Imigrasi Banda Aceh Deportasi WNA Mantan Narapidana asal Bangladesh
Kantor Imigrasi Banda Aceh sedang memproses pendeportasian Parvez, warga negara Bangladesh mantan narapidana yang telah menyelesaikan masa hukuman 10 bulan karena imigrasi ilegal.
Banda Aceh, 5 Mei 2025 - Kantor Imigrasi Kelas I Tempat Pemeriksaan Imigrasi (TPI) Banda Aceh tengah memproses pendeportasian seorang warga negara asing (WNA) mantan narapidana. WNA tersebut, bernama Parvez, berkewarganegaraan Bangladesh dan telah menjalani masa pidana selama 10 bulan. Proses deportasi ini dilakukan setelah Parvez menyelesaikan masa hukumannya atas pelanggaran keimigrasian di Indonesia.
Menurut Taufik, Humas Kantor Imigrasi Kelas I TPI Banda Aceh, Parvez diserahkan oleh Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas IIB Banda Aceh pada tanggal 1 Mei 2025. Penyerahan ini menandai dimulainya proses deportasi Parvez ke negara asalnya. Proses deportasi sendiri membutuhkan beberapa tahapan administrasi dan kerja sama internasional.
Kasus Parvez bermula dari penangkapannya oleh tim gabungan di Gampong Pie, Kecamatan Meuraxa, Kota Banda Aceh pada akhir Februari 2024. Ia diketahui telah tinggal di Indonesia secara ilegal bersama istrinya sejak Februari 2023, tanpa dokumen keimigrasian yang sah. Setelah melalui proses persidangan, Pengadilan Negeri Banda Aceh menjatuhkan vonis 10 bulan penjara kepada Parvez pada 27 Agustus 2024 karena melanggar Pasal 119 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian.
Proses Deportasi Parvez
Taufik menjelaskan bahwa proses pendeportasian Parvez masih berlangsung. Pihak Imigrasi Banda Aceh telah mengajukan permohonan dokumen perjalanan kepada Kedutaan Besar Bangladesh di Jakarta. Saat ini, Parvez ditahan di ruang detensi Kantor Imigrasi Banda Aceh sambil menunggu dokumen perjalanan tersebut diterbitkan. Proses ini memerlukan waktu dan koordinasi yang intensif antara pihak Imigrasi Indonesia dan Kedutaan Besar Bangladesh.
Proses deportasi ini melibatkan beberapa instansi, mulai dari Rutan Banda Aceh yang menyerahkan Parvez, Kantor Imigrasi Banda Aceh yang memproses deportasi, hingga Kedutaan Besar Bangladesh yang bertanggung jawab atas penerbitan dokumen perjalanan. Kerjasama antar instansi ini sangat penting untuk memastikan kelancaran proses deportasi.
Keberhasilan proses deportasi ini juga menjadi bukti komitmen pemerintah Indonesia dalam menegakkan hukum dan peraturan keimigrasian. Hal ini juga menunjukkan pentingnya kerjasama internasional dalam menangani kasus-kasus imigrasi ilegal.
Imigrasi Ilegal dan Sanksi Hukum
Kasus Parvez menjadi pengingat akan pentingnya menaati peraturan keimigrasian. Tinggal dan bekerja di Indonesia tanpa dokumen yang sah merupakan pelanggaran hukum yang dapat berakibat serius, seperti deportasi dan hukuman penjara. Pemerintah Indonesia terus berupaya untuk meningkatkan pengawasan dan penegakan hukum di bidang keimigrasian.
Bagi warga negara asing yang ingin tinggal atau bekerja di Indonesia, sangat penting untuk melengkapi seluruh dokumen keimigrasian yang dibutuhkan. Informasi mengenai persyaratan keimigrasian dapat diperoleh melalui website resmi Kementerian Hukum dan HAM atau kantor imigrasi setempat. Dengan demikian, diharapkan dapat mencegah terjadinya pelanggaran hukum di bidang keimigrasian.
Proses hukum yang dijalani Parvez juga menjadi contoh bagaimana Indonesia menangani kasus imigrasi ilegal. Proses yang transparan dan sesuai dengan hukum menunjukkan komitmen Indonesia dalam menegakkan aturan hukum.
Setelah dokumen perjalanan dari Kedutaan Besar Bangladesh diterima, Parvez akan segera dideportasi kembali ke Bangladesh. Proses deportasi ini akan dilakukan sesuai dengan prosedur dan peraturan yang berlaku.
Kesimpulan
Proses pendeportasian Parvez, warga negara Bangladesh mantan narapidana, menjadi contoh nyata penegakan hukum keimigrasian di Indonesia. Kasus ini menekankan pentingnya kepatuhan terhadap aturan keimigrasian dan kerjasama antar lembaga dalam menangani kasus imigrasi ilegal.