DPR Desak Polisi Usut Tuntas Aliran Dana Pungli DAK SMKN Sumut Rp4,7 Miliar
Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni mendesak polisi untuk melacak aliran dana pungutan liar (pungli) senilai Rp4,7 miliar yang dilakukan oleh mantan anggota Polda Sumut terhadap 12 kepala sekolah SMKN.
Jakarta, 19 Maret 2024 - Kasus pemerasan dana alokasi khusus (DAK) untuk SMKN di Sumatera Utara (Sumut) yang melibatkan mantan personel Polda Sumut terus bergulir. Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Ahmad Sahroni, mendesak Kepolisian untuk segera mengusut tuntas aliran dana hasil pemerasan tersebut yang mencapai angka fantastis, yaitu Rp4,7 miliar.
Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Kortastipidkor) telah menetapkan Brigadir B dan Kompol RS sebagai tersangka. Keduanya telah dipecat dari kepolisian setelah terbukti melakukan pemerasan terhadap 12 kepala sekolah SMKN di Sumut. Tindakan tegas ini diambil sebagai langkah awal untuk membersihkan institusi kepolisian dari oknum-oknum yang melakukan tindakan koruptif.
"Oknum pemeras ini sudah terlalu sering kita dengar aksi-aksinya, dan merekalah yang bikin citra kepolisian buruk. Oleh karena itu, saya minta selain dipecat, pelaku juga dijatuhi hukuman pidana," tegas Sahroni dalam keterangannya di Jakarta, Rabu. Pernyataan ini menunjukkan keprihatinan DPR terhadap maraknya tindakan pungli di lingkungan kepolisian dan menekankan pentingnya hukuman yang setimpal bagi para pelaku.
Usut Tuntas Aliran Dana Pungli
Sahroni tidak hanya meminta agar kedua tersangka diproses secara hukum, tetapi juga mendesak agar polisi melacak aliran dana hasil pungli tersebut. "Terus, lacak juga itu uangnya mengalir ke mana karena tidak mungkin mereka hanya beraksi berdua. Tentu ada setoran ke atasnya lagi," ujarnya. Kecurigaan ini menunjukkan bahwa kasus ini mungkin melibatkan jaringan yang lebih luas daripada hanya dua tersangka yang telah ditetapkan.
Anggota DPR RI yang membidangi hukum, HAM, dan keamanan ini menduga uang miliaran rupiah tersebut tidak hanya dinikmati oleh kedua oknum polisi yang telah dipecat. Oleh karena itu, ia meminta Kortastipidkor untuk mengusut tuntas kasus ini dan menindak tegas siapa pun yang terlibat, termasuk potensi tersangka baru.
"Jadi, tolong Kortastipidkor usut lebih jauh kasus ini. Kalau ada potensi tersangka baru, sikat sekalian saja dan pecat semua," Sahroni menekankan pentingnya pembersihan total di tubuh Polri untuk memulihkan kepercayaan publik.
Polri Harus Bersih dari Oknum Pungli
Sahroni menegaskan bahwa orang-orang yang bermental pungli tidak memiliki tempat di institusi kepolisian. Pernyataan ini menunjukkan komitmen DPR untuk mendukung upaya pemberantasan korupsi dan penegakan hukum yang bersih dan transparan di Indonesia. Kasus ini menjadi momentum penting bagi Polri untuk melakukan reformasi internal dan membersihkan diri dari oknum-oknum yang merusak citra institusi.
Kedua oknum tersebut disangkakan dengan Pasal 12 huruf e Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Pasal ini menunjukkan keseriusan pemerintah dalam menindak tegas para pelaku korupsi dan pungli.
Kasus ini menjadi sorotan publik dan diharapkan menjadi pelajaran bagi seluruh aparat penegak hukum untuk selalu menjunjung tinggi integritas dan profesionalitas dalam menjalankan tugas. Transparansi dan akuntabilitas menjadi kunci penting dalam membangun kepercayaan publik terhadap institusi penegak hukum di Indonesia.