Indonesia Incar Keanggotaan OECD: Tantangan dan Peluang di Baliknya
Setelah bergabung dengan BRICS, Indonesia kini mengejar keanggotaan OECD untuk meningkatkan daya saing ekonomi dan menarik investasi asing, namun tantangan reformasi struktural besar-besaran pun harus dihadapi.
Indonesia baru saja bergabung dengan BRICS, sebuah aliansi ekonomi dunia yang baru. Namun, langkah Indonesia tidak berhenti sampai di situ. Saat ini, Indonesia tengah berupaya untuk bergabung dengan OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development), sebuah organisasi ekonomi yang beranggotakan negara-negara dengan kebijakan ekonomi dan tata kelola pemerintahan yang kuat. Keanggotaan ini diharapkan dapat meningkatkan daya saing Indonesia di kancah internasional dan menarik investasi asing.
OECD, yang didirikan pada tahun 1961, bertujuan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi berkelanjutan, memperkuat perdagangan global, dan meningkatkan standar hidup masyarakat anggotanya. Organisasi ini terdiri dari 38 negara anggota, termasuk Amerika Serikat, Jepang, Korea Selatan, dan negara-negara Uni Eropa. Keanggotaan dalam OECD sering dianggap sebagai penanda kualitas suatu negara, karena menunjukkan bahwa negara tersebut telah memenuhi standar tinggi dalam tata kelola ekonomi dan pemerintahan.
Indonesia berharap keanggotaan di OECD akan menjadi momentum untuk meningkatkan perekonomian nasional, menarik investasi, dan keluar dari jebakan negara berpenghasilan menengah. Namun, bergabung dengan OECD juga berarti Indonesia harus memenuhi standar tinggi yang ditetapkan organisasi tersebut, yang tentunya akan menjadi tantangan tersendiri bagi Indonesia.
Meningkatnya Kredibilitas dan Diplomasi Ekonomi
Salah satu keuntungan utama keanggotaan di OECD adalah peningkatan kredibilitas Indonesia di mata investor internasional. Selama ini, banyak perusahaan global ragu untuk berinvestasi di Indonesia karena ketidakpastian regulasi, birokrasi yang rumit, dan rendahnya kepastian hukum. Dengan bergabung di OECD, Indonesia diharapkan dapat meningkatkan transparansi dan akuntabilitas kebijakan ekonominya, sehingga menarik lebih banyak investasi asing, khususnya di sektor manufaktur, energi hijau, dan teknologi.
OECD juga menyediakan platform untuk memperkuat diplomasi ekonomi Indonesia. Sebagai ekonomi terbesar di Asia Tenggara, Indonesia sering berada di persimpangan kepentingan berbagai kekuatan ekonomi global. Keanggotaan di OECD dapat memperkuat posisi negosiasi Indonesia dalam perjanjian perdagangan internasional dan meningkatkan daya tawar dalam menetapkan kebijakan ekonomi global.
Pemerintah Indonesia menunjukkan komitmen serius dalam upaya ini. Kemenko Perekonomian berkoordinasi dengan berbagai kementerian dan lembaga terkait, serta pejabat OECD dan negara-negara anggotanya. Kunjungan kerja Menteri Perekonomian Airlangga Hartarto ke Paris pada Maret 2025 untuk bertemu dengan pejabat OECD dan negara-negara anggota OECD menunjukkan keseriusan Indonesia dalam mengejar keanggotaan penuh.
"Rangkaian pertemuan ini menunjukkan komitmen dan keseriusan Indonesia dalam transformasi menuju negara maju, menjalankan reformasi struktural secara serius yang dibutuhkan dan sejalan dengan standar OECD," ujar Airlangga.
Reformasi Besar-besaran dan Tantangannya
Meskipun menawarkan banyak potensi, bergabung dengan OECD juga menghadirkan tantangan serius. Indonesia perlu melakukan reformasi besar-besaran di berbagai sektor untuk memenuhi standar OECD. Salah satu tantangan utama adalah regulasi dan kebijakan ekonomi Indonesia yang masih banyak mengandung distorsi, tidak selaras dengan prinsip-prinsip OECD, terutama dalam aspek persaingan usaha, perpajakan, dan kebijakan tenaga kerja.
Laporan OECD tentang regulasi pasar tenaga kerja menunjukkan bahwa Indonesia masih memiliki hambatan struktural dalam menciptakan fleksibilitas tenaga kerja yang optimal. Keanggotaan di OECD juga akan membawa konsekuensi besar dalam hal transparansi fiskal dan reformasi perpajakan. Indonesia harus menyesuaikan diri dengan standar OECD dalam sistem perpajakan global, termasuk kebijakan pajak minimum global.
Reformasi ini bisa menjadi tantangan bagi Indonesia yang masih menghadapi tingkat kepatuhan pajak yang rendah dan ketergantungan tinggi terhadap pajak tidak langsung. Jika tidak disiapkan dengan baik, tekanan untuk menaikkan standar perpajakan bisa membebani usaha kecil dan menengah.
Aspek sosial dan politik juga perlu dipertimbangkan. Reformasi ekonomi yang agresif tanpa mitigasi sosial dapat meningkatkan ketimpangan pendapatan dan memperburuk akses kelompok rentan terhadap layanan dasar.
Pelajaran Penting dan Strategi ke Depan
Tidak semua negara yang bergabung dengan OECD langsung merasakan manfaat ekonomi yang signifikan. Beberapa negara, seperti Meksiko dan Chile, mengalami proses adaptasi yang sulit. Indonesia perlu belajar dari pengalaman negara lain dan memastikan bahwa reformasi yang dilakukan selaras dengan kondisi domestiknya.
Dari perspektif geopolitik, aksesi Indonesia ke OECD juga bisa menimbulkan dinamika baru dalam hubungan internasional. Indonesia perlu mengelola hubungan dagang dengan China dan negara-negara mitra lainnya dengan bijak agar tidak menimbulkan ketegangan.
Indonesia harus mengambil pendekatan yang mempertimbangkan kepentingan nasional dan tidak hanya mengikuti standar OECD secara mentah-mentah. Aksesi ke OECD memiliki potensi besar untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi, meningkatkan kredibilitas investasi, dan memperkuat diplomasi ekonomi. Namun, reformasi yang diperlukan harus dipersiapkan dengan matang agar tidak menimbulkan efek samping negatif.
Indonesia harus memastikan bahwa aksesi ini bukan hanya pencapaian diplomatik, melainkan langkah strategis untuk membawa ekonomi nasional ke tingkat yang lebih maju dan berkelanjutan.