Danrem 161/Wira Sakti: Sengketa Lahan Naktuka-Haumeniana, 25 Tahun Tanpa Titik Terang
Brigjen TNI Joao Xavier Bareto Nunes, Danrem 161/Wira Sakti, mengumpulkan tokoh adat dan agama untuk mencari solusi sengketa lahan Naktuka dan Haumeniana antara Indonesia dan Timor Leste yang telah berlangsung selama 25 tahun.
Kupang, 14 Maret 2024 - Sebuah permasalahan perbatasan yang telah berlangsung selama 25 tahun antara Indonesia dan Timor Leste akhirnya mendapatkan perhatian serius. Komandan Korem 161/Wira Sakti, Brigjen TNI Joao Xavier Bareto Nunes, mengumpulkan tokoh agama, adat, dan masyarakat dari dua kabupaten di Nusa Tenggara Timur (NTT) untuk membahas sengketa lahan di Naktuka dan Haumeniana. Pertemuan ini bertujuan untuk mencari solusi atas permasalahan yang telah berlangsung lama dan berdampak signifikan bagi masyarakat di kedua wilayah perbatasan tersebut.
Pertemuan yang dilakukan di Makorem 161/Wira Sakti pada Jumat lalu tersebut merupakan langkah penting dalam upaya percepatan penyelesaian sengketa lahan. Selama 25 tahun, kedua lahan tersebut belum menemukan titik penyelesaian, mengakibatkan ketidakpastian hukum dan menghambat perekonomian masyarakat setempat. Brigjen TNI Joao Xavier menekankan pentingnya peran tokoh agama dan adat dalam mendorong penyelesaian konflik ini.
Hal ini dikarenakan masyarakat di Naktuka dan Haumeniana selama ini tidak dapat menggarap lahan mereka karena adanya larangan selama konflik belum selesai. Kondisi ini berdampak pada perekonomian dan kesejahteraan masyarakat. "Sengaja saya kumpulkan semua tokoh agama, tokoh masyarakat dan tokoh adat untuk mendengar pendapat mereka tentang perbatasan Naktuka maupun di Haumeniana, karena selama 25 tahun belum ada keputusan untuk mendorong percepatan penyelesaian," ungkap Danrem Joao Xavier kepada ANTARA.
Sengketa Lahan yang Berlarut
Sengketa lahan di Naktuka dan Haumeniana telah menjadi permasalahan yang kompleks dan berlarut selama 25 tahun. Ketidakjelasan batas wilayah menyebabkan masyarakat di kedua negara mengalami kesulitan dalam mengelola lahan mereka. Danrem Joao Xavier mengungkapkan bahwa masyarakat Indonesia di Naktuka dan Haumeniana sangat taat pada aturan yang berlaku, namun masyarakat dari negara tetangga justru yang menggarap lahan yang masih bermasalah tersebut. "Masyarakat Indonesia khususnya masyarakat kita justru taat dengan aturan itu, masih taat adat. tetapi masyarakat dari negara tetangga justru yang sekarang menggarap di lahan bermasalah itu," ujarnya.
Pemerintah pusat, menurut Danrem, siap menyelesaikan masalah ini jika ada dorongan dari masyarakat, khususnya melalui jalur adat dan budaya. Hal ini didasarkan pada keyakinan bahwa penyelesaian yang berakar pada kearifan lokal akan lebih efektif dan berkelanjutan. "Kalau kita tunggu terus sampai kapanpun belum ada, ini sudah 25 tahun, sehingga berdampak bagi masyarakat kedua Negara. Kalau sudah ada titik batas jelas maka kedua masyarakat dari Indonesia dan Timor Leste bisa keluar masuk," jelas Danrem.
Harapannya, tokoh adat dapat berkomunikasi dengan raja-raja di Oekusi untuk menentukan sikap bersama. Hal ini penting agar pemerintah pusat dapat menetapkan batas wilayah yang sesuai dengan adat dan kerajaan setempat. "Sesuai dengan satrasta 1904, bentuk Portugis dengan Belanda, walaupun secara hukum Internasional dikatakan hukum Internasional, tapi ternyata sampai 1966 pun masih bermasalah, berarti memang diputus, kalau memang hukum internasional sudah final, ya selesai, tapi kita tahu wilayah batas Timor belum jelas batasnya, seperti dulu antara Belanda dan Portugis," tambahnya.
Mencari Solusi yang Berkelanjutan
Pertemuan yang dilakukan oleh Danrem 161/Wira Sakti menandai upaya serius pemerintah Indonesia dalam menyelesaikan sengketa lahan Naktuka dan Haumeniana. Dengan melibatkan tokoh agama dan adat, diharapkan dapat tercipta solusi yang adil, berkelanjutan, dan diterima oleh semua pihak. Peran serta masyarakat lokal menjadi kunci penting dalam mendorong percepatan penyelesaian konflik perbatasan ini.
Danrem berharap agar semua pihak dapat mencapai kesepakatan yang sesuai dengan keputusan-keputusan yang telah ditandatangani sebelumnya. Penyelesaian sengketa ini tidak hanya penting untuk menyelesaikan masalah pertanahan, tetapi juga untuk memperkuat hubungan bilateral antara Indonesia dan Timor Leste. Kejelasan batas wilayah akan memberikan kepastian hukum dan membuka peluang bagi peningkatan kerjasama ekonomi dan sosial di wilayah perbatasan.
Dengan adanya pertemuan ini, diharapkan akan ada titik terang dalam penyelesaian sengketa lahan Naktuka dan Haumeniana yang telah berlangsung selama 25 tahun. Proses ini membutuhkan komitmen dan kerja sama dari semua pihak, baik pemerintah, tokoh masyarakat, maupun masyarakat di kedua negara.
Kejelasan batas wilayah akan memberikan dampak positif bagi masyarakat di kedua negara, memungkinkan mereka untuk mengelola lahan mereka dengan lebih baik dan meningkatkan kesejahteraan ekonomi mereka. Semoga upaya ini dapat membuahkan hasil yang positif dan memberikan solusi yang adil bagi semua pihak yang terlibat.