IHSG Diprediksi Melemah: Ancaman Tarif AS dan Profit Taking Jadi Biang Keladi
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) diperkirakan melemah di tengah kekhawatiran tarif AS dan aksi profit taking investor asing, menyebabkan IHSG menjadi yang terlemah di Asia Tenggara.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Jumat, 28 Februari 2025, diperkirakan akan melemah. Hal ini didorong oleh kekhawatiran pelaku pasar terhadap penerapan tarif baru oleh Amerika Serikat (AS) dan aksi profit taking yang terjadi. IHSG dibuka dengan penurunan 73,27 poin atau 1,13 persen, berada di posisi 6.412,18. Indeks LQ45 juga ikut tertekan, turun 12,25 poin atau 1,67 persen ke posisi 719,14.
Financial Expert Ajaib Sekuritas, Ratih Mustikoningsih, memprediksi IHSG akan bergerak melemah dalam rentang 6.400 hingga 6.550. Prediksi ini muncul di tengah kekhawatiran akan ancaman tarif yang kembali dilontarkan Presiden AS Donald Trump. Kenaikan tarif 25 persen atas impor dari Meksiko dan Kanada, yang sebelumnya sempat ditunda hingga April 2025, kini dikonfirmasi tetap berlaku mulai 4 Maret 2025. Situasi ini menambah ketidakpastian di pasar saham.
Selain ancaman tarif AS, pelemahan IHSG juga dipengaruhi oleh kondisi domestik. Tercatat outflow investor asing senilai Rp1,87 triliun pada Kamis, 27 Februari 2025, di seluruh pasar ekuitas domestik. Investor asing melakukan penjualan bersih saham Big Banks (BBRI, BBCA, dan BMRI) dengan total Rp1,5 triliun. Kondisi ini diperparah dengan aksi profit taking setelah perbankan merilis kinerja keuangan bulanan yang menunjukkan pertumbuhan laba bersih yang minimalis, terutama di segmen UMKM, akibat kenaikan beban provisi.
Ancaman Tarif AS dan Dampaknya terhadap IHSG
Ancaman penerapan tarif baru oleh AS menjadi salah satu faktor utama yang menyebabkan IHSG diperkirakan melemah. Kenaikan tarif impor dari Meksiko dan Kanada, yang tetap berlaku pada 4 Maret 2025, menimbulkan kekhawatiran akan dampak negatif terhadap perekonomian Indonesia dan pasar saham. Ketidakpastian kebijakan AS ini membuat investor cenderung mengambil sikap wait and see, sehingga memicu aksi jual saham.
Kondisi ini diperburuk oleh pelemahan bursa saham AS. Wall Street mengalami aksi profit taking, dengan indeks Nasdaq 100 memimpin pelemahan sebesar 2,78 persen ke level 18.544. Saham NVDA turut anjlok 8 persen setelah rilis laporan keuangan dan ancaman kinerja yang melandai di tengah beban produksi yang tetap tinggi. Pelemahan di Wall Street turut memengaruhi sentimen investor di pasar saham Asia, termasuk Indonesia.
Performa IHSG pada Kamis, 27 Februari 2025, menjadi yang terlemah di antara bursa saham di kawasan Asia Tenggara. Hal ini menunjukkan dampak signifikan dari berbagai faktor internal dan eksternal yang menekan IHSG. Kondisi ini perlu diwaspadai oleh investor dan pemerintah untuk mengambil langkah-langkah yang tepat.
Inflasi Jepang dan Kinerja Perbankan Indonesia
Dari Asia, Jepang melaporkan inflasi tahunan pada Februari 2025 sebesar 2,9 persen, lebih rendah dari bulan sebelumnya yang mencapai 3,4 persen. Meskipun melandai, angka inflasi ini masih di atas target Bank Sentral Jepang (BOJ) sebesar 2 persen. Kondisi ini menunjukkan bahwa tekanan inflasi global masih berlanjut, meskipun ada sedikit penurunan.
Di dalam negeri, kinerja perbankan Indonesia turut menjadi sorotan. Pertumbuhan laba bersih perbankan yang minimalis, terutama di segmen UMKM, akibat kenaikan beban provisi, memicu aksi profit taking oleh investor. Hal ini menunjukkan adanya tantangan yang dihadapi sektor perbankan di tengah kondisi ekonomi yang masih belum sepenuhnya pulih.
Kondisi ini semakin diperparah dengan aksi jual bersih saham Big Banks oleh investor asing. Penjualan tersebut menunjukkan kurangnya kepercayaan investor terhadap prospek perbankan Indonesia dalam jangka pendek. Pemerintah dan otoritas terkait perlu memperhatikan kondisi ini untuk menjaga stabilitas sektor perbankan.
Perbandingan IHSG dengan Bursa Saham Regional
Pada perdagangan Kamis, 27 Februari 2025, IHSG mencatatkan kinerja yang paling lemah dibandingkan dengan bursa saham regional Asia. Berikut perbandingannya:
- Nikkei: Melemah 1.140,88 poin atau 2,98 persen ke 37.115,29
- Shanghai: Melemah 23,09 poin atau 0,69 persen ke 3.364,97
- Kuala Lumpur: Melemah 8,49 poin atau 0,54 persen ke 1.578,11
- Strait Times: Melemah 12,21 poin atau 0,31 persen ke 3.908,98
Perbandingan ini menunjukkan bahwa IHSG lebih rentan terhadap faktor-faktor eksternal dan internal yang menekan pasar saham. Pemerintah dan otoritas terkait perlu mengkaji lebih lanjut faktor-faktor tersebut untuk merumuskan strategi yang tepat dalam menjaga stabilitas IHSG.
Secara keseluruhan, pelemahan IHSG pada Jumat, 28 Februari 2025, dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik internal maupun eksternal. Ancaman tarif AS, aksi profit taking, dan kinerja perbankan yang melandai menjadi beberapa faktor utama yang menyebabkan IHSG diperkirakan akan terus melemah dalam beberapa waktu ke depan. Pemantauan dan antisipasi terhadap perkembangan situasi global dan domestik sangat penting untuk menjaga stabilitas pasar saham Indonesia.