Ibu di Medan Dituntut 1 Tahun Penjara Kasus Penganiayaan Anak
Jaksa menuntut Dewi Tiffany Nisha, ibu yang menganiaya anak kandungnya di Medan, dengan hukuman satu tahun penjara karena melanggar Undang-Undang Perlindungan Anak.
Pengadilan Negeri Medan, Sumatera Utara, Selasa (11/3), menggelar sidang kasus penganiayaan anak yang dilakukan oleh Dewi Tiffany Nisha (38) terhadap anak kandungnya yang masih berusia enam tahun. Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Medan menuntut terdakwa dengan hukuman satu tahun penjara. Peristiwa penganiayaan terjadi di rumah terdakwa di Kecamatan Medan Sunggal pada Jumat, 20 September 2024.
Tuntutan tersebut dibacakan oleh JPU Septian Napitupulu. Ia menyatakan bahwa perbuatan Dewi Tiffany Nisha terbukti melanggar Pasal 80 ayat (4) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002, yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Penganiayaan yang dilakukan mengakibatkan korban mengalami luka memar di bagian tubuh depan dan belakang akibat sabetan ikat pinggang.
Hakim Ketua Zulfikar menunda persidangan hingga Selasa (18/3) mendatang untuk mendengarkan nota pembelaan atau pledoi dari terdakwa. Dalam persidangan sebelumnya, Dewi Tiffany Nisha mengakui perbuatannya dan menyatakan penyesalan. Ia mengaku sedang stres dan emosi saat kejadian karena anaknya berbohong mengenai stiker yang hilang di sekolah.
Kronologi Penganiayaan dan Tuntutan JPU
Menurut JPU Septian Napitupulu, terdakwa Dewi Tiffany Nisha melakukan penganiayaan dengan cara memukul anaknya berulang kali menggunakan ikat pinggang hingga anak tersebut menangis kesakitan. "Berulang kali (saya pukul, red). Saya tidak ada mencekik," kata JPU menirukan pengakuan terdakwa. Terdakwa mengaku menyesal dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya lagi. Ia juga menyatakan kesiapannya menerima hukuman jika terbukti bersalah.
JPU menilai, perbuatan terdakwa telah memenuhi unsur tindak pidana kekerasan terhadap anak. "Meminta majelis hakim agar menjatuhkan hukuman kepada terdakwa Dewi Tiffany Nisha dengan pidana penjara satu tahun," tegas JPU Septian Napitupulu di persidangan. Tuntutan satu tahun penjara ini mencerminkan keseriusan pemerintah dalam menangani kasus kekerasan terhadap anak.
Dewi Tiffany Nisha, yang bekerja sebagai pedagang daring, mengaku mampu membiayai kebutuhan anak-anaknya. Pernyataan ini disampaikan JPU dalam persidangan sebagai bagian dari informasi latar belakang terdakwa. Namun, hal ini tidak mengurangi beratnya hukuman yang dituntut atas perbuatannya.
Pasal yang Dilanggar dan Dampaknya
Pasal 80 ayat (4) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak mengatur tentang sanksi pidana bagi pelaku kekerasan terhadap anak. Pelanggaran pasal ini berdampak serius, baik bagi korban maupun pelaku. Korban mengalami trauma fisik dan psikis, sementara pelaku harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di depan hukum.
Kasus ini menjadi pengingat pentingnya perlindungan anak di Indonesia. Perlindungan anak bukan hanya tanggung jawab orang tua, tetapi juga seluruh lapisan masyarakat. Pentingnya pendidikan dan kesadaran akan dampak kekerasan terhadap anak harus terus digaungkan agar kejadian serupa tidak terulang kembali.
Proses hukum akan berlanjut dengan mendengarkan pembelaan dari terdakwa pada sidang berikutnya. Putusan hakim akan menjadi penentu akhir dari kasus ini dan diharapkan memberikan efek jera bagi pelaku kekerasan terhadap anak.
Semoga kasus ini dapat menjadi pembelajaran bagi semua orang tua untuk selalu mengendalikan emosi dan menerapkan metode pengasuhan yang tepat, sehingga kekerasan terhadap anak dapat dicegah.
Kesimpulan
Sidang kasus penganiayaan anak di Medan ini menyoroti pentingnya perlindungan anak dan penegakan hukum di Indonesia. Putusan hakim nantinya akan menjadi tolak ukur efektivitas sistem hukum dalam melindungi anak-anak dari kekerasan.