Kalsel Prioritaskan Rehabilitasi Hutan dan Lahan di Enam DAS untuk Cegah Banjir
Pemerintah Kalimantan Selatan memprioritaskan rehabilitasi hutan dan lahan di enam Daerah Aliran Sungai (DAS) guna meminimalisir dampak bencana banjir yang semakin sering terjadi.
Banjir di Kalimantan Selatan (Kalsel) telah menjadi masalah yang semakin kompleks. Untuk mengatasinya, Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Selatan memprioritaskan program Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) di enam Daerah Aliran Sungai (DAS) utama. Langkah ini bertujuan untuk meminimalisir dampak bencana banjir yang kerap melanda wilayah tersebut, khususnya setelah banjir bandang 2021 dan banjir Januari 2025.
Kepala Bidang Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Rehabilitasi Hutan dan Lahan (PDASRHL) Dishut Kalsel, Alip Winarto, menjelaskan bahwa strategi penanggulangan banjir harus mempertimbangkan berbagai faktor, termasuk penyebab banjir, kinerja Daerah Tangkapan Air (DTA), serta dampak ekonomi dan sosialnya. "Dalam menentukan strategi yang tepat saat menghadapi banjir, beberapa faktor perlu diperhatikan, seperti penyebab utama banjir, kinerja Daerah Tangkapan Air (DTA), serta dampak ekonomi dan sosial yang ditimbulkan," ujar Alip Winarto di Banjarbaru, Kamis (20/2).
Enam DAS yang menjadi prioritas RHL adalah DAS Barito (terdiri dari Sub DAS Martapura, Riam Kiwa, Negara, dan Barabai), DAS Maluka, dan DAS Tabonio. Ketiga DAS ini dianggap mendesak membutuhkan intervensi rehabilitasi untuk meningkatkan daya dukung ekosistem hutan dan daerah resapan air.
Upaya Mitigasi Banjir melalui Rehabilitasi Hutan dan Lahan
Dishut Kalsel berperan penting dalam pengendalian banjir melalui upaya mitigasi, khususnya pencegahan dan pengurangan risiko bencana banjir lewat kegiatan RHL. Alip menjelaskan bahwa meskipun beberapa faktor penyebab banjir bersifat alami, masih ada faktor lain yang bisa diintervensi, seperti peningkatan daya dukung ekosistem hutan dan daerah resapan air melalui program RHL. Ia menekankan perlunya kebijakan dan strategi inovatif yang melibatkan berbagai sektor untuk menghadapi tantangan banjir yang semakin kompleks.
Kegiatan RHL difokuskan pada daerah prioritas dengan kondisi kritis yang berdampak pada penurunan fungsi DTA. Hal ini merupakan upaya konkret dalam mengatasi dampak banjir, khususnya belajar dari pengalaman banjir bandang 2021 dan banjir Januari 2025. Hingga saat ini, Dishut Kalsel telah merehabilitasi lebih dari 7.000 hektare lahan melalui berbagai skema pendanaan, termasuk Rehabilitasi DAS PPKH, RHL dengan dana APBN dan APBD, serta program FOLU Net Sink 2030.
Selain rehabilitasi vegetatif, Dishut Kalsel juga melakukan RHL non-vegetatif berupa pembangunan infrastruktur konservasi, seperti Gully Plug, Dam Penahan, Instalasi Penampungan Air Hujan (IPAH), dan Sumur Resapan. Semua upaya ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas daerah aliran sungai dalam menampung dan mengalirkan air hujan.
Kolaborasi Multipihak untuk Suksesnya Program RHL
Alip Winarto menegaskan bahwa upaya mitigasi banjir melalui RHL tidak bisa dilakukan oleh Dishut Kalsel sendirian. Diperlukan kolaborasi dari berbagai pihak, termasuk pemerintah pusat, pemerintah daerah, sektor swasta, dan masyarakat. Kolaborasi ini sejalan dengan Peraturan Daerah Kalsel Nomor 7 Tahun 2018 tentang Gerakan Revolusi Hijau yang menekankan pentingnya peran semua pemangku kepentingan dalam menjaga keseimbangan ekosistem dan keberlanjutan lingkungan.
Sebagai contoh nyata sinergi multipihak, Alip menyebutkan keterlibatan BPDAS Barito, Dinas Kehutanan, dan perusahaan yang memiliki kewajiban reklamasi hutan bekas tambang dalam kegiatan rehabilitasi. Berbagai sumber pendanaan dan aktor tersebut menunjukkan bahwa sinergi multipihak adalah kunci keberhasilan dalam menghadapi tantangan banjir di Kalimantan Selatan.
Dengan demikian, program RHL di enam DAS prioritas di Kalsel diharapkan mampu mengurangi risiko banjir di masa mendatang. Upaya ini tidak hanya melibatkan rehabilitasi lahan secara vegetatif dan non-vegetatif, tetapi juga menekankan pentingnya kolaborasi dan sinergi antar berbagai pihak terkait.