JPU Minta Majelis Hakim Tolak Keberatan Tiga Hakim Kasus Suap Vonis Bebas Ronald Tannur
Jaksa Penuntut Umum (JPU) meminta majelis hakim menolak keberatan tiga hakim nonaktif PN Surabaya yang terlibat kasus suap terkait vonis bebas Ronald Tannur, dengan tuntutan hukuman penjara hingga 12 tahun.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung, Bagus Kusuma Wardhana, pada Jumat (2/5) di Pengadilan Tipikor Jakarta, secara resmi meminta majelis hakim menolak pleidoi atau nota keberatan yang diajukan oleh tiga hakim nonaktif Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Ketiga hakim tersebut, Erintuah Damanik, Mangapul, dan Heru Hanindyo, sebelumnya divonis bebas dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi yang menyebabkan terpidana pembunuhan, Ronald Tannur, dinyatakan bebas pada tahun 2024.
Permintaan penolakan pleidoi tersebut disampaikan JPU dalam sidang pembacaan replik atau tanggapan terhadap pleidoi para terdakwa. JPU menegaskan kembali tuntutan hukuman terhadap ketiga hakim tersebut, dengan harapan majelis hakim mengabulkan tuntutan yang diajukan. "Apabila nota keberatan para terdakwa ditolak, kami meminta Majelis Hakim untuk mengabulkan tuntutan kami terhadap para terdakwa," tegas JPU dalam persidangan.
Kasus ini bermula dari pemberian vonis bebas kepada Ronald Tannur yang diduga sarat suap. Tiga hakim nonaktif PN Surabaya diduga menerima suap dan gratifikasi dari ibunda Ronald Tannur, Meirizka Widjaja Tannur, dan penasihat hukumnya, Lisa Rachmat. Jumlah suap yang diduga diterima mencapai Rp4,67 miliar, yang terdiri dari uang tunai dan transfer senilai Rp1 miliar dan 308 ribu dolar Singapura (sekitar Rp3,67 miliar dengan kurs Rp11.900).
Tanggapan JPU Terhadap Pleidoi Masing-masing Terdakwa
JPU memberikan tanggapan spesifik terhadap pleidoi masing-masing terdakwa. Terhadap Erintuah Damanik dan Mangapul, JPU menyatakan bahwa keduanya mengakui menerima uang dari Meirizka dan Lisa, namun gagal melaporkan penerimaan tersebut kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Hal ini dinilai sebagai pelanggaran hukum yang serius.
Sementara itu, terhadap pleidoi Heru Hanindyo, JPU menemukan beberapa pernyataan yang kontradiktif. Salah satu kontradiksi yang ditemukan adalah pernyataan Heru yang menyebutkan Erintuah berinisiatif bertemu Lisa tanpa sepengetahuannya, sementara di sisi lain Heru mengaku tidak pernah menerima uang dan tidak mengetahui penerimaan uang tersebut. Pernyataan ini dianggap JPU sebagai upaya untuk menghindari tanggung jawab.
JPU menekankan bahwa bukti-bukti yang ada sudah cukup kuat untuk menyatakan ketiga terdakwa bersalah. Mereka dinilai telah melanggar Pasal 6 ayat (2) dan Pasal 12B juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Tuntutan Pidana Terhadap Ketiga Hakim
Dalam tuntutannya, JPU menuntut Erintuah Damanik dan Mangapul masing-masing dengan pidana penjara selama 9 tahun dan denda Rp750 juta subsider 6 bulan kurungan. Sementara itu, Heru Hanindyo dituntut dengan pidana penjara 12 tahun dan denda Rp750 juta subsider 6 bulan kurungan.
Selain suap, ketiga hakim juga diduga menerima gratifikasi berupa uang dalam berbagai mata uang asing, termasuk dolar Singapura, ringgit Malaysia, yen Jepang, euro, dan riyal Saudi. Perbuatan ini juga diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12 huruf c atau Pasal 6 ayat (2) atau Pasal 5 ayat (2) dan Pasal 12 B jo. Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Kesimpulan
Sidang pembacaan replik ini menjadi babak penting dalam proses hukum kasus suap vonis bebas Ronald Tannur. JPU dengan tegas meminta majelis hakim menolak pleidoi ketiga hakim nonaktif dan mengabulkan tuntutan hukuman yang telah diajukan. Keputusan majelis hakim selanjutnya akan menentukan nasib ketiga terdakwa dan memberikan kepastian hukum dalam kasus ini.