Kejagung Temukan Bukti Invois Pemesanan Berita Negatif, Tiga Tersangka Terancam Hukuman Berat
Kejaksaan Agung menemukan bukti invois yang menunjukkan adanya pemesanan berita negatif oleh dua advokat kepada Direktur Pemberitaan JAKTV, terkait kasus dugaan perintangan penanganan perkara korupsi.
Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkap temuan terbaru dalam kasus dugaan perintangan penanganan perkara korupsi yang melibatkan tiga tersangka: Marcella Santoso (MS), Junaedi Saibih (JS), dan Tian Bahtiar (TB). Penyidik menemukan bukti invois yang menunjukkan pemesanan berita negatif oleh MS dan JS, yang merupakan advokat, kepada TB selaku Direktur Pemberitaan JAKTV. Kasus ini terkait dengan dugaan perintangan penanganan perkara korupsi tata niaga komoditas timah PT Timah Tbk, impor gula atas nama Tom Lembong, dan pemberian fasilitas ekspor CPO.
Direktur Penyidikan pada Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar, menjelaskan bahwa bukti invois tersebut ditemukan selama penggeledahan sebagai bagian dari pengembangan kasus dugaan suap putusan lepas terkait perkara korupsi ekspor CPO. Penggeledahan juga menghasilkan penyitaan dokumen dan barang bukti elektronik, seperti ponsel dan laptop, yang diduga digunakan untuk melakukan kejahatan. "Dalam penggeledahan ini, penyidik telah menyita dokumen, barang bukti elektronik, baik ponsel maupun laptop yang diduga sebagai alat yang digunakan untuk melakukan kejahatan," kata Qohar di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta.
Temuan invois tersebut menunjukkan adanya transaksi pembayaran untuk publikasi berita negatif yang bertujuan untuk menyudutkan Kejaksaan Agung. Total biaya yang dikeluarkan oleh MS dan JS mencapai Rp478.500.000, yang semuanya masuk ke rekening pribadi TB. Berita-berita tersebut disebar melalui media sosial, media online, dan JAKTV News.
Bukti Invois dan Dokumen yang Disita
Penyidik menemukan dua invois. Invois pertama bernilai Rp153.500.000 untuk 14 berita tentang alasan tindak lanjut kasus impor gula, 18 berita terkait tanggapan Jamin Ginting, 10 berita tentang tanggapan Ronald Lobloby, dan 15 berita tentang tanggapan Dian Puji dan Prof. Romli. Periode pemesanan berita ini adalah 14 Maret 2025. Invois kedua senilai Rp20.000.000 untuk pemberitaan di sembilan media mainstream dan umum, media monitoring, serta konten TikTok Jakarta pada 4 Juni 2024.
Selain invois, penyidik juga menyita sejumlah dokumen penting lainnya. Dokumen tersebut meliputi rencana kampanye melalui podcast dan media streaming, dokumen kebutuhan social movement, rencana seminar nasional, strategi membangun narasi publik, dan identifikasi key opinion leader. Semua ini terkait dengan penanganan perkara tata niaga komoditas timah PT Timah Tbk dan kasus impor gula. Biaya yang dialokasikan untuk kegiatan ini mencapai Rp2,4 miliar.
Dokumen lain yang disita termasuk unggahan di media sosial (Instagram, TikTok, dan YouTube) terkait penanganan perkara tersebut, rekapitulasi berita negatif tentang Kejaksaan di 24 media daring, laporan monitoring media, dan report analytic kasus korupsi timah periode 25-30 April 2024. Juga ditemukan laporan media monitoring berita Indonesia Police Watch (IPW) periode 3 Juni 2024, dan dokumen yang diduga berisi skema pemerasan dan pencucian uang oknum Jampidsus.
Modus Operandi dan Tindakan Hukum
Modus operandi para tersangka melibatkan pemesanan berita negatif yang bertujuan untuk menghambat proses hukum. MS dan JS memerintahkan TB untuk menyebarkan berita-berita tersebut melalui berbagai platform media. Selain berita, mereka juga mendanai demonstrasi, seminar, podcast, dan talkshow yang bertujuan untuk mendiskreditkan Kejaksaan Agung.
Ketiga tersangka dijerat dengan Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 (sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001) tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Mereka terancam hukuman berat atas perbuatan mereka.
Kasus ini menjadi sorotan karena menunjukkan upaya sistematis untuk mempengaruhi opini publik dan menghambat proses penegakan hukum. Kejagung berkomitmen untuk mengusut tuntas kasus ini dan memberikan sanksi yang setimpal kepada para pelaku.