Ghosting dan KDRT: Penyebab Utama Perceraian di Indonesia?
Kemendukbangga mengungkapkan bahwa "ghosting" dan KDRT menjadi beberapa faktor utama penyebab tingginya angka perceraian di Indonesia pada tahun 2024, meskipun angka tersebut menunjukkan penurunan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
Jakarta, 17 Februari 2025 - Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Kemendukbangga)/BKKBN baru-baru ini mengungkapkan fakta mengejutkan terkait penyebab perceraian di Indonesia. Tidak hanya pertengkaran dan masalah ekonomi, tetapi juga perilaku ghosting dan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) turut menjadi faktor signifikan yang menyebabkan putusnya ikatan pernikahan.
Faktor Penyebab Perceraian
Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat angka perceraian di Indonesia pada tahun 2024 mencapai 408.347 kasus. Meskipun mengalami penurunan dibandingkan tahun 2023 (467 ribu kasus) dan 2022 (516 ribu kasus), angka ini tetap mengkhawatirkan. Direktur Bina Ketahanan Remaja Kemendukbangga/BKKBN, Edi Setiawan, menjelaskan bahwa 8,4 persen kasus perceraian disebabkan oleh ghosting, yaitu tindakan memutuskan komunikasi tanpa penjelasan. Sementara itu, KDRT juga berkontribusi, meskipun angka yang dilaporkan (1,3 persen) diperkirakan jauh lebih rendah dari angka sebenarnya.
Mayoritas kasus perceraian, menurut data Kementerian Agama yang dikutip Edi Setiawan, disebabkan oleh pertengkaran dan perselisihan dalam rumah tangga (61,7 persen). Masalah ekonomi juga menjadi faktor penting, berkontribusi sebesar 20 persen.
Pentingnya Persiapan Pernikahan
Kemendukbangga/BKKBN menekankan pentingnya persiapan pernikahan yang matang untuk menekan angka perceraian. Deputi Bidang Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga (KSPK) Kemendukbangga/BKKBN, Nopian Andusti, mewakili Mendukbangga Wihaji, menyatakan bahwa pernikahan membutuhkan kesiapan menyeluruh, meliputi aspek fisik, mental, finansial, spiritual, dan keterampilan membangun rumah tangga yang harmonis.
Nopian Andusti juga menyoroti pentingnya peran orang tua, terutama ayah, yang tidak hanya sebagai pencari nafkah, tetapi juga berperan aktif dalam pengasuhan anak dan membangun hubungan keluarga yang seimbang. Ia menyayangkan kecenderungan sebagian besar suami yang hanya fokus pada peran sebagai pencari nafkah saja.
Kesiapan Menikah: 10 Dimensi Penting
Kemendukbangga/BKKBN merumuskan 10 dimensi kesiapan berkeluarga, antara lain: kesiapan usia (idealnya 21 tahun untuk perempuan dan 25 tahun untuk laki-laki), kesiapan finansial, kesiapan emosi, kesiapan sosial, kesiapan moral, kesiapan mental, kesiapan interpersonal, kesiapan fisik, kesiapan intelektual, dan keterampilan hidup. Memahami dan memenuhi dimensi-dimensi ini sangat krusial untuk membangun rumah tangga yang kokoh.
Aplikasi Elsimil: Solusi Edukasi dan Pendampingan
Untuk mendukung kesiapan menikah, Kemendukbangga/BKKBN mengembangkan aplikasi Elektronik Siap Nikah dan Siap Hamil (Elsimil). Aplikasi ini menyediakan edukasi tentang kesiapan menikah, skrining kesehatan, dan pendampingan bagi calon pengantin. Tujuannya adalah memastikan calon pengantin dalam kondisi sehat, sehingga dapat melahirkan bayi yang sehat pula.
Kesimpulan
Tingginya angka perceraian di Indonesia menjadi perhatian serius. Selain faktor ekonomi dan pertengkaran, ghosting dan KDRT juga turut berkontribusi signifikan. Oleh karena itu, persiapan pernikahan yang matang, pemahaman akan 10 dimensi kesiapan berkeluarga, serta pemanfaatan aplikasi Elsimil sangat penting untuk menciptakan rumah tangga yang harmonis dan mengurangi angka perceraian di masa mendatang.