Indonesia Evaluasi Dampak Penarikan AS dari Perjanjian Paris
Indonesia sedang menilai dampak penarikan AS dari Perjanjian Paris, khususnya pada pendanaan proyek transisi energi, dan mencari alternatif pendanaan jika diperlukan.
Indonesia tengah mengevaluasi dampak penarikan Amerika Serikat (AS) dari Perjanjian Paris, terutama terhadap pendanaan proyek transisi energi. Keputusan Presiden AS saat itu, Donald Trump, menimbulkan pertanyaan besar tentang masa depan kerjasama internasional dalam mengatasi perubahan iklim dan berdampak langsung pada Indonesia.
Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Yuliot Tanjung, menyatakan bahwa pemerintah terus memantau dampak penarikan AS. Pernyataan ini disampaikan seusai pertemuan dengan DPR RI. Meskipun AS keluar dari perjanjian, Indonesia tetap berkomitmen pada upaya global melawan perubahan iklim.
Pemerintah akan mengantisipasi dampaknya lewat kebijakan yang menguntungkan rakyat Indonesia. Salah satu program yang berpotensi terdampak adalah Just Energy Transition Partnership (JETP). JETP bertujuan memobilisasi investasi dalam produksi energi terbarukan di Indonesia untuk mengurangi emisi, memperkuat jaringan listrik, meningkatkan keamanan energi, menciptakan lapangan kerja, dan mengembangkan ekonomi energi bersih.
Melalui JETP, US International Development Finance Corporation (DFC) berkomitmen menyediakan pendanaan sebesar US$1 miliar untuk mempercepat inisiatif energi bersih di Indonesia. Penarikan AS berpotensi menyebabkan keterlambatan atau pengurangan pendanaan ini.
Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi, Eniya Listiani Dewi, menegaskan bahwa jika pendanaan proyek transisi energi terdampak, Indonesia akan mencari alternatif lain. Indonesia akan aktif mengajak negara lain untuk berinvestasi di energi baru terbarukan.
Perlu diingat, penarikan AS dari Perjanjian Paris bukan yang pertama kalinya. Presiden Trump sebelumnya telah menarik AS dari perjanjian ini pada 2017. Perjanjian Paris sendiri diadopsi pada 2015 oleh 195 anggota UN Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) untuk membatasi peningkatan suhu global hingga jauh di bawah 2 derajat Celcius di atas tingkat pra-industri, dan berupaya membatasi hingga 1,5 derajat Celcius.
Ke depannya, Indonesia akan terus berupaya memastikan transisi energi berjalan lancar, meskipun menghadapi tantangan akibat perubahan kebijakan global. Upaya diversifikasi pendanaan dan kerjasama dengan negara lain menjadi kunci keberhasilan dalam mencapai target energi terbarukan Indonesia.