DPR Sepakati Revisi 13 Pasal UU Minerba: Fokus pada Kelayakan dan Kemitraan
Panitia Kerja RUU Minerba menyepakati revisi 13 pasal UU Minerba No.4/2009, meliputi perbaikan pasal terkait putusan MK, perizinan berusaha, reklamasi, dan pemberdayaan masyarakat sekitar tambang.
Jakarta, 17 Februari 2024 - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI membuat gebrakan baru dalam sektor pertambangan. Panitia Kerja (Panja) Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba) resmi menyepakati revisi terhadap 13 pasal dari Undang-Undang Minerba yang berlaku sebelumnya. Perubahan ini diharapkan membawa dampak signifikan terhadap pengelolaan sumber daya alam dan kesejahteraan masyarakat.
Perbaikan Pasal Berdasarkan Putusan MK dan Definisi Studi Kelayakan
Ketua Panja RUU Minerba, Martin Manurung, menjelaskan bahwa beberapa pasal direvisi untuk menyesuaikan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Pasal-pasal yang dimaksud meliputi Pasal 17A, Pasal 22A, Pasal 31A, dan Pasal 169A. Selain itu, perubahan juga menyasar Pasal 1 angka 16 yang berkaitan dengan definisi studi kelayakan, memastikan proses perencanaan pertambangan yang lebih komprehensif dan terukur.
Revisi juga menyentuh Pasal 5, yang kini mengatur kewajiban pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) atau Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) untuk memprioritaskan pemenuhan kebutuhan dalam negeri sebelum melakukan ekspor. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang menguasai hajat hidup orang banyak juga akan diprioritaskan dalam pemenuhan kebutuhan tersebut. Hal ini menunjukkan komitmen pemerintah untuk memaksimalkan manfaat sumber daya alam bagi kepentingan nasional.
Perizinan Berusaha dan Reklamasi yang Lebih Terintegrasi
DPR juga melakukan perubahan pada beberapa pasal terkait perizinan berusaha, antara lain Pasal 35 ayat (5), Pasal 51 ayat (4) dan (5), serta Pasal 60 ayat (4) dan (5). Perubahan ini diarahkan pada integrasi sistem perizinan berusaha secara elektronik yang dikelola pemerintah pusat. Sistem yang lebih terintegrasi diharapkan dapat meningkatkan efisiensi dan transparansi dalam proses perizinan.
Pasal 100 ayat (2) yang berkaitan dengan reklamasi dan perlindungan dampak pasca tambang juga mengalami revisi. Kini, menteri akan melibatkan pemerintah daerah dalam pelaksanaan reklamasi, memastikan tanggung jawab bersama dalam pemulihan lingkungan pasca kegiatan pertambangan. Hal ini penting untuk memastikan keberlanjutan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat sekitar tambang.
Pemberdayaan Masyarakat Lokal dan Audit Lingkungan
Revisi juga menyoroti Pasal 108, yang kini menekankan program pengembangan dan pemberdayaan masyarakat lokal dan masyarakat adat di sekitar kawasan tambang. Program tanggung jawab sosial dan lingkungan (TJSL) akan menjadi instrumen penting dalam upaya ini. Pelibatan masyarakat lokal dalam kegiatan pertambangan dan program kemitraan usaha juga menjadi fokus utama dalam revisi ini.
Pasal 169A yang baru ditambahkan mengatur tentang audit lingkungan, memastikan pengawasan yang lebih ketat terhadap dampak lingkungan kegiatan pertambangan. Sementara itu, Pasal 171B mengatur pencabutan IUP yang diterbitkan sebelum UU Minerba berlaku dan memiliki permasalahan tumpang tindih wilayah izin usaha pertambangan (WIUP). Pasal 174 ayat (2) juga direvisi terkait pemantauan dan peninjauan undang-undang.
Kesimpulan: Menuju Tata Kelola Pertambangan yang Lebih Baik
Dengan disepakatinya revisi 13 pasal UU Minerba, DPR dan pemerintah berharap dapat menciptakan tata kelola pertambangan yang lebih baik, berkeadilan, dan berkelanjutan. Fokus pada studi kelayakan, perizinan yang terintegrasi, reklamasi yang melibatkan pemerintah daerah, serta pemberdayaan masyarakat sekitar tambang menjadi poin-poin penting dalam revisi ini. Rancangan Undang-Undang tentang perubahan keempat UU Minerba ini dijadwalkan untuk dibawa ke rapat paripurna pada Selasa, 18 Februari 2024.