fed Funds Rate/FFR) diperkirakan tetap berada di level 4,25-4,5 persen.
"Kekhawatiran terhadap pertumbuhan (ekonomi AS) kelihatannya belum, mereka (The Fed) lebih khawatir terhadap inflasi," ungkap Erwin dalam Taklimat Media di Gedung BI, Jakarta, Rabu (7/5).
Inflasi dan Pertumbuhan Ekonomi AS: Dilema The Fed
BI belajar dari pengalaman pasca-COVID-19, di mana The Fed dinilai sedikit terlambat menyesuaikan suku bunga atau terlalu cepat menurunkannya. Hal ini menyebabkan lonjakan inflasi yang tak terduga, yang diperparah oleh konflik Rusia-Ukraina dan gangguan rantai pasok global. Erwin mengingatkan, "Bacaan kami, nampaknya (The Fed) akan belum (menurunkan suku bunga di bulan Mei 2024). Tapi mungkin mereka sudah akan kasih hint (petunjuk atau sinyal ruang penurunan suku bunga dalam pengumuman hasil rapat FOMC)."
Meskipun pertumbuhan ekonomi AS diperkirakan terkoreksi dan defisit transaksi perdagangan memburuk, tekanan untuk memangkas suku bunga belum cukup kuat bagi The Fed untuk mengubah kebijakannya. Hal ini menunjukkan prioritas The Fed yang terfokus pada stabilitas harga.
BI sendiri telah menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi global pada 2024 dari 3,2 persen menjadi 2,9 persen. Secara khusus, pertumbuhan ekonomi AS dan China direvisi menjadi 2 persen dan 4 persen.
Respons Bank Sentral Global dan Dampak Negosiasi AS-China
Beberapa bank sentral lain, seperti Filipina dan China, telah mulai memangkas suku bunga acuan mereka. Erwin mempertanyakan respons bank sentral lainnya di tengah perlambatan ekonomi global: "Sehingga pertanyaannya bagaimana kemudian respons bank sentral ini di tengah pertumbuhan ekonomi dunia yang akan melambat, apakah bank-bank sentral juga akan secara serentak melakukan cutting?"
Negosiasi tarif antara AS dan China juga menjadi faktor penting yang akan mempengaruhi lanskap perdagangan global dan pasar keuangan. Kejelasan hasil negosiasi akan membantu negara-negara lain, termasuk Indonesia, untuk menghitung dampaknya terhadap ekonomi domestik.
BI tetap optimis terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2024, yang dinilai lebih menjanjikan dibandingkan negara lain. Dengan imbal hasil instrumen aset keuangan Indonesia yang menarik, BI memperkirakan aliran modal asing (capital inflow) akan berlanjut.
Aliran Modal Asing dan Prospek Ekonomi Indonesia
Erwin menjelaskan, "Karena capital flight kepada safe haven itu kan terjadi sebagai reaksi temporer. Begitu ada ketidakpastian, mereka ‘parkir’ dulu cari tempat aman. Begitu semuanya lebih pasti, mereka akan rekalkulasi (portofolio)." Hal ini menunjukkan keyakinan BI terhadap daya tarik investasi di Indonesia.
Kesimpulannya, keputusan The Fed untuk menahan suku bunga di bulan Mei 2024 didorong oleh kekhawatiran inflasi. Meskipun ada tekanan ekonomi global, BI tetap optimis terhadap prospek ekonomi Indonesia dan berkeyakinan bahwa aliran modal asing akan tetap berlanjut.