Dokter Temukan Mikroplastik Turunkan Fungsi Kognitif Manusia
Penelitian terbaru mengungkap fakta mengejutkan: mikroplastik dalam darah meningkatkan risiko gangguan kognitif hingga 36 kali lipat, terutama jenis PET.
Sebuah penelitian mengejutkan baru-baru ini diungkap oleh dr. Pukovisa Prawirohardjo, Sp.S (K), Ph.D., Dokter Spesialis Saraf Rumah Sakit Universitas Indonesia (RSUI). Penelitian yang dikerjasamakan dengan Greenpeace Indonesia ini menemukan bahwa mikroplastik dalam tubuh manusia, khususnya dalam darah, dapat menyebabkan penurunan fungsi kognitif. Penelitian ini dilakukan di Jakarta dan dipublikasikan pada Minggu, 23 Februari.
Penelitian ini mengungkapkan fakta mengejutkan bahwa individu dengan paparan mikroplastik tinggi memiliki risiko 36 kali lebih besar mengalami gangguan kognitif dibandingkan mereka yang paparannya rendah. Temuan ini didapat setelah menganalisis sampel darah, urine, dan feses dari sejumlah responden. Lebih lanjut, penelitian ini juga mengidentifikasi jenis mikroplastik yang paling berisiko.
Yang lebih mengkhawatirkan, 90 persen responden yang mengaku jarang terpapar mikroplastik, ternyata tetap ditemukan mikroplastik dalam tubuh mereka. Ini menunjukkan bahwa paparan mikroplastik mungkin lebih luas dan lebih sulit dihindari daripada yang diperkirakan sebelumnya. Temuan ini menimbulkan kekhawatiran serius tentang dampak mikroplastik terhadap kesehatan manusia secara global.
Mikroplastik dalam Darah: Risiko Gangguan Kognitif yang Lebih Tinggi
Penelitian dr. Pukovisa menunjukkan bahwa lokasi mikroplastik dalam tubuh juga berpengaruh signifikan terhadap risiko gangguan kognitif. Mikroplastik yang ditemukan dalam darah terbukti 1,5 kali lebih berisiko menyebabkan gangguan kognitif dibandingkan dengan yang ditemukan di feses dan urine. "Ternyata yang berpengaruh itu yang (mikroplastik di) darah, tapi masuk akal, karena kan darah itu yang nanti masuk ke otak," jelas dr. Pukovisa.
Lebih spesifik lagi, jenis mikroplastik PET yang ditemukan dalam darah memiliki risiko tiga kali lipat lebih tinggi untuk menyebabkan gangguan kognitif. Temuan ini menyoroti pentingnya penelitian lebih lanjut untuk memahami mekanisme spesifik bagaimana mikroplastik mempengaruhi fungsi otak dan sistem saraf.
Penelitian ini juga menekankan perlunya strategi pencegahan dan pengurangan paparan mikroplastik. Meskipun penelitian ini masih awal, temuan ini memberikan bukti kuat tentang dampak kesehatan yang serius dari polusi mikroplastik yang sebelumnya mungkin kurang diperhatikan.
Dampak Mikroplastik: Sebuah Ancaman yang Tersembunyi
Hasil penelitian ini menunjukkan betapa luasnya paparan mikroplastik terhadap manusia. Bahkan mereka yang mengira konsumsi dan paparan mereka rendah, ternyata masih memiliki mikroplastik dalam tubuh. "Yang mencengangkan juga sebenarnya temuan kita tuh, mereka yang tadi mengisi kuisioner itu, yang merasa konsumsinya rendah atau paparannya rendah. Ternyata 90 persen ada (ditemukan mikroplastik dalam tubuh)," ungkap dr. Pukovisa.
Temuan ini menggarisbawahi pentingnya kesadaran publik tentang bahaya mikroplastik dan perlunya upaya kolektif untuk mengurangi polusi mikroplastik. Hal ini mencakup perubahan gaya hidup, kebijakan pemerintah yang lebih ketat, serta riset lebih lanjut untuk memahami dampak jangka panjang mikroplastik terhadap kesehatan.
Kesimpulannya, penelitian ini memberikan bukti ilmiah yang kuat tentang hubungan antara paparan mikroplastik dan penurunan fungsi kognitif. Temuan ini mendesak kita untuk lebih memperhatikan masalah ini dan mengambil tindakan untuk melindungi kesehatan kita dari ancaman mikroplastik yang tersembunyi.
Lebih lanjut, penelitian ini membuka jalan bagi penelitian lebih lanjut untuk mengidentifikasi jenis mikroplastik lainnya dan dampaknya terhadap kesehatan manusia. Penting bagi kita untuk terus meningkatkan kesadaran dan mengambil langkah-langkah untuk mengurangi paparan mikroplastik dalam kehidupan sehari-hari.