GM FKPPI Dorong Revisi UU TNI: Perkuat Pertahanan Negara di Era Ancaman Kompleks
Gerakan Muda FKPPI mendesak revisi UU TNI untuk perkuat pertahanan negara menghadapi ancaman kompleks, termasuk penataan peran TNI dan kesejahteraan prajurit.
Jakarta, 15 Maret 2025 - Gerakan Muda Forum Komunikasi Putra-Puteri TNI-Polri (GM FKPPI) menyerukan revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI). Hal ini dinilai krusial untuk memperkuat pertahanan negara dalam menghadapi dinamika ancaman yang semakin kompleks dan beragam. Revisi UU TNI ini dipandang sebagai langkah strategis untuk memastikan efektivitas tugas TNI dan penegakan supremasi sipil.
Ketua Bidang Hukum dan Politik DPP GM FKPPI, Wahyu Sandya, dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Sabtu, menekankan perlunya penyempurnaan tugas pokok TNI dan masing-masing matra. Menurutnya, revisi ini harus memastikan tidak terjadi duplikasi peran dengan lembaga lain, terutama dalam menghadapi ancaman non-militer. "Ini juga untuk memastikan penegakan prinsip supremasi sipil dalam kehidupan berbangsa dan bernegara," tegas Wahyu.
Wahyu menambahkan bahwa revisi UU TNI harus mampu menjawab tantangan global yang terus berkembang. Perkembangan teknologi, strategi, dan kebijakan internasional menuntut reformasi TNI untuk meningkatkan profesionalisme dan kesiapan menghadapi ancaman yang semakin kompleks. Dengan demikian, postur TNI harus tetap selaras dengan dinamika kebijakan dan keputusan negara.
Revisi UU TNI: Mengatasi Duplikasi Peran dan Penguatan Netralitas
Wahyu Sandya menyoroti pentingnya penataan peran TNI agar tidak tumpang tindih dengan institusi lain. "Tugas pokok TNI harus dipertegas agar tidak tumpang tindih dengan institusi lain. Hal ini krusial untuk memastikan efektivitas pelaksanaan tugas dan memperjelas peran TNI di berbagai sektor," ujarnya. Lebih lanjut, ia menekankan perlunya pengaturan ketat terkait penempatan prajurit aktif di kementerian dan lembaga di luar bidang pertahanan. Penempatan tersebut harus didasarkan pada urgensi kebutuhan nasional yang terkait dengan ancaman non-militer.
Perubahan Pasal 47 UU TNI, menurut Wahyu, harus memperjelas mekanisme dan kriteria penempatan prajurit aktif di kementerian/lembaga. Hal ini untuk memastikan tetap sejalan dengan prinsip netralitas TNI dan mencegah tumpang tindih kewenangan. Dengan demikian, revisi UU TNI harus selaras dengan tuntutan reformasi TNI dan dinamika global.
Selain itu, Wahyu juga menyoroti perlunya penyesuaian batas usia pensiun prajurit. Mengingat meningkatnya usia harapan hidup masyarakat Indonesia, batas usia pensiun yang diatur dalam Pasal 53 perlu dikaji ulang. Penyesuaian ini penting agar prajurit yang masih produktif dapat terus berkontribusi optimal bagi negara, namun tetap memperhatikan regenerasi di tubuh TNI.
Kesejahteraan dan Pengembangan Karir Prajurit
Wahyu menekankan pentingnya keseimbangan kesejahteraan dan pengembangan karir prajurit. Revisi UU TNI diharapkan dapat menciptakan sistem pembinaan karir yang adil dan transparan. Sistem ini tidak hanya memastikan kesejahteraan materi prajurit, tetapi juga memberikan peluang yang jelas untuk berkembang. "Revisi ini diharapkan dapat menciptakan sistem pembinaan karir yang adil dan transparan sehingga prajurit TNI tidak hanya sejahtera secara materi, tetapi juga memiliki peluang yang jelas untuk berkembang," kata Wahyu.
Ia juga menyarankan penambahan Pasal II tentang ketentuan peralihan terkait penyesuaian pengaturan batas usia pensiun. Ketentuan peralihan ini penting untuk memastikan proses adaptasi berjalan dengan tertib dan tidak menimbulkan dampak negatif terhadap pembinaan personel. Wahyu berharap revisi UU TNI dapat memperkuat posisi TNI sebagai garda terdepan pertahanan negara yang profesional, modern, dan adaptif terhadap perkembangan ancaman.
Sebagai informasi tambahan, Rapat Paripurna DPR RI pada Selasa (18/2) telah menyetujui RUU tentang Perubahan Atas UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025. Pembahasan RUU ini diusulkan berdasarkan Surat Presiden RI Nomor R12/Pres/02/2025 tertanggal 13 Februari 2025, menjadikannya usul inisiatif pemerintah. Komisi I DPR RI telah menggelar beberapa rapat pembahasan RUU TNI dengan berbagai pihak terkait, termasuk Menteri Pertahanan dan Panglima TNI.
Revisi UU TNI diharapkan dapat memperkuat profesionalisme TNI dalam bingkai demokrasi dan supremasi hukum, sekaligus memastikan TNI tetap menjadi garda terdepan pertahanan negara yang tangguh menghadapi berbagai ancaman, baik militer maupun non-militer, di era yang semakin kompleks ini.