Ibu Hamil Usia 35 Tahun ke Atas, Waspadai Risiko Bayi Lahir dengan PJB!
Dokter mengingatkan peningkatan risiko bayi lahir dengan penyakit jantung bawaan (PJB) pada ibu hamil usia di atas 35 tahun dan faktor risiko lainnya.
Jakarta, 15 Mei 2024 - Sebuah peringatan penting disampaikan oleh Dr. dr. Syarif Rohimi, spesialis anak dari RS Anak dan Bunda Harapan Kita. Beliau menekankan peningkatan risiko bayi lahir dengan penyakit jantung bawaan (PJB) pada ibu hamil berusia di atas 35 tahun. Pernyataan ini disampaikan saat beliau ditemui di Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita, Jakarta Barat.
Menurut dr. Syarif, usia ibu hamil merupakan faktor risiko yang mudah dikenali. Selain itu, beliau juga menyebutkan beberapa faktor lain yang meningkatkan risiko PJB, termasuk jumlah kehamilan yang lebih dari lima kali. "Kalau lebih dari 5 kali hamil, hati-hati ada risiko penyakit jantung bawaan," ujarnya.
Faktor-faktor lain yang turut meningkatkan risiko PJB antara lain adalah kelebihan cairan ketuban, diabetes melitus pada ibu hamil, dan pertumbuhan janin yang tidak normal. Oleh karena itu, dr. Syarif mendorong adanya program nasional untuk menekan angka kejadian PJB, termasuk anjuran untuk membatasi jumlah kehamilan dan menghindari kehamilan setelah usia 35 tahun.
Faktor Risiko Penyakit Jantung Bawaan (PJB) pada Bayi
Penyakit jantung bawaan (PJB) merupakan kelainan struktur jantung atau sirkulasi jantung yang terjadi akibat kegagalan pembentukan organ saat janin masih dalam kandungan. Di dunia, satu dari 100 bayi lahir dengan PJB. Di Indonesia, dengan angka fertilitas yang tinggi, diperkirakan sekitar 50.000 bayi dari 5 juta kelahiran setiap tahunnya menderita PJB.
Angka ini menunjukkan pentingnya perhatian serius terhadap PJB, terutama dalam hal deteksi dini dan edukasi masyarakat. Deteksi dini sangat krusial untuk penanganan yang tepat dan efektif guna meminimalisir dampak jangka panjang pada kesehatan bayi.
Selain faktor usia dan jumlah kehamilan, penting untuk memperhatikan kondisi kesehatan ibu selama kehamilan. Diabetes melitus, misalnya, merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan risiko PJB pada bayi. Oleh karena itu, pemeriksaan dan perawatan kesehatan yang teratur selama kehamilan sangat dianjurkan.
Pertumbuhan janin yang tidak normal juga dapat menjadi indikator potensial PJB. Pemantauan perkembangan janin secara berkala melalui pemeriksaan USG dan konsultasi dengan dokter kandungan sangat penting untuk mendeteksi dini potensi masalah.
Anak Down Syndrome dan Risiko PJB
Menjelang Hari Down Syndrome Sedunia pada 21 Maret, dr. Syarif juga mengingatkan tingginya angka kejadian PJB pada anak dengan Down Syndrome. "Pada penyakit jantung bawaan, 50 persen itu Down syndrome," jelasnya. Hal ini menunjukkan pentingnya skrining dan pemantauan kesehatan khusus untuk bayi dengan Down Syndrome.
Penting bagi para orang tua untuk memahami faktor-faktor risiko ini dan berkonsultasi secara teratur dengan dokter kandungan dan spesialis anak untuk memastikan kesehatan bayi mereka. Deteksi dini dan penanganan yang tepat sangat penting untuk meningkatkan kualitas hidup anak-anak yang terlahir dengan PJB.
Kesimpulannya, pencegahan dan deteksi dini PJB memerlukan perhatian bersama. Edukasi kepada masyarakat tentang faktor-faktor risiko, pentingnya pemeriksaan kehamilan yang teratur, dan skrining bayi baru lahir sangat penting untuk mengurangi angka kejadian PJB di Indonesia.