Kajati Sulsel Setujui Dua Kasus Penganiayaan Diselesaikan Lewat Keadilan Restoratif
Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan menyetujui dua kasus penganiayaan di Jeneponto dan Maros diselesaikan melalui keadilan restoratif setelah terpenuhi berbagai persyaratan dan tercapainya perdamaian antara pelaku dan korban.
Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Sulawesi Selatan, Agus Salim, baru-baru ini menyetujui dua kasus penganiayaan yang diajukan untuk diselesaikan melalui jalur keadilan restoratif atau restorative justice (RJ). Kedua kasus tersebut berasal dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Jeneponto dan Cabang Kejari Camba, Kabupaten Maros. Persetujuan ini diberikan setelah Kajati memastikan bahwa kedua kasus telah memenuhi syarat dan proses perdamaian antara pelaku dan korban telah tercapai.
Keputusan ini disampaikan Agus Salim saat ekspos perkara permohonan keadilan restoratif secara daring. Ia menekankan bahwa penyelesaian perkara melalui RJ harus sesuai dengan Peraturan Kejaksaan (Perja) Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif. "Dari ketentuan yang ada dalam Perja, perkara ini sudah memenuhi syarat untuk diselesaikan dengan keadilan restoratif. Serta telah dilakukan musyawarah dan disepakati adanya perdamaian," tegas Agus Salim.
Kajati juga mengingatkan pentingnya pengawasan pasca-pelaksanaan RJ untuk memastikan tidak adanya unsur transaksional. "Atas nama pimpinan kami menyetujui permohonan RJ yang diajukan. Setelah disetujui, seluruh administrasi dilengkapi. Dengan disetujuinya RJ ini tersangka segera dibebaskan. Jangan sampai ada transaksional dalam pelaksanaan RJ ini, lakukan pengawasan setelah pelaksanaan RJ," tambahnya.
Kasus Penganiayaan di Jeneponto
Kasus pertama berasal dari Kejari Jeneponto, melibatkan tersangka Reni yang terlibat penganiayaan terhadap dua orang, HW dan HM. Peristiwa bermula pada 2 Januari 2025, saat Reni hendak mengambil anaknya yang berada di rumah Duda, Kepala Dusun Bontomanai. Perselisihan terjadi karena Reni mengambil paksa anaknya yang sedang dipangku HW, mengakibatkan HW terjatuh. HW dan HM kemudian melemparkan potongan sayur buncis ke Reni, yang kemudian membalas dengan menjambak rambut HM dan memukul dada HW.
Konflik ini berakar pada permasalahan harta warisan yang belum diselesaikan antara Reni dan mertuanya. Reni menagih harta warisan yang telah dijanjikan. Meskipun terjadi penganiayaan, pengajuan RJ dipertimbangkan karena Reni merupakan ibu rumah tangga dengan anak balita dan kasus ini merupakan tindak pidana pertamanya. Selain itu, korban telah memaafkan tersangka karena masih terikat hubungan keluarga.
Proses mediasi dan perdamaian telah dilakukan, sehingga memenuhi syarat untuk diterapkannya keadilan restoratif. Keputusan ini diambil dengan mempertimbangkan latar belakang permasalahan, status tersangka, dan kemauan korban untuk berdamai.
Kasus Penganiayaan di Maros
Kasus kedua berasal dari Cabang Kejari Camba, Kabupaten Maros, melibatkan tersangka Rudi Ibrahim (46) yang diduga melanggar Pasal 351 ayat (1) KUHPidana atas kasus penganiayaan terhadap seorang honorer Damkar Maros, AS (31). Peristiwa terjadi pada 27 Januari 2025 di depan Kantor Pemadam Kebakaran Maros. Perselisihan bermula dari saling membunyikan rem angin di jalan raya, yang berujung pada perkelahian dan penganiayaan yang menyebabkan AS mengalami pendarahan hidung.
Tersangka Rudi Ibrahim diketahui berprofesi sebagai supir truk. Setelah insiden tersebut, teman-teman korban melerai dan tersangka meninggalkan lokasi. Pengajuan RJ dipertimbangkan karena Rudi Ibrahim merupakan pelaku pertama kali (bukan residivis), ancaman hukuman di bawah lima tahun, adanya perdamaian antara pelaku dan korban, luka korban telah sembuh tanpa bekas, dan adanya respon positif dari masyarakat terhadap proses RJ.
Proses mediasi dan perdamaian yang dilakukan antara tersangka dan korban juga menjadi pertimbangan penting dalam persetujuan penerapan keadilan restoratif dalam kasus ini. Semua faktor tersebut menunjukkan bahwa persyaratan untuk RJ telah terpenuhi.
Kedua kasus ini menunjukkan komitmen Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan dalam menerapkan keadilan restoratif sebagai alternatif penyelesaian perkara, khususnya dalam kasus-kasus yang memenuhi kriteria dan memungkinkan tercapainya perdamaian antara pelaku dan korban. Penerapan RJ diharapkan dapat memberikan efek jera dan sekaligus mengembalikan harmoni sosial di masyarakat.