Fokus Pencegahan: Mendukbangga Dorong Penanganan Stunting pada Anak Berisiko
Menteri PPPA mendorong strategi baru penanganan stunting dengan fokus pada pencegahan sejak dini pada anak berisiko, bukan hanya mereka yang sudah menderita stunting.
Jakarta, 30 April 2024 - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) sekaligus Kepala BKKBN, Wihaji, menekankan perlunya perubahan strategi dalam penanganan stunting di Indonesia. Beliau menyatakan bahwa fokus penanganan seharusnya dialihkan dari anak-anak yang sudah mengalami stunting kepada anak-anak yang berisiko atau berpotensi mengalami stunting. Hal ini disampaikan dalam rapat kerja bersama Komisi IX DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu lalu.
Wihaji menjelaskan bahwa selama ini, penanganan stunting di Indonesia lebih terfokus pada anak yang sudah mengalami kondisi tersebut. Padahal, menurutnya, pencegahan jauh lebih efektif dan efisien. "Kita perlu lebih presisi dalam intervensi, fokusnya bukan pada anak yang sudah stunting, tetapi pada mereka yang berisiko," tegas Menteri PPPA.
Perubahan strategi ini dinilai penting karena penanganan stunting yang selama ini dilakukan belum menunjukkan hasil maksimal dan menuai kritik dari berbagai pihak. Wihaji menambahkan bahwa rendahnya pemahaman masyarakat tentang stunting juga menjadi kendala utama. Banyak masyarakat yang masih beranggapan bahwa stunting hanya disebabkan oleh kurangnya gizi, padahal faktor penyebabnya jauh lebih kompleks.
Perlu Pendekatan Holistik dalam Penanganan Stunting
Wihaji menjelaskan bahwa stunting bukan hanya masalah gizi buruk, tetapi juga dipengaruhi oleh berbagai faktor lain, seperti pernikahan dini, sanitasi buruk, dan kondisi kesehatan ibu sebelum dan selama kehamilan. "Masih ada pemahaman bahwa stunting hanya masalah gizi, padahal penyebabnya lebih luas, mulai dari pra-hamil hingga faktor lingkungan," jelasnya. Oleh karena itu, diperlukan pendekatan holistik dan terintegrasi dalam penanganan stunting.
Kementerian PPPA/BKKBN mencatat terdapat 8,6 juta Keluarga Risiko Stunting (KRS). Program Gerakan Orang Tua Asuh Cegah Stunting (Genting) menargetkan 1 juta KRS, dengan fokus pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK). Wihaji menekankan pentingnya pencegahan stunting sejak masa pranikah, kehamilan, hingga anak berusia dua tahun.
Ia juga menyebutkan pentingnya peran program bantuan makanan bergizi bagi ibu hamil, ibu menyusui, dan balita. "Program ini merupakan bentuk kehadiran negara untuk membantu mengatasi stunting. Harapannya, program ini dapat menjadi solusi untuk menurunkan angka stunting," ujarnya.
Tantangan dan Solusi Penanganan Stunting
Salah satu tantangan terbesar dalam penanganan stunting adalah rendahnya kesadaran masyarakat. Banyak masyarakat yang belum memahami faktor risiko dan pencegahan stunting. Oleh karena itu, diperlukan upaya edukasi dan sosialisasi yang masif kepada masyarakat.
Selain itu, diperlukan juga koordinasi dan kolaborasi yang kuat antar berbagai pihak terkait, mulai dari pemerintah pusat dan daerah, tenaga kesehatan, hingga masyarakat. Dengan pendekatan yang terintegrasi dan komprehensif, diharapkan penanganan stunting di Indonesia dapat lebih efektif dan efisien.
Pemerintah juga perlu meningkatkan akses masyarakat terhadap layanan kesehatan dan gizi, khususnya bagi ibu hamil dan anak-anak. Hal ini termasuk memastikan ketersediaan makanan bergizi yang terjangkau dan mudah diakses oleh masyarakat.
Wihaji berharap dengan perubahan fokus penanganan stunting ini, Indonesia dapat mencapai target penurunan angka stunting secara signifikan. "Dengan fokus pada pencegahan dan pendekatan holistik, kita optimis dapat menurunkan angka stunting di Indonesia," tutupnya.
Kesimpulan: Perubahan strategi penanganan stunting dengan berfokus pada pencegahan sejak dini pada anak berisiko merupakan langkah penting untuk menurunkan angka stunting di Indonesia. Hal ini membutuhkan kesadaran masyarakat, koordinasi antar pihak terkait, serta peningkatan akses terhadap layanan kesehatan dan gizi.