Film "Bidaah" Jadi Inspirasi Korban Pelecehan Ustadz Ponpes Lapor Polisi
Lima mantan santriwati di Lombok Barat memberanikan diri melaporkan kasus pelecehan seksual yang dilakukan ustadz AF, terinspirasi oleh film "Bidaah", dengan dugaan jumlah korban mencapai belasan orang.
Polresta Mataram, Nusa Tenggara Barat, menangani kasus dugaan pelecehan seksual yang dilakukan oleh seorang ustadz pondok pesantren berinisial AF di Kabupaten Lombok Barat. Lima perempuan dewasa telah melaporkan AF ke polisi, dengan satu laporan terkait persetubuhan dan empat laporan lainnya mengenai dugaan pencabulan. Inspirasi untuk melaporkan kasus ini, menurut keterangan polisi, berasal dari film "Bidaah", yang membuat para korban merasa kejadian yang mereka alami serupa dengan yang digambarkan dalam film tersebut.
Para korban merupakan mantan santriwati yang mengalami pelecehan saat masih di bawah umur. Kasus ini terungkap setelah salah satu korban menonton film "Bidaah" dan merasa terdorong untuk melaporkan pengalamannya. Polisi telah melakukan pemeriksaan terhadap para pelapor dan terlapor, serta melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP) di pondok pesantren tersebut.
Kepala Satreskrim Polresta Mataram, AKP Regi Halili, menyatakan bahwa pihaknya sedang menyelidiki kasus ini secara intensif. Dugaan sementara, jumlah korban pelecehan seksual yang dilakukan AF mencapai belasan orang, dengan rentang waktu kejadian antara tahun 2016 hingga 2023. Polisi juga tengah menelusuri kemungkinan adanya korban lain, terutama di antara santriwati yang masih berada di pondok pesantren tersebut.
Korban Terinspirasi Film "Bidaah"
AKP Regi Halili mengungkapkan bahwa film "Bidaah" menjadi pemicu bagi para korban untuk berani melapor. "Dari keterangan beberapa korban memang diakui setelah nonton film Bidaah itu, mereka merasa kok kejadiannya sama dengan yang dirasakan, sehingga menginspirasi korban-korban ini lapor ke Polresta Mataram," ujar AKP Regi Halili. Hal ini menunjukkan pentingnya representasi korban dalam media dan bagaimana film dapat memberikan kekuatan bagi mereka yang mengalami trauma untuk bersuara.
Para korban, yang merupakan mantan santriwati, mengalami berbagai bentuk pelecehan seksual. Beberapa kejadian berlangsung di kamar asrama, ruang kelas, dan ruangan lain di lingkungan pondok pesantren. Lokasi TKP yang beragam ini menunjukkan pola perilaku pelaku yang memanfaatkan akses dan kepercayaan yang dimilikinya di lingkungan pesantren.
Proses penyelidikan melibatkan pengumpulan keterangan dari berbagai pihak, termasuk para korban, terlapor, dan pihak terkait di pondok pesantren. Polisi juga melakukan olah TKP untuk mengumpulkan bukti-bukti pendukung. Proses ini menunjukkan keseriusan Polresta Mataram dalam mengusut tuntas kasus ini.
Penyelidikan Kasus Pelecehan Seksual
Polresta Mataram menerima laporan dari lima orang perempuan yang mengaku sebagai korban dugaan pelecehan seksual yang dilakukan oleh AF, yang juga menjabat sebagai ketua yayasan pondok pesantren tersebut. Laporan tersebut mencakup berbagai bentuk pelecehan, termasuk pencabulan dan persetubuhan. Para korban merupakan mantan santriwati yang mengalami pelecehan saat masih berusia anak-anak.
Pekan lalu, empat laporan terkait dugaan pencabulan telah diterima. Satu laporan tambahan terkait persetubuhan diterima pada hari Senin. Hal ini menunjukkan bahwa kasus ini mungkin baru merupakan puncak gunung es, dan masih banyak korban lain yang belum berani melapor.
Polisi bekerja sama dengan Tim Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polresta Mataram untuk menangani kasus ini. Tim PPA memberikan pendampingan kepada para korban dan memastikan proses hukum berjalan dengan adil dan melindungi hak-hak korban.
Proses penyelidikan masih terus berlangsung, dan polisi berupaya untuk mengungkap seluruh fakta yang terjadi. Polisi juga berkomitmen untuk melindungi para korban dan menuntut pelaku agar diproses sesuai hukum yang berlaku.
Jumlah Korban Diduga Mencapai Belasan Orang
Pihak kepolisian menduga jumlah korban pelecehan seksual yang dilakukan oleh AF mencapai belasan orang. Rentang waktu kejadian diperkirakan mulai dari tahun 2016 hingga 2023. Hal ini menunjukkan bahwa kasus ini telah berlangsung dalam jangka waktu yang cukup lama.
Selain menyelidiki laporan dari lima mantan santriwati, polisi juga melakukan penelusuran untuk menemukan korban lain, terutama di antara santriwati yang masih berada di lingkungan pondok pesantren. Hal ini menunjukkan komitmen polisi untuk mengungkap seluruh fakta dan memastikan tidak ada korban yang tertinggal.
Polisi menghimbau kepada siapa pun yang pernah menjadi korban pelecehan seksual oleh AF untuk segera melapor. Kerahasiaan identitas korban akan dijamin, dan polisi akan memberikan pendampingan dan perlindungan yang dibutuhkan.
Kasus ini menjadi sorotan dan mengingatkan pentingnya perlindungan anak dan perempuan di lingkungan pendidikan, khususnya di pondok pesantren. Perlu adanya pengawasan yang lebih ketat dan mekanisme pelaporan yang mudah diakses bagi para korban untuk mencegah kejadian serupa terulang di masa mendatang.